
Boro-boro Gelombang 2, Gelombang 1 Covid-19 di RI Belum Kelar

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertambahan kasus infeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) per hari di Indonesia sempat melandai akhir Oktober lalu. Namun setelah itu kasus kembali meningkat dengan signifikan.
Pada awal Oktober, rata-rata pertambahan kasus harian dalam periode 7 hari (7-day Moving Average) berada di angka 4.400. Kemudian trennya terus melandai hingga di akhir bulan tren pertambahan kasusnya hanya 3.000 kasus per hari.
Apabila melihat polanya secara sekilas saja, maka akan tampak bahwa puncak wabah Covid-19 sempat terlihat pada Oktober. Namun jika ditelusuri dengan lebih seksama puncak tersebut hanyalah puncak semu dan bukan puncak sesungguhnya.
Artinya, Indonesia belum bisa dikatakan telah melalui gelombang pertama wabah dan dilanda gelombang kedua infeksi saat ini.
Pola kurva epidemiologi antara Indonesia dengan negara-negara yang menghadapi gelombang kedua wabah Covid-19 jelas berbeda. Saat ini Inggris dan beberapa negara Eropa seperti Spanyol, Italia, Jerman dan Prancis sedang dilanda gelombang kedua infeksi.
Di lima negara tersebut, kasus infeksi harian Covid-19 sempat benar-benar melandai. Lockdown ketat dan kesadaran masyarakat untuk melakukan social distancing memiliki korelasi positif dengan penurunan kasus ini di negara-negara tersebut.
Barulah ketika lockdown dilonggarkan dan memasuki periode musim dingin akhir tahun kasus kembali meningkat.
Lantas jika bukan gelombang kedua Covid-19, apakah gerangan yang menyebabkan kasus infeksi Covid-19 di Indonesia sempat melandai kemudian meledak lagi?
Jawabannya adalah inkonsistensi dan fluktuasi tes yang dilakukan. Saat Covid-19 melandai, jumlah tes yang dilakukan di Indonesia juga melandai. Kala itu sedang ada momen cuti bersama dan libur Maulid Nabi Muhammad SAW.
Masuk periode November, tes Covid-19 kembali digenjot. Sebagai gambaran tren rata-rata jumlah tes yang dilakukan di Tanah Air pada akhir Oktober untuk kurun waktu 7 harian (7-day Moving Average) berada di angka 27.459. Sementara di akhir pekan lalu tes yang dilakukan mencapai angka 38.127.
Sampai di sini juga sudah jelas bahwa fluktuasi dan inkonsistensi jumlah tes yang dilakukan per hari inilah yang memicu terjadinya penurunan kasus dan diikuti oleh lonjakan kasus setelahnya.
Di sisi lain, tracing yang tidak ketat dan komprehensif juga mengindikasikan bahwa jumlah kasus Covid-19 di Indonesia sejatinya lebih banyak dari sekarang. Apalagi dengan adanya fenomena orang tanpa gejala (OTG).
Dari sisi masyarakat sendiri, pelanggaran pada protokol kesehatan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak) juga marak dilakukan. Tentu saja ini meningkatkan risiko meledaknya angka infeksi Covid-19 di Tanah Air.
Contoh saja pada akhir bulan lalu saat libur panjang, ratusan ribu kendaraan meninggalkan DKI Jakarta untuk berlibur dan pulang kampung.
Jelas sudah sampai di sini bahwa kombinasi inkonsistensi dan fluktuasi tes yang dilakukan, tracing yang tidak ketat dan komprehensif hingga pelanggaran protokol kesehatan oleh masyarakat yang masih memiliki kesadaran rendah telah memicu terjadinya fluktusasi dan lonjakan kasus.
Jadi ada justifikasi kuat juga kalau Indonesia sekarang sedang dilanda gelombang kedua Covid-19. Mirisnya dengan kasus yang terus meningkat mengindikasikan bahwa puncak gelombang pertama saja belum terlihat
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Kasus Baru Covid-19 di RI Tiba-tiba Naik, Nyaris Tembus 1.000