
Tak Pedulikan Penguatan Euro, ECB Tahan Suku Bunga, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) nekad mempertahankan suku bunga acuannya, meski dibayangi penguatan euro yang kian membuat produk ekspor Benua Biru kurang kompetitif.
Keputusan tersebut diumumkan seusai rapat dewan gubernur yang digelar Kamis (10/9/2020) waktu setempat. Selain menahan suku bunga acuan, mereka juga mempertahankan program stimulus untuk menangani efek pandemi Covid-19.
Suku bunga acuan untuk operasi pembiayaan kembali, fasilitas pembiayaan marjinal, dan fasilitas deposito masih tetap di level 0%, 0,25% dan -0,5%. Sementara itu, Program Pembelian Darurat Pandemi masih senilai 1,35 triliun euro (US$1,6 trilion).
"Program pembelian tersebut berkontribusi terhadap pelonggaran kebijakan moneter, sehingga membantu menutup dampak buruk pandemi terhadap proyeksi inflasi ke depannya," demikian tulis ECB dalam pernyataan resminya, malam ini (WIB).
Euro, mata uang tunggal di Benua Biru telah terapresiasi hingga 5% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak Juli, dan bertengger di level 1,1846 per dolar AS setelah pengumuman ECB tersebut.
Selama ini, euro menjadi variabel yang paling dicermati oleh punggawa ECB yang penguatannya justru merugikan negara-negara di Benua Eropa karena membuat produk ekspor mereka menjadi kalah bersaing dengan produk impor dan menekan perekonomian secara luas.
Inflasi Sangat Rendah
Namun, langkah menahan suku bunga tersebut bisa dipahami karena inflasi juga masih keras kepala di level rendah. Di luar kurs, variabel lain yang diperhatikan ECB adalah inflasi. Kejutan deflasi sebesar -0,2% pada Agustus, level terendah sejak 2001, bakal memaksa bank sentral tersebut membanting suku bunga agar ekonomi bergulir dan inflasi menguat.
Berbeda dari negara berkembang, negara maju saat ini sangat merindukan inflasi tinggi yang menjadi indikator pertumbuhan konsumsi dan ekonomi. Namun bagi ECB, ruang penurunan suku bunga sudah tidak ada karena telah menyentuh titik paling rendah.
Mereka pun dipaksa untuk mengambil tindakan moneter ekstra untuk membantu menggenjot perekonomian. Pasar sempat menduga-duga apakah ECB akan mengekor bank sentral Amerika Serikat (AS) yang mulai melonggarkan sikap mereka terhadap inflasi, dengan membiarkan inflasi menguat lebih tinggi dari target 2%.
Namun hari ini, Ketua ECB Christine Lagarde dalam konferensi persnya tidak mengeluarkan pernyataan yang mengarah ke sana. Pada Juni, ECB memperkirakan inflasi tahunan bakal mencapai 0,3% pada akhir 2020 atau jauh di bawah target mereka sebesar 2%.
Inflasi diperkirakan bakal naik menjadi 0,8% pada 2021 dan 1,3% pada 2022. Bank sentral ini juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi bakal terkontraksi sebesar 8,7% pada tahun ini, dan baru berbalik menguat sebesar 5,2% dan 3,3% pada 2021 dan 2022.
Dengan mempertahankan suku bunga dan tak berani mematok target inflasi lebih tinggi seperti yang telah dilakukan Federal Reserve (The Fed), ECB kini bertumpu pada program stimulus yang sekarang berjalan sebagai jurus andalan untuk menggulirkan perekonomian Kawasan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking: Inflasi Zona Euro Pecah Rekor Lagi, Capai 9,1%!