Bikin Bingung, Klaster Covid-19 Pusat & Pemda Berbeda-beda

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
23 September 2020 20:20
Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito saat memberi keterangan Pers terkait Perkembangan Penanganan Covid-19. (Tangkapan Layar Youtube)
Foto: Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito saat memberi keterangan Pers terkait Perkembangan Penanganan Covid-19. (Tangkapan Layar Youtube)

Jakarta, CNCB Indonesia - Pemerintah melalui Satgas Penanganan Covid-19 mencatat, pasien positif covid-19 tertular di Rumah Sakit (RS), komunitas, perkantoran, pekerja migran Indonesia (PMI), pasar, dan puskesmas. Sayangnya, data yang dihimpun selama ini, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak tersinkronisasi dengan baik.

Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito merinci terjadi penularan atau klaster covid-19 di RS sebanyak 24.000 orang, komunitas 15.133 orang, perkantoran 3.194 orang. Kemudian ada juga dari anak buah kapal (ABK) atau PMI sebanyak 1.641 orang, pasar 622 orang, dan puskesmas 220 orang.

"Klaster ini pemahaman di masyarakat juga masih beragam. Pemerintah [pusat dan daerah] juga masih beragam. Cluster dimaknai oleh banyak pihak adalah adanya laporan di satu tempat yang sama," jelas Wiku melalui video conference, Rabu (23/8/2020).

"Sebenarnya adalah terjadinya penularan di tempat tersebut, orangnya bisa saja dari berbagai tempat. Tapi, terjadi penularannya di situ, maka terjadilah klaster," kata Wiku melanjutkan.

Misalnya saja, Wiku memberikan contoh, ada klaster pengajian di Goa, Sulawesi Selatan. Kemudian salah satu pasien positif covid-19 pindah ke Kalimantan Selatan. Sehingga pasien positif yang tadinya dari Goa menjadi klaster Kalimantan Selatan.

Atau misalnya, juga, Wiku memberikan contoh. Semarang, Jawa Tengah merupakan zona merah. Tapi kemudian, Pemda Semarang menolak sebagai kawasan zona merah, karena pasiennya banyak berasal dari Solo, Jawa Tengah.

"Kita belum punya sepakat bahasa tentang yang dicatat itu, apakah berdasarkan NIK [Nomor Induk Kependudukan], yaitu berdasarkan dia terdaftar di KTP, apakah berdasarkan domisili, atau berdasarkan di mana dia dirawat. Masih menjadi dispute di banyak tempat," jelas Wiku.

Wiku pun mengakui, sejak covid-19 masuk ke Indonesia Maret 2020 lalu dan sampai saat ini, pemerintah pusat belum membuat secara jelas dan rinci, mengenai tata cara pencatatan pasien penularan Covid-19.

"Di pemerintah pusat juga belum clear membuat ini, sehingga datanya belum seragam di semua daerah."

"Artinya, instruksi yang terjadi di Indonesia yang terdesentralisasi, sekarang diminta untuk datanya bisa dioperasikan dengan data yang sama, di tempat yang sama, di saat yang sama, oleh pemerintah yang berbeda. Kabupaten, kota dan provinsi harus sama-sama [pencatatan datanya] dengan pusat. Sekarang belum sinkron seperti itu," kata Wiku melanjutkan.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Data Baru Sebut China Sudah Kaji Covid Sebelum Pandemi Meledak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular