Covid-19 Rekor Terus, Morgan Stanley Masih Percaya Sama Ri!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
04 December 2020 14:02
TPU Korban Covid-19 di kawasan TPU Pondok Ranggon
Foto: TPU Korban Covid-19 di kawasan TPU Pondok Ranggon. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang akhir tahun, Indonesia menghadapi lonjakan kasus infeksi Covid-19 yang signifikan. Tren pertambahan kasus baru setiap harinya meningkat dengan cepat.

Beberapa pejabat publik seperti Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta hingga Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dinyatakan positif terinfeksi virus Corona jenis baru ini. Pemberitaan tersebut cukup menyita perhatian publik. 

Transmisi virus Corona terus terjadi di Indonesia. Pekan lalu rekor pertambahan kasus infeksi baru Covid-19 menyentuh angka 6.000 orang dalam sehari. Minggu ini tepatnya kemarin (3/12/2020) jumlah kasus infeksi baru bertambah sampai 8.369 orang dalam sehari. 

Tren peningkatan pertambahan kasus baru harian sebenarnya sudah terlihat sejak minggu kedua bulan November lalu. Peningkatan tajam ini ditengarai oleh berbagai faktor, mulai dari peningkatan jumlah tes yang dilakukan hingga penularan di lapangan yang meningkat akibat pelanggaran protokol kesehatan oleh masyarakat.

Namun satuan gugus tugas Covid-19 juga punya alasan yang menjelaskan mengapa jumlah kasus bisa meningkat sampai angka 8.000 dalam sehari. Angka yang tinggi ini salah satunya disebabkan oleh sistem yang belum optimal untuk mengakomodasi pencatatan pelaporan dan validasi data dari provinsi secara real time.

Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, dalam konferensi kemarin. Bagaimanapun juga tren Covid-19 yang meningkat membuat banyak pihak tak bisa tutup mata, termasuk pemerintah. 

Lonjakan kasus baru dan kematian yang tinggi di DKI Jakarta dan Jawa Tengah membuat RI-1 Joko Widodo (Jokowi) sampai menyentil Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo selaku gubernur dua provinsi tersebut. 

Pasalnya peningkatan kasus yang belakangan terjadi juga ditengarai karena munculnya kerumunan di DKI Jakarta dan aksi pulang kampung ke daerah-daerah Jawa Tengah akhir Oktober lalu. 

Melihat penyebaran Covid-19 yang makin mengkhawatirkan dan tak terbendung, akhirnya pemerintah pusat memutuskan untuk memangkas periode libur akhir tahun selama 3 hari. 

Di sisi lain PSBB di DKI Jakarta selaku episentrum penyebaran wabah Covid-19 juga terus diperpanjang dengan kurun waktu 2 pekan. Keputusan PSBB akan dilanjutkan, diperketat atau malah dicabut walaupun kecil akan jatuh pada 6 Desember nanti. 

Peningkatan kasus yang signifikan di Tanah Air membuat banyak pihak mulai cemas dan apabila kebijakan rem darurat yang ketat diterapkan maka akan mengganggu prospek pemulihan ekonomi.

Kuartal kedua dan ketiga menjadi saksi nyata. Untuk pertama kalinya dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun terakhir Indonesia jatuh ke jurang resesi. Tak tanggung-tanggung pada kuartal kedua output ekonomi minus lebih dari 5% dan di kuartal ketiga membaik meski masih minus lebih dari 3%. 

Para pemangku kebijakan berupaya untuk meredam dampak dari pandemi agar tidak menyeret ekonomi Tanah Air semakin dalam ke jurang resesi. Stimulus pun diberikan ke berbagai sektor baik ke kesehatan untuk menangani wabah maupun sektor lain untuk menggerakkan perekonomian. 

Pemerintah sebagai otoritas fiskal menggelontorkan stimulus lebih dari Rp 677 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pendapatan dari pajak yang ambles di tengah tingginya kebutuhan untuk mendongkrak perekonomian membuat defisit fiskal bengkak.

Sampai akhir tahun defisit APBN dipatok di angka 6%, padahal tahun lalu hanya di kisaran 2% saja. Untuk pertama kalinya juga Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter ikut membantu menambal defisit pemerintah tersebut dengan mekanisme burden sharing

BI selaku bank sentral juga menerapkan kebijakan moneter yang longgar. Salah satunya adalah memangkas suku bunga acuan hingga lima kali dalam setahun ini sebesar 125 basis poin. BI-7 day Reverse Repo Rate yang tadinya berada di angka 5% kini menjadi 3,75% dan menjadi level terendah dalam sejarah. 

Semua itu diharapkan mampu untuk membangkitkan perekonomian yang mati suri pasca pandemi nanti. Meski prospek pertumbuhan ekonomi kuartal empat diramal masih akan minus, bank investasi global Morgan Stanley (MS) optimis tahun 2021 bakal menjadi tahun keemasan bagi Asia non Jepang (AxJ) termasuk Indonesia meski terjadi kenaikan kasus infeksi Covid-19 belakangan ini.

Dalam laporan terbarunya yang dirilis pada 2 Desember lalu dengan tajuk 'Tracking Covid-19 : When Goldilocks Meets Covid-19 Resurgence', bank investasi Wall Street itu masih punya prediksi bullish terutama untuk India, Indonesia dan Filipina. 

Menurut MS, percepatan laju pertumbuhan ekonomi di atas tren rata-rata, peningkatan inflasi yang jinak hingga kebijakan moneter yang longgar akan membentuk momentum prospek ekonomi yang lebih cerah tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg) Next Article Kasus Baru Covid-19 di RI Tiba-tiba Naik, Nyaris Tembus 1.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular