Internasional

Kontroversi Putra Mahkota Arab Saudi MBS & Kasus Pembunuhan

Sefti Oktarianisa, CNBC Indonesia
07 August 2020 13:47
FILE PHOTO: Saudi Arabia's Crown Prince Mohammed bin Salman Al Saud is seen during a meeting with U.N Secretary-General Antonio Guterres at the United Nations headquarters in the Manhattan borough of New York City, New York, U.S. March 27, 2018. REUTERS/Amir Levy
Foto: REUTERS/Amir Levy

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemberitaan soal Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) kembali membuat heboh. Kali ini dirinya, disebut berupaya melakukan upaya pembunuhan kepada seorang mantan perwira tinggi intelijen Arab Saudi.

Ditulis AFP, Saad Aljabari mengatakan MBS mengirim regu pembunuh ke Kanada, tempat di mana ia diasingkan. Ia menyebut MBS hendak melenyapkannya.

Dirinya dianggap sebagai ancaman. Apalagi, ia dekat dengan putra mahkota sebelumnya Pangeran Mohammed bin Nayef dan disebut tahu 'rahasia' kelam MBS.

Ini terungkap dalam gugatan yang yang diajukan di pengadilan federal di Washington, Amerika Serikat (AS), Kamis (6/8/2020). Gugatannya bisa dilakukan di AS karena dikategorikan dalam pengaduan "mitra terpercaya pejabat intelijen AS".

Namun sayangnya, belum ada konfrimasi dari pemerintah Arab Saudi.

Lalu siapakah MBS sebenarnya?

Pemilik nama lengkap Mohammed bin Salman bin Abdulaziz bin Abdul Rahman bin Faisal bin Turki bin Abdullah bin Mohammed bin Saud ini lahir di Riyadh pada 31 Agustus 1985 silam.

Ia adalah putra Raja Salman dari pasangan ketiganya, Fahda binti Falah bin Sultan bin Hathleen, yang merupakan seorang cucu dari kepala suku Al Ajman, Rakan bin Hithalayn.

Pangeran MBS adalah si sulung di antara anak-anak ibunya. Saudara kandungnya adalah Turki bin Salman, mantan ketua Kelompok Penelitian dan Pemasaran Arab Saudi dan Khalid bin Salman.

Setelah mendapat gelar sarjana hukum dari King Saud University, Pangeran MBS menikah dengan Princess Sarah bint Mashhoor bin Abdulaziz Al Saud pada 2008 dan dikaruniai empat anak, yakni, Pangeran Salman bin Mohammed, Pangeran Mashhur bin Mohammed, Princess Fahda binti Mohammed, dan Princess Noura binti Mohammed.

Meski baru berusia 34 tahun, ia memegang beberapa posisi penting di kerajaan Arab Saudi. Ia kini menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri (gelar perdana menteri dipegang oleh Raja Salman).

Pangeran MBS juga memegang posisi Menteri Pertahanan Arab Saudi, menjadi orang termuda yang menjabat posisi ini, dan Ketua Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan.



Pada 2017, ia diangkat sebagai putra mahkota setelah Raja Salman memutuskan untuk untuk mengeluarkan Muhammad bin Nayef dari semua posisi, menjadikan Mohammed bin Salman ditunjuk sebagai pewaris takhta kerajaan tersebut.

Ayah dari empat anak ini juga berhasil memimpin beberapa reformasi, seperti peraturan yang membatasi kekuasaan polisi agama, penghapusan larangan terhadap pengemudi perempuan pada 2018, dan melemahkan sistem wali laki-laki pada 2019.

Selain itu, pemerintahan MBS juga berhasil menggelar konser publik Saudi pertama dengan penyanyi wanita, stadion olahraga Saudi pertama yang menerima wanita, dan menambah kuota wanita lebih banyak dalam sebuah pekerjaan.

Program visinya pada 2030 jelas, yakni untuk mendiversifikasi ekonomi Saudi melalui investasi di sektor non-minyak termasuk teknologi dan pariwisata. Maka tak heran jika ia membuka negara itu bagi wisatawan internasional dengan memperkenalkan sistem e-visa, dan memungkinkan visa asing untuk diterapkan dan dikeluarkan melalui Internet.

Terlepas dari pujian atas langkahnya menuju liberalisasi sosial dan ekonomi Arab Saudi, komentator internasional dan kelompok hak asasi manusia telah secara terbuka mengkritik kepemimpinannya.

Pangeran MBS diduga melakukan penyiksaan terhadap aktivis HAM, melakukan pembomannya di Yaman yang menyebabkan 13 juta warga sipil kelaparan, eskalasi krisis diplomatik Qatar, memulai sengketa Lebanon-Arab Saudi, dan memulai pertikaian diplomatik dengan Kanada.

Ia juga melakukan penangkapan anggota keluarga kerajaan Saudi pada bulan November 2017. Bahkan, bertindak secara keras terhadap feminis.

Para pengkritiknya menggambarkan ia sebagai sebagai pemimpin otokratis. Tanpa toleransi untuk perbedaan pendapat terhadapnya atau keluarga kerajaan Saudi.

Pada Juli lalu, ia juga dituding seorang pelapor PBB Agnes Callamard sebagai tersangka utama pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Jurnalis Saudi itu meregang nyawa di Istanbul, Turki, 2018 lalu.

Dalam sebuah wawancara dengan Anadolu, Callamard mengatakan MBS memprovokasi sehingga pembunuhan terjadi. Ini membuatnya menjadi tersangka utama.

"Saya pikir dia adalah tersangka utama," ujarnya sebagaimana dikutip dari media Turki tersebut.

"Dalam hal yang menentukan siapa yang memerintahkan atau yang menghasut pembunuhan. Dia adalah sosoknya. (Namun) secara pribadi, saya tidak memiliki bukti yang menunjuk kepadanya," ujar aktivis perempuan ini lagi.

Ia pun mengatakan Badan Intelijen Amerika Serikat alias CIA mungkin memiliki bukti.





(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kronologi Putra Mahkota Arab MBS Kirim Tim Pembunuh ke Kanada

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular