
Kontroversi Macron: Dari Kartun Nabi Hingga Krisis Islam

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prancis Emmanuel Jean-Michel Frédéric Macron kembali membuat kontroversi mengenai Islam dan Muslim. Macron disebut telah menyerang dan melukai Muslim dunia lewat pernyataannya.
Macron memang sudah memicu kontroversi sejak awal bulan ini. Ia mengatakan "Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia."
Belum lama ini, seorang guru di Prancis dipenggal karena menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas yang sedang ia ajar, seraya berbicara soal kebebasan. Menanggapi insiden tersebut, Macron berujar sang guru "dibunuh karena kaum Islamis menginginkan masa depan kita."
Dalam kepercayaan Muslim, Nabi tidak boleh digambarkan seperti manusia, karena hal tersebut adalah bentuk penghinaan. Bahkan hal tersebut dianggap menghina dan bisa menghadapi hukuman mati di Pakistan.
Pernyataan Macron ini sontak menimbulkan perpecahan dengan kaum Muslim. Bahkan kecaman juga datang dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Pakistan Imran Khan.
"Dia butuh perawatan mental. Apalagi yang bisa kita katakan kepada seorang presiden yang tidak memahami kebebasan berkeyakinan," kata Erdogan.
Sementara Imran Khan mengatakan, "Ini adalah saat di mana Presiden Macron bisa memberi penyembuhan dan menyangkal ruang bagi para ekstrimis daripada menciptakan polarisasi dan marginalisasi lebih lanjut yang mengarah ke radikalisasi."
"Dengan menyerang Islam, jelas tanpa memahaminya, Presiden Macron telah menyerang dan melukai sentimen jutaan Muslim di Eropa dan di seluruh dunia," kata Khan lagi.
Sebelum masalah guru yang dibunuh karena menyangkut Muslim, majalah satire Charlie Hebdo sempat menerbitkan ulang karikatur Nabi Muhammad juga sempat menuai kecaman umat Muslim sedunia. Namun Macron tak mau mengecam itu, karena menurutnya Prancis memiliki kebebasan berekspresi.
Padahal waktu mengunjungi Lebanon, Macron mengatakan bahwa warga Prancis berkewajiban untuk menunjukkan kesopanan dan rasa hormat satu sama lain, dan menghindari "dialog kebencian", sebagaimana dilaporkan Reuters pada awal September.
Kendati demikian, Macron enggan menilai penerbitan kembali karikatur Nabi Muhammad SAW oleh majalah satire Charlie Hebdo.
"Tidak menjadi tempatnya bagi seorang presiden Republik ini untuk menilai pilihan editorial seorang jurnalis atau ruang redaksi, tidak pernah. Karena kita memiliki kebebasan pers," kata Macron.
Majalah tersebut menerbitkan ulang karikatur tersebut untuk menandai dimulai sidang terhadap para tersangka kaki tangan pelaku penembakan brutal kantor Charlie Hebdo di Paris tahun 2015 lalu, oleh pria bersenjata militan Islam yang menewaskan 12 orang.
Macron memang telah memicu kontroversi sejak awal September. Saat itu, ia mengajukan UU untuk 'separatisme Islam' di Prancis.
Pada Minggu (25/10/2020), Macron kembali berkomentar dan menegaskan tak akan menyerah pada fanatisme.
"Kami tidak akan pernah menyerah kepada radikal Islam," katanya dikutip dari AFP. "Kami tidak menerima pidato kebencian dan mempertahankan debat yang masuk akal. Sejarah kami adalah memerangi tirani dan fanatisme. Kami akan teruskan."
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sederet Aksi Prancis yang Doyan Menghina Agama Islam