Sri Mulyani Sebut Pasar Tenaga Kerja RI Ada di Level Bawah

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
19 November 2020 17:12
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dinilai sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk hampir 270 juta jiwa, dengan demografi usia muda yang sangat banyak, namun produktivitasnya masih rendah. Permasalahan ini telah melekat selama tiga dekade terakhir.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, produktivitas di Indonesia masih rendah. Hal itu terlihat dari Total Factor Productivity (TFP) yang dikomunikasikan ke dalam bentuk ICOR.

ICOR merupakan rasio antara investasi di tahun yang lalu dengan pertumbuhan output regional (PDRB ). ICOR bisa menjadi salah satu parameter yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Semakin tinggi nilai ICOR semakin tidak efisien suatu negara untuk investasi.

Tahun 2019, ICOR Indonesia mencapai 6,77 lebih buruk dari tahun 2018 yaitu sebesar 6,44.

Sri Mulyani menjelaskan, kalau produktivitas rendah untuk bisa menghasilkan 1% pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan upaya yang berlipat-lipat dibandingkan dengan negara lainnya. TFP Indonesia nyaris ada dalam di titik 0.

"Kalau Filipina TFP 2,0. India 1,9. China bahkan 2,3. Indonesia nyaris di titik nol," ujar Sri Mulyani saat menjadi pembicara di acara serap aspirasi implementasi UU Cipta Kerja bidang perpajakan yang digelar secara virtual, Kamis (19/11/2020).

Artinya, lanjut dia, untuk meningkatkan output, dibutuhkan input yang jauh lebih besar. Oleh karena itu, dibutuhkan capital atau modal yang jauh lebih besar 4,6 dibandingkan negara lain, yang hanya membutuhkan capital yang lebih sedikit. "Ini persoalan struktural," kata Sri Mulyani.



Daya saing Indonesia secara global, dilihat dari komparatif terlihat di beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia memiliki produktivitas dan daya saing yang lebih rendah. Dari sisi kapabilitas inovasi, kualitas institusi seperti demokrasi-regulasi-kepastian hukum.

Juga infrastruktur Indonesia masih jauh dari frontier atau perbatasan dan masih kurangnya infrastruktur teknologi dan komunikasi (TIK). Yang artinya Indonesia jauh dari kompetitif.

"Pasar tenaga kerja Indonesia ada di level bawah, skill di bawah, sistem keuangan masih di level bawah. Jadi yang merupakan Indonesia cukup bagus adalah market size-nya. Ini gak cukup untuk menarik investasi dan buat Indonesia menjadi produktif. Kita perlu segera perbaiki faktor fundamental tersebut," ujar Sri Mulyani.

"Ini PR (Pekerjaan kita semua). Ini fakta, tiga dekade terakhir, kalau tidak melakukan (perbaikan), maka tren ini akan berjalan 3 dekade ke depan, dan kita tetap berada di middle income trap," lanjutnya.

Demografi yang muda, kata Sri Mulyani tidak jadi jaminan. Meskipun jumlah besar dan banyak, seharusnya demografi ini bisa menjadi faktor produksi yang positif. Namun, skill yang masih kurang dan kualitas labour market sangat rigid menyebabkan demografi ini tidak bisa sesuai dengan potensi yang bisa dicapai.

Melalui UU Cipta Kerja, lanjut dia, pemerintah ingin membangun rezim yang produktif, bisa memberi manfaat bagi masyarakat, terutama untuk demografi muda yang harus bisa menikmati kondisi dan ekosistem investasi yang efisien dan tidak birokratif.

"Sehingga mereka bisa memiliki berbagai inovasi dan tidak hanya mencari kerja, tapi juga menciptakan lapangan kerja," tuturnya.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article LCS Kurangi Ketergantungan Terhadap Dolar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular