
Heboh Serikat Pekerja Pertamina Gugat Erick Thohir, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), organisasi yang menaungi 19 serikat pekerja di lingkungan PT Pertamina (Persero), mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir dan PT Pertamina (Persero).
Dalam rilis yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (22/7/2020), FSPPB menilai Erick dan Direksi Pertamina telah mengeluarkan keputusan sepihak yang bukan saja merugikan pekerja, tetapi juga melakukan peralihan aset dan keuangan negara yang dikelola Pertamina.
Gugatan Perbuatan Melawan Hukum itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Pendaftaran Online (e-court), Senin (20/7/2020), Pukul 13.00 Wib. FSPPB menunjuk Firma Hukum Sihaloho & Co sebagai kuasa hukum.
Kepala Bidang Media FSPPB Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, pada Juni 2020 lalu, Erick menerbitkan keputusan tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Direksi Pertamina. Hal itu diikuti dengan Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina tentang Struktur Organisasi Dasar Pertamina (Persero), yang ditandai dengan pembentukan lima Subholding Pertamina.
Menurut Marcellus, sebagai perwakilan seluruh Serikat Pekerja di lingkungan Pertamina, FSPPB tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Padahal, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan perubahan bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas wajib memperhatikan kepentingan karyawan, yang diwakili Serikat Pekerja, sebagaimana diatur hukum dan perundangan-undangan.
Pengurus Bidang Hubungan Industrial dan Hukum FSPPB Dedi Ismanto mengatakan, keputusan Erick dan Direktur Utama Pertamina di atas, tidak hanya merugikan pekerja karena jabatan, hak, kewajiban dan status kepegawaian yang berubah. Keputusan itu juga mengakibatkan peralihan keuangan dan aset-aset negara, yang sebelumnya dikuasai Pertamina (Persero) berubah kedudukannya menjadi dikuasai anak-anak perusahaan Pertamina (Subholding).
"Dan yang sangat mengkhawatirkan adalah, anak-anak perusahaan Pertamina itu akan diprivatisasi atau denasionalisasi dalam waktu dekat ini," ujar Dedi.
![]() |
Ia menjelaskan, jika semua skenario Erick dan Direktur Utama Pertamina itu berjalan, maka negara akan berbagi kekuasaan dengan swasta, termasuk investor asing, dalam seluruh rantai usaha Pertamina. Mulai dari hulu, pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga pasar keuangan. Dalam hal ini, kedaulatan energi nasional dipertaruhkan.
Kuasa Hukum FSPPB Janses Sihaloho dari Firma Hukum Sihaloho & Co, mengatakan, privatisasi Subholding Pertamina jelas sangat berdampak bagi masyarakat luas. Penentuan harga BBM dan LPG misalnya, tidak lagi akan mempertimbangkan daya beli masyarakat luas.
"Karena status kepemilikannya sudah berubah, kebijakan tidak lagi murni ditentukan negara. Pasti akan dipengaruhi kepentingan pemegang saham lainnya, termasuk investor asing," kata Janses.
Menurut dia, proses privatisasi Subholding Pertamina yang diawali dengan Keputusan Menteri BUMN dan Keputusan Direktur Utama Pertamina tentang Struktur Organisasi Dasar PT. Pertamina (Persero), ditengarai kuat memanfaatkan celah hukum pada pasal 77 UU BUMN. Pasal tersebut secara tegas melarang induk perusahaan BUMN (Perusahaan Persero) tertentu, termasuk Pertamina, untuk diprivatisasi.
Namun, terhadap anak Perusahaan Persero BUMN, pasal itu memiliki makna ambigu dan multi tafsir sehingga membuka peluang untuk diprivatisasi. Karena itu, pada Rabu (15/7) lalu, FSPPB mengajukan uji materil terhadap Pasal 77 UU BUMN ke mahkamah Konstitusi.
FSPPB mengimbau, sekalipun Pasal 77 UU BUMN memiliki celah hukum, sudah seharusnya para pengambil keputusan di negara ini tidak memanfaatkannya untuk swastanisasi BUMN yang mengusai hajat hidup orang banyak.
"Sudah seharusnya kita semua, apalagi pejabat negara, ikut menjaga kedaulatan energi nasional demi anak cucu. Bukan justru memanfaatkan celah-celah hukum demi kepentingan tertentu," kata Marcellus menegaskan.
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menilai gugatan itu keliru. Menurut dia, ada sejumlah kesalahan mendasar dalam gugatan yang dlayangkan oleh FSPPB.
"Itu absurd banget gugatannya. Mereka membicarakan IPO, padahal belum ada IPO, apa yang mau digugat, masa yang mau digugat itu yang akan, kan aneh, akan kok yang digugat, barangnya saja belum ada, kok sudah digugat," ujar Arya dalam keterangannya kepada wartawan hari ini.
Kemudian terkait kepemilikan, Arya bilang kalau aset maupun komponen-komponen lain masih dimiliki Pertamina. Pun dengan aset yang dimiliki anak-anak perusahaan Pertamina.
"Itu bukan hal yang baru ya. Dari dulu sudah namanya aset anak perusahaan kan dimiliki oleh Pertamina. Apakah mereka lupa kalau anak perusahaan Pertamina sangat banyak, lalu anak usaha itu asetnya milik siapa, ya milik Pertamina, bukan milik anak perusahaannya asing, kan anak perusahaan Pertamina sahamnya dimiliki Pertamina," kata Arya.
"Makanya saya bilang absurd, apalagi urusan struktur organisasi dan sebagiannya. Tidak ada karyawan yang dirugikan, apalagi kalau katanya susunan kepengurusan gak ada konsultasi sama pekerja, kan lebih absurd lagi. Emang siapa yang, emang karyawan punya hak menentukan siapa yang direksi," lanjutnya.
Lebih lanjut, Arya menekankan bahwa Pertamina merupakan perusahaan, bukan organisasi. Berbeda dengan organisasi massa.
"Jadi mengada-ada juga. Jadi kita siap aja dengan gugatan mereka karena kita tahu pasti bisa kita kalahkan lah karena absurd dan aneh, lucu juga ya," kata Arya.
Sementara itu, Fajriyah Usman selaku Vice President Corporate Communication Pertamina menjelaskan sebagai BUMN, seluruh kebijakan Pertamina harus mengacu pada arahan pemegang saham dalam hal ini Menteri BUMN yang mewakili pemerintah.
"Dalam menjalankan kebijakan tersebut, manajemen Pertamina senantiasa mempertimbangkan aspek strategis, prosedur, termasuk seluruh aset perusahaan serta pekerja sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," ujar Fajriyah dalam keterangannya hari ini.
Fajriyah menegaskan bahwa restrukturisasi Pertamina telah sesuai dengan keputusan pemegang saham sebagaimana yang tertuang dalam Buku Putih dan Roadmap Transformasi BUMN. Selain itu, dia memastikan bahwa proses dijalankan secara prudent serta professional, sejalan dengan undang-undang maupun regulasi yang ada.
Bahkan, dengan langkah tersebut, pemerintah berharap Pertamina dapat mengembangkan bisnis dengan lebih agresif sehingga dapat meningkatkan kontribusi perseroan ke pemerintah.
"Saat ini Pertamina fokus menyukseskan restrukturisasi untuk dapat meningkatkan kinerja operasional maupun finansial," kata Fajriyah.
Adapun, terkait dengan pekerja, menurut dia, Pertamina memaksimalkan pemberdayaan pekerja dengan memastikan status ke-karyawanan seluruh pekerja Pertamina tetap sama dengan perlindungan terhadap hubungan kerja serta hak-hak normatif pekerja, seperti ketentuan perusahaan di mana pun mereka ditugaskan, baik di induk usaha (holding) maupun (sub-holding).
"Pertamina memastikan seluruh proses bisnis Pertamina berjalan baik, guna memastikan layanan kepada publik tetap berjalan. Manajemen dan pekerja juga tetap fokus untuk bekerja dan melakukan inovasi untuk menghadapi tantangan ke depan dan mewujudkan inovasi membanggakan dan target achievement seperti Fortune 100 dan Green Energy," ujar Fajriyah.
(miq/dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Milenial Bakal Pimpin BUMN