
Bos Pertamina Curhat, PSBB Bikin 'Jualan' BBM Anjlok Parah

Jakarta, CNBC Indonesia - Bisnis sektor minyak dan gas (Migas) terpukul akibat pandemi Covid-19, termasuk PT Pertamina (Persero). Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebut ada tiga hal yang berdampak signifikan pada perkembangan usaha Pertamina akibat pandemi Covid-19 ini.
Di antaranya penurunan penjualan bahan bakar minyak (BBM), melemahnya nilai tukar rupiah, dan anjloknya harga minyak dunia. Nicke mengatakan, penjualan BBM perseroan turun signifikan, terutama saat diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kota-kota besar di Tanah Air.
Dia menyebut, penjualan BBM DKI Jakarta anjlok sampai 57%, sementara secara nasional penurunannya sebesar 26%. "Di masa PSBB kota-kota besar seperti Jakarta penurunan demand masyarakat terhadap BBM sampai 57% dan secara nasional terjadi penurunan 26%. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini adalah pukulan yang sangat keras bagi Pertamina," jelasnya dalam sebuah diskusi dengan Lemhanas secara virtual pada Selasa (6/10/2020).
Pukulan kedua yakni fluktuasi nilai tukar, di mana Pertamina dalam menjual produk dalam rupiah sementara pembukuannya dalam dolar Amerika Serikat. Biaya pembelian yang menggunakan dolar pun menurutnya sampai 92%.
"Pertamina menjual produknya dan pendapatan yang diterima dalam rupiah, yang kemudian dicatat dalam dolar. Namun kemudian, biaya pembelian 92%-nya menggunakan dolar. Mismatch (ketidakcocokan) inilah yang berpengaruh pada kinerja keuangan," paparnya.
Faktor ketiga yakni anjloknya harga minyak dunia yang berdampak pada pendapatan sektor hulu."Namun demikian, secara aset yang ada, Pertamina memiliki inventory yang ada sampai dengan seharga US$ 5 billion (miliar) dan juga cash yang cukup kuat. Jadi, faktor penurunan demand inilah yang berpengaruh terhadap figur lama rugi Pertamina (semester I 2020)," tegasnya.
Seperti diketahui Pertamina merugi pada semester I-2020. Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan melalui situsnya, Pertamina mengalami kerugian sebesar US$ 767,92 juta atau setara Rp 11,33 triliun (asumsi kurs Rp 14.766/ US$).
Perolehan ini berbalik dibandingkan periode yang sama tahun lalu di mana Pertamina tercatat membukukan laba bersih US$ 659,96 juta atau setara Rp 9,7 triliun.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penjelasan Lengkap Bos Pertamina Soal Musibah Kilang Balongan
