
Cerita ATM Sakti dalam Perkara Korupsi Edhy Prabowo

Jakarta, CNBC Indonesia- Modus operandi dugaan korupsi yang dilakukan oleh mantan Menteri Kelautan & Perikanan (KKP) Edhy Prabowo tergolong unik. Perpaduan antara penyalahgunaan kekuasaan dan proses pencucian uang untuk menghapus jejak uang haram.
Modus operandi ini mewajibkan perusahaan pemegang izin ekspor benur alias anakan lobster dari Kementerian Kelautan & Perikanan untuk menggunakan jasa forwading company PT Aero Citra Kargo (PT ACK) dalam melakukan ekspor keluar negeri.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan berdasarkan data kepemilikan terdaftar pemilik PT ACK adalah Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT). Namun keduanya diduga hanyalah merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja.
Alhasil PT Dua Putra Perkasa (DPP), sebagai salah satu pemegang izin ekspor benur akhirnya menggunakan PT ACK untuk melakukan 10 kali ekspor. KPK pun menyebutkan ada perusahaan eksportir benur lainnya yang menggunakan jasa PT ACK.
"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya di tarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomalango, dalam konferensi pers, Rabu (25/11/2020).
Nah, dari rekening AMR dan ABT tersebut uang kemudian uang dipindahkan lagi ke rekening Ainul Faqih, yang merupakan staf dari istri mantan Menteri KKP Iis Rosita Dewi. Rekening yang digunakan merupakan salah satu bank BUMN.
ATM dari rekening Ainul Faqih tersebut kemudian yang dipegang oleh Edhy Prabowo dan Istri untuk berbelanja di Hawaii, Amerika Serikat layaknya Sultan.
Dari 21 sampai dengan 23 November 2020, Edhy dan istri membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy. ATM sakti ini juga telah digunakan sebelumnya oleh Edhy & Istri serta Andreau Pribadi Misanta (APM), Staf Khusus Edhy Prabowo
Modus ATM sakti ini sebelumnya pernah terungkap di perkara korupsi mantan Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae dalam kasus dugaan menerima fee dari proyek-proyek di Kabupaten Ngada.
Modusnya, sang pemberi suap, yakni Direktur PT Sinar 99 Permai Wilhelmus Iwan Ulumbu memberikan ATM kepada Marianus. Wilhelmus kemudian melakukan melakukan transfer uang miliar ke rekening yang ATM-nya dipegang oleh Marianus.
Kala itu, Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Basaria Panjaitan, mengakui modus suap dengan ATM merupakan model terbaru yang tak mudah terlacak oleh KPK. Pasalnya, uang tunai mudah untuk terdeteksi karena cukuo besar. Untuk memberikan suap Rp 1 miliar, setidaknya membutuhkan uang tunai antara 1-2 koper.
"ATM ini memang sekarang menjadi model yang baru, karena mereka bisa lebih nyaman tidak perlu bawa-bawa uang bawa uang cash," ujar Basaria pada Senin (12/2/2018) seperti dikutip dari detikcom.
Namun, modus suap via ATM ini kembali terbongkar dalam perkara Edhy Prabowo dengan modifikasi yang jauh lebih rumit dibandingkan dengan perkara Marianus Sae.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ditangkap KPK, Edhy Prabowo Sempat ke Hawaii Bertemu Nelayan
