
Krisis Akibat Corona Lebih Dahsyat Dibanding 1998-2008-2013?

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis yang terjadi akibat pandemiĀ Covid-19 kali ini lebih dahsyat dibandingkan krisis ekonomi tahun 1998, 2008, dan 2013. Hal ini disampaikan Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang juga Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Budi Gunadi Sadikin dalam acara CEO Networking 2020.
"Kebetulan saya di perbankan dulu, pernah mengalami krisis 3 kali. Krisis Asia 1998, krisis ekonomi dunia yang besar juga di tahun 2008 itu lebih besar dari 1998 tapi di Indonesia tidak terlalu terasa, serta krisis ekonomi dunia di tahun 2013," kata Budi, Selasa (14/11/2020).
Ia menegaskan bahwa ketiga krisis ekonomi sebelumnya tersebut penyebabnya krisis keuangan. Ini berbeda dengan yang terjadi saat ini.
"Jadi selama terjadi krisis besar di mana Indonesia juga terkena, selalu diawali krisis keuangan. Pada 1998 karena pinjaman luar negeri kita terlampau besar, 2008 karena ada masalah kredit perumahan di Amerika, 2013 karena ada penarikan dari likuiditas USD yang ditarik oleh The Fed," imbuhnya.
Sedangkan krisis ekonomi dunia kali ini penyebabnya bukan sektor keuangan, tapi krisis kesehatan sehingga terjadi pandemi. Akibatnya, orang tidak berani keluar.
Ia menegaskan, ketakutan orang untuk keluar inilah yang jadi penyebab besarnya dampak ke ekonomi, baik di Indonesia maupun dunia. Betapa tidak, ia menilai bahwa pergerakan ekonomi di dunia ditopang oleh kontak fisik di mana orang-orang bertemu di luar. Ini yang sekarang tergoyahkan karena adanya pandemi Covid-19.
"Sebaik-baiknya kita melakukan virtualisasi atau digitalisasi pasar atau e-commerce, masih jauh dibandingkan volume pasar fisik atau pasar basah atau di mal-mal yang ada perkotaan. Seminar seperti ini secara digital tetap secara aktivitas ekonomi jauh di bawah kalau dilakukan fisik seperti tahun lalu di hotel-hotel," ujar Budi.
Praktis, kondisi ini juga menekan industri pariwisata, transportasi, pendidikan dan lainnya. Karena itu, menurutnya, strategi penanganan krisis juga harus berbeda.
Pada tiga krisis sebelumnya, orang-orang berbasis ekonomi perlu tampil di depan. Para menteri saat itu juga menteri bidang ekonomi yang gencar memberikan solusi.
"Lebih banyak memberikan solusi-solusi keuangan, likuiditas diperbaiki, peraturan diperbaiki gimana supaya kebijakan tidak masalah, semua kebijakan dari sektor keuangan," kata Budi.
Kini, ia mengingatkan bahaya jika menggunakan kebijakan lama untuk menangani krisis kali ini. Sebab, sekarang krisisnya bukan disebabkan dari keuangan.
"Kalau fundamental tidak diperbaiki, selama orang masih takut keluar, takut kontak fisik, roda ekonomi tidak akan berputar. Berapa pun dana yang digelontorkan multiplier effect nggak kembali. Ini penyebabnya prinsip kesehatan, kalau perlu yang memimpin tetap orang kesehatan. Orang ekonomi seperti saya mundur di belakang, karena memang yg harus dibereskan kesehatan dulu," ujar Budi.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Kali Sehari, Jokowi Bicara 'Awan Gelap' yang Selimuti RI