Pangkalan RRC di Laut China Selatan Rentan Diserang, Serius?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
07 December 2020 18:35
FILE - In this April 3, 2020, file photo, the USS Theodore Roosevelt, a Nimitz-class nuclear powered aircraft carrier, is docked along Kilo Wharf of Naval Base Guam. The U.S. Navy says that after weeks of work, all of the roughly 4,800 sailors on the coronavirus-stricken USS Theodore Roosevelt aircraft carrier have been tested for the virus. The ship has been sidelined in Guam since March 27, moving sailors ashore, testing them and isolating them for nearly a month.(Rick Cruz/The Pacific Daily via AP, File)
Foto: Ilustrasi Laut China Selatan (AP/Rick Cruz)

Jakarta, CNBC IndonesiaChina menghabiskan bertahun-tahun dalam sengketa wilayah perairan Laut China Selatan (LCS) dengan beberapa negara ASEAN. Negeri Tirai Bambu juga mengubah pulau serta terumbu karang menjadi pangkalan militer dan lapangan terbang.

Namun, sebuah laporan Naval and Merchant Ships, majalah berbasis Beijing yang diterbitkan oleh China State Shipbuilding Corporation, mengatakan wilayah tersebut rentan dan hampir tidak dapat dipertahankan jika terjadi perang.

Pangkalan China di LCS jauh dari daratan China dan pulau-pulau lain di perairan luas yang disengketakan, yang membentang sekitar 3,3 juta kilometer persegi.

"Pulau-pulau dan terumbu karang di Laut China Selatan memiliki keunggulan unik dalam menjaga kedaulatan nasional dan mempertahankan kehadiran militer di laut terbuka, tetapi mereka memiliki kelemahan alami terkait dengan pertahanan militer mereka sendiri," ujar laporan tersebut, dikutip melalui CNN.

Laporan itu juga menambahkan jika China akan jauh dari bantuan apapun jika terjadi aksi militer. Naval and Merchant Ships memberi contoh Fiery Cross Reef, yang berjarak 1.000 kilometer dari Sanya, kota di pulau Hainan di lepas pantai selatan China, dan 800 kilometer dari Kepulauan Paracel yang juga dikendalikan oleh Beijing.

"Sekalipun armada pendukung bergegas dengan kecepatan tercepat akan membutuhkan lebih dari satu hari untuk mencapainya," kata laporan itu.

Meski beberapa pulau dilengkapi dengan jalur udara, jangkauan ke seluruh laut terbatas, dan sebagian besar jet tempur yang dapat dikerahkan akan menghabiskan sebagian besar bahan bakar mereka untuk terbang jarak jauh antar pangkalan. Beijing saat ini memiliki dua kapal induk yang beroperasi, yang secara teori dapat dikerahkan ke LCS, tetapi mereka juga harus berada dalam jangkauan saat terjadi insiden.



Pangkalan itu sangat rentan terhadap penyergapan. Ini mengingat lokasinya yang terpencil, dan dapat menjadi sasaran sistem rudal jarak jauh Amerika Serikat (AS) dan Jepang, atau oleh pasukan angkatan laut di wilayah tersebut.

Skenario terburuknya, meski pulau-pulau itu tidak diserang, China akan mudah diblokade yang akan membuat para pasukan mati kelaparan karena tidak dapat memasok kembali persediaan mereka.

"Tempat perlindungan pulau kekurangan vegetasi, batu alam dan tanah serta penutup lainnya, dan ketinggiannya rendah, sedangkan permukaan air tanah tinggi. Personel dan sumber daya tidak dapat disimpan di bawah tanah untuk waktu yang lama," lanjut laporan itu.

Laporan itu menambahkan setiap tempat perlindungan dibangun di atas pangkalan itu akan memiliki kemampuan anti-serangan "sangat terbatas".

Malcolm Davis, analis senior dalam strategi dan kemampuan pertahanan di Institut Kebijakan Strategis Australia, menambahkan jika kondisi lingkungan yang keras di LCS, yakni korosi air asin dan cuaca buruk, menjadi faktor China tidak dapat mempertahankan pangkalan tersebut.

Davis juga menambahkan meski beberapa pulau mungkin efektif sebagai platform penembakan, mereka akan menjadi salah satu target pertama jika konflik terjadi di LCS.

"Secara fisik tidak mungkin untuk membangun pulau yang pada dasarnya dapat dipertahankan (mengingat adanya jenis terumbu dan gundukan pasir asli)," katanya.

China mengklaim hampir seluruh wilayah LCS dengan konsep sembilan garis putus-putus (nine-dash line) dan memiliki klaim teritorial yang tumpang tindih dengan beberapa negara ASEAN, yakni Filipina, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunei, dan Taiwan.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hubungan China & Tetangga RI Kian Panas di LCS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular