Duh! Pendapatan Pertamina Bisa Turun 65% Jika Tak Lakukan Ini

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
06 October 2020 16:23
Dok: Pertamina
Foto: Dok: Pertamina

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) I Budi Gunadi Sadikin mengatakan pendapatan PT Pertamina (Persero) bisa anjlok sebesar 60%-65% bila tidak berinovasi dan beralih menuju transisi energi baru dan terbarukan (EBT).

Budi mengatakan hal ini dikarenakan selama ini sebesar 60%-65% pendapatan Pertamina berasal dari penjualan bahan bakar minyak (BBM). Namun, kini tren dunia mengarah pada transisi energi di mana masyarakat ramai-ramai beralih ke EBT.

Apalagi, lanjutnya, kini pemerintah juga mendorong pengembangan dan penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) yang dinilai lebih ramah lingkungan. Bila transisi energi ini terjadi, maka menurutnya Pertamina berpotensi kehilangan pendapatan signifikan.

"Saya bilang ke Pertamina 60%-65% income (Pertamina) dari jual BBM. Kalau transisi energi, kemudian orang jauhi karbon yakni BBM dan mulai banyak orang muda yang suka pakai mobil listrik, yang terjadi adalah 65% revenue Pertamina bisa hilang," paparnya dalam diskusi bersama Lemhanas secara virtual, Selasa (06/10/2020).

Meski demikian, Budi menyebut transisi ini akan dilakukan bertahap dan membutuhkan waktu lama, berkisar 20-30 tahun. Transisi energi menurutnya memang selalu berdampak pada dua sisi berbeda yakni akan ada industri yang terbangun dan ada yang mati.

"Dampak ke Pertamina tidak akan langsung, bertahap 20-30 tahun. Setiap terjadi transisi, baik abad 1.800-an maupun sekarang, ada perusahaan yang tumbuh dan ada perusahaan yang mati. Dan ini akan sangat berdampak pada sosial budaya ekonomi politik," jelasnya.

Seperti diketahui, pemerintah terus mendorong penggunaan mobil listrik untuk menggantikan mobil berbasis bahan bakar fosil. Plt Deputi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Ayodhia Kalake menjelaskan, ada dua hal penting yang menjadi alasan didorongnya kendaraan listrik yaitu tingginya subsidi untuk bahan bakar berbasis fosil dan dampak negatif ke lingkungan.

Ayodhia menyebut pengembangan mobil listrik merupakan amanat dari Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Menurutnya, ini merupakan bentuk dari perhatian pemerintah terhadap pentingnya transportasi berkelanjutan di masa mendatang.

"Dengan program ini (kendaraan listrik), diharapkan bisa menjawab isu ekonomi karena tingginya subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) dan juga dampak negatif ke lingkungan. Concern pemerintah yaitu bagaimana agar kita bisa mengembangkan transportasi yang berkelanjutan. Kendaraan listrik berbasis baterai ini salah salah satu jawaban kedua isu tersebut," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (05/10/2020).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kolaborasi Jadi Kunci Sukses Pertamina Dorong Keberlanjutan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular