Jangan Sampai Vaksin Covid-19 Bernasib Seperti Vaksin DBD!

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
30 October 2020 15:30
Dokter memperagakan proses vaksinasi saat simulasi pemberian vaksin di Puskesmas Depok, Jawa Barat, Kamis (22/10). Pemerintah Kota Depok akan menggelar simulasi pemberian vaksin corona. Pemberian vaksin idealnya sebanyak 60 persen dari jumlah penduduk Kota Depok. Adapun yang hadir bukanlah warga sungguhan yang hendak divaksin. Hanya perwakilan dari Pemkot Depok saja. Terdapat sejumlah tahapan alur yang akan diterapkan Pemerintah Kota Depok dalam pemberian vaksin. Orang yang masuk dalam kriteria mendapat vaksin akan diundang untuk datang ke puskesmas. Nantinya mereka duduk di ruang tunggu dengan penerapan protokol kesehatan. Mereka kemudian menunggu giliran dipanggil petugas. Setelah itu masuk ke ruangan untuk disuntik vaksin. Orang yang telah divaksin akan diregistrasi petugas guna memantau perkembangannya secara berkala.  (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Simulasi pemberian vaksin Covid-19 di Puskesmas Depok, Jawa Barat, Kamis (22/10). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia- Mantan Direktur Penyakit Menular WHO South-East Asia Region Prof, dr Tjandra Yoga Aditama menyatakan meski vaksinasi Covid-19 dibutuhkan secara cepat, namun tetap harus harus memenuhi dua kaidah yakni keamanan dan efikasi.

Dia mengakui dalam situasi darurat seperti saat ini, terbuka peluang penggunaan vaksin untuk kalangan terbatas dengan izin penggunaan darurat. "Kalau ini belum tercapai yang jangan (dulu) dipakai," kata Prof Tjandra, dikutip dari program Blak-blakan detik.com, Jumat (30/10/2020).

Pasalnya, meski uji klinis aman dan hasilnya bagus, kemudian mendapat izin produksi, dalam perjalanannya hal lain yang berpotensi belum terdeteksi. Hal ini penting agar tidak mengulang cerita vaksin demam berdarah, Dengvaxia di Filipina pada 2017.

Dia mengatakan vaksin Dengvaxia kala itu dikabarkan oleh media telah lulus uji klinis, bahkan tanpa emergency use authorization, hasilnya bagus. Vaksin itu kemudian diproduksi oleh Sanofi Pasteur asal Prancis dan diberikan di berbagai negara.

Di Indonesia vaksin tersebut mendapat izin edar dari Badan POM pada 31 Agustus 2016. Tapi pada akhir November 2017, Sanofi Pasteur mengumumkan hasil penelitian lanjutan bahwa dengvaxia justru memicu infeksi dengue lebih parah pada orang yang belum pernah terinfeksi virus dengue.

Saat ada dampak lanjutan dari vaksin ini, Filipina sudah terlanjur menjalankan vaksinasi secara nasional sejak 2016 akhirnya menghentikan program tersebut dan menuntut Sanofi Pasteur.

Aspek keamanan memang menjadi concern dari Pemerintah Indonesia dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku Presiden Jokowi mengingatkan agar keamanan menjadi perhatian utama.

Hal itu dipaparkan Luhut saat menjadi pembicara di Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta, Jumat (23/10/2020).

"Tadi presiden telepon saya. Tadinya rencana kita mau, karena barangnya dapat, rencana minggu kedua November bisa saja tidak kecapai minggu kedua November, bukan karena barangnya, barangnya siap, tapi adalah emergency used authorization (izin penggunaan darurat) belum bisa dikeluarkan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) karena ada aturan-aturan, step-step yang harus dipatuhi," ujarnya.

"Dan itu presiden saya lihat tidak mau lari dari situ. Beliau mengatakan keamanan nomor satu," lanjutnya.

Lalu, kapan vaksinasi Covid-19 akan dilakukan?

"Jadi ya kita lihat nanti sampai kapan, dan saya bicara sama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) kemarin malam, profesor-profesor itu mereka sama bahasanya. Jadi saya kira pemerintah sangat menghormati mengenai aturan tadi," ujar Luhut.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Status Pandemi Dicabut, Vaksin & Obat Covid-19 Bayar Pribadi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular