Pakar ini Sebut Mendagri tak Bisa Langsung Copot Gubernur Cs

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
19 November 2020 18:40
Newly appointed Indonesian Home Affairs Minister Tito Karnavian, who was Indonesian Police Chief, reacts before taking his oath during the inauguration at the Presidential Palace in Jakarta, Indonesia, October 23, 2019. REUTERS/Willy Kurniawan
Foto: Tito Karnavian (EUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pakar Otonomi Daerah Indonesia Djohermansyah Djohan angkat suara perihal langkah Menteri Dalam Negeri Jenderal Polisi (Purn) Muhammad Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.

Menurut Djohermansyah, mendagri tidak bisa serta merta memecat kepala daerah yang tidak melaksanakan kewajiban, terutama dalam pencegahan kerumunan yang berpotensi meningkatkan penyebaran virus corona baru penyebab Covid-19.

"Tidak bisa langsung dicopot, kalau langsung dicopot bahaya sekali karena kepala daerah itu dipilih oleh masyarakat," kata Djohermansyah kepada CNNIndonesia.com, Kamis (19/11/2020), seperti dikutip CNBC Indonesia.

Pencopotan kepala daerah langsung, kata Djohermansyah, hanya merugikan masyarakat. Menurut dia, pemilihan kepala daerah menggelontorkan biaya yang tidak sedikit.

Djohermansyah menuturkan pencopotan kepala daerah hanya dapat dilakukan ketika ia melakukan pidana. Hal itu tertuang dalam Undang Undang nomor 23 tahun 2014 yakni seorang kepala daerah yang melakukan pidana akan diberhentikan sementara.



"Misalnya ia melakukan korupsi, dengan statusnya itu dia akan diberhentikan sementara sampai dengan kasus hukum inkrah," jelas Djohermansyah.

Selanjutnya, jika kepala daerah sudah menyelesaikan kasus hukumnya, ia masih harus dikembalikan ke pemerintah pusat untuk dibina. Di sana kepala daerah akan diberi wawasan pascakasus hukum yang dihadapi.

"Istilah disekolahkan lagi ditarik sama pemerintah pusat untuk dilakukan pembinaan. Karena itu tanggung jawab pemerintah pusat untuk menjaga marwah pemimpin daerah," kata Djohermansyah.

Kemudian jika kepala daerah kembali melakukan kesalahan untuk kedua kalinya, maka akan diberikan sanksi bertahap. Seperti sanksi kebanyakan, kepala daerah akan mendapat sanksi teguran lisan dan teguran tertulis.

"Baru setelahnya dikenakan pencopotan atau pemberhentian. Ini tidak melalui DPRD lagi karena prosedurnya sudah panjang. Ini dapat saya katakan karena saya termasuk yang menyusun UU Nomor 24 itu. Jadi tidak bisa ditafsirkan secara parsial undang undang tersebut," lanjut dia.

Menanggapi kasus pelanggaran protokol kesehatan di masa Covid-19 yang termaktub dalam instruksi Tito, Djohermansyah beranggapan belum ada aturan yang pas untuk dikenakan kepada kepala daerah. Pidana juga belum bisa dijatuhkan kepada kepala daerah yang dianggap tidak mengikuti protokol kesehatan tersebut.

"Sampai sekarang kan masih jadi perdebatan. Kalau kepala daerah melanggar pidana, lantas pidana apa yang dilakukan oleh kepala daerah sehingga harus dicopot?," tutup dia.


(miq/dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aduh Biyung, Banyak Kepala Daerah Suka Dibodohi Bawahan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular