Suplai Vaksin ke RI, Sinovac Dibayangi Skandal Izin Edar

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibalik kesuksesannya dalam menyuplai vaksin ke seluruh dunia, Sinovac juga memiliki bayang-bayang kelam masa lalu yang menyangkut isu korupsi besar. Bahkan ada suatu saat di mana Sinovac terlibat dalam kasus penyuapan regulator obat China untuk persetujuan vaksin waktu pandemi flu babi menyerang.
Dalam catatan The Washington Post, telah terjadi kasus dugaan suap yang meliputi perusahaan bioteknologi itu. Kebanyakan kasus berupa suap percepatan izin edar.
Dalam kesaksian pengadilan tahun 2016, pendiri dan kepala eksekutif Sinovac, Yin Weidong, mengaku memberikan suap lebih dari US$ 83.000 atau setara Rp 1,1 miliar (kurs Rp 14.150) dari tahun 2002 hingga 2011. Ia memberikannya kepada seorang pejabat regulasi yang mengawasi tinjauan vaksin, Yin Hongzhang, dan istrinya.
Yin Hongzhang mengaku mempercepat sertifikasi vaksin Sinovac sebagai gantinya. Tahun-tahun tersebut sesuai dengan periode keluarnya Sinovac, ketika perusahaan baru bioteknologi yang didirikan pada 2001 dipilih sendiri oleh pejabat Beijing untuk memimpin pengembangan vaksin SARS, flu burung, dan flu babi.
Yin Hongzhang, yang memiliki hubungan dekat dengan CEO Sinovac, dijatuhi hukuman satu dekade penjara pada tahun 2017. Yin Weidong dari Sinovac, sekarang berusia 56 tahun, tidak dikenakan denda dan terus mengawasi upaya vaksin virus corona dari perusahaan tahun ini.
Bagi Sinovac, kasus itu bukan hanya satu kali. Setidaknya 20 pejabat pemerintah dan administrator rumah sakit di lima provinsi mengaku di pengadilan menerima suap dari karyawan Sinovac antara 2008 dan 2016.
Sinovac mengatakan pada 2017 pihaknya telah meluncurkan penyelidikan internal sebagai tanggapan atas kasus suap. Hasil investigasi belum dirilis.
Dalam laporan tahunan terakhirnya, yang dirilis pada bulan April lalu, Sinovac mengatakan bahwa Yin Weidong, tidak didakwa dengan pelanggaran atau perilaku tidak pantas dan dia bekerja sama sebagai saksi dengan kejaksaan.
"Sepengetahuan kami, otoritas China belum memulai proses hukum atau penyelidikan pemerintah terhadap tuan Yin," katanya perusahaan.
Selain penyuapan izin edar, di tingkat yang lebih rendah, setidaknya 20 pejabat dan karyawan rumah sakit mengaku menerima suap dari karyawan Sinovac di pengadilan Tiongkok antara 2015 dan 2018.
"Dalam industri vaksin, kami biasanya memberikan komisi kepada orang yang bertanggung jawab untuk mendorong mereka menggunakan vaksin kami," kata seorang penjual Sinovac, yang hanya diidentifikasi dengan nama belakang Yan, yang muncul setelah kasus penjualan Sinovac di Provinsi Guangdong.
Yang mengaku memberikan uang suap kepada karyawan rumah sakit sebesar US$ 2.441 (Rp 34,5 juta) sebagai hadiah untuk rumah sakit yang membeli 5.351 dosis vaksin hepatitis A Sinovac dari tahun 2011 hingga 2015.
Analis etika medis,Caplan, mengungkapkan bahwa kasus ini dapat menjauhkan Sinovac dari para calon pembeli. Namun, ia tidak memungkiri bahwa Sinovac mungkin akan tetap menjadi primadona karena dapat disimpan di ruangan dengan suhu yang tidak terlalu dingin dibanding besutan Pfizer-BioNTech dan Moderna.
"Ketika tidak ada pilihan dan Anda dalam wabah, Anda cenderung mengambil apa yang Anda bisa dapatkan," kata Caplan.
Sementara itu Indonesia telah memesan 3 juta dosis vaksin Covid-19 dari Sinovac. Sebanyak 1,2 juta vaksin gelombang pertama telah tiba.
Sementara 1,8 juta lainnya diprediksi akan tiba Januari mendatang. Dalam pemesanan itu pemerintah telah mengeluarkan Rp 637,3 miliar untuk memboyong vaksin itu untuk masyarakat Indonesia.
(sef/sef) Next Article Rekam Jejak Sinovac yang Vaksinnya Datang ke RI, Ada Skandal
