
Mendadak! Menhan AS Ketemu Prabowo, Mau 'Keroyok' China?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertemuan yang diadakan Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS) Christopher Miller dan Menhan RI Prabowo Subianto diprediksi merupakan sinyal kuat bahwa AS sedang menggalang restu dan dukungan dari negara-negara ASEAN untuk menghentikan ekspansi Beijing di Laut China Selatan (LCS). Hal ini disampaikan langsung oleh Pentagon melalui rilis resminya.
"Hari ini (Senin 7/12/2020), Plt Menteri Pertahanan Christopher C. Miller bertemu dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Panglima Udara Marsekal Hadi Tjahjanto di Jakarta," sebut rilis Pentagon, dikutip Selasa (8/12/2020)
"Dalam semua pertemuan tersebut, Menhan menekankan pentingnya Departemen Pertahanan menempatkan kemitraan bilateral dan dalam mengamankan Laut Cina Selatan yang bebas dan terbuka serta kawasan Indo-Pasifik."
Meski Indonesia bukanlah claimant state dalam sengketa LCS, langkah ini dinilai para analis sebagai penggalangan dukungan yang serius mengingat Indonesia merupakan pemimpin de facto kawasan Asia Tenggara yang memiliki akses perhubungan laut yang vital. Selain itu juga tercatat bahwa militer Beijing pernah beberapa kali memasuki Zona Ekonomi Eksklusif milik Jakarta.
Dikutip dari SCMP, menurut Zachary Abuza, seorang profesor studi Asia Tenggara di National War College yang berbasis di Washington, pemerintahan Trump telah "sangat fokus pada ancaman China" dan terus mencoba untuk mengumpulkan "sekelompok negara yang berbagi kecenderungan ideologis mereka dan ketakutan terhadap China termasuk didalamnya Indonesia, yang memiliki sentimen negatif terhadap komunisme ala China.".
"Saya pikir pemerintahan Trump ... ingin melakukan hal-hal yang akan mempersulit pemerintahan Biden untuk mundur atau mundur tanpa konsekuensi politik," kata Abuza, yang mengkhususkan diri dalam urusan terorisme dan keamanan.
"AS melihat Indonesia sebagai mitra penting dalam [menahan China]. mereka mengontrol jalur perhubungan laut yang kritis, memiliki ketidakpercayaan historis terhadap China, sengketa teritorial dengan China, merupakan pemimpin alami Asean, dan memiliki militer yang sangat membutuhkan modernisasi," kata Abuza.
Namun Abuza juga menilai langkah yang dilakukan AS dengan Indonesia tidak akan mendapat perhatian serius. Pasalnya Indonesia di satu sisi melihat langkah Washington di LCS cukup provokatif.
"Ya, (Indonesia) memiliki sengketa wilayah dengan China di Laut China Selatan (soal ZEE), tetapi mereka juga menganggap kebijakan AS, yang sebagian besar berdasarkan Operasi Kebebasan Navigasi, sengaja bersifat provokatif," kata Abuza.
Sementara itu Collin Koh, seorang peneliti di Institute of Defense and Strategic Studies, setuju bahwa meskipun Indonesia telah dengan tegas menolak klaim Laut China Selatan China dan telah menerapkan tindakan kebijakan di perairan itu untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai ketidakpastian yang berkembang di daerah tersebut, mereka juga waspada terhadap persaingan China-AS yang berkembang dan ketegangan yang mungkin berlanjut di wilayah tersebut.
"Artinya, Jakarta sangat berhati-hati agar tidak terjebak dengan perkembangan ini," ujarnya.
"Oleh karena itu, karena Pemerintahan Trump berharap bahwa Jakarta dapat lebih tegas berdiri di pihaknya dalam melawan China, pemerintahan Jokowi akan lebih cenderung untuk mengikuti garis tradisional dalam mempertahankan otonomi strategisnya dalam hubungannya dengan kekuatan eksternal, China dan AS dalam hal ini, dan lebih dari masalah LCS saja, "kata Koh.
Hubungan China dan AS soal LCS masih memanas. Setelah Beijing melakukan ekspansi luar biasa di perairan itu, AS mulai memasuki teater LCS dengan menggalang dukungan negara-negara Asia Tenggara atas dasar "kebebasan navigasi internasional" dan "menghentikan ekspansi dan klaim sepihak China". Selain bertemu Prabowo, AS juga menandatangani kontrak dengan Filipina yang membuat AS bisa mendirikan kembali pangkalan angkatan lautnya disana.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Titah Prabowo Tentang Ancaman Perang di Laut China Selatan