Round Up

Warning Jokowi Hingga Sri Mulyani Soal Krisis Ekonomi, Simak!

Muhammad Choirul Anwar & Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
05 July 2020 07:40
Presiden RI Jokowi (Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Joko Widodo (Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 telah menimbulkan krisis di berbagai negara, termasuk Indonesia. Tidak hanya krisis kesehatan semata, melainkan juga krisis ekonomi.

Dalam sejumlah kesempatan, Presiden Joko Widodo berbicara mengenai kedua krisis yang dialami Indonesia. Terbaru, hal tersebut disampaikan Jokowi saat memberikan pengarahan untuk penanganan Covid-19 terintegrasi di Provinsi Jawa Tengah, Semarang, yang disiarkan melalui Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (30/6/2020).

"Saya titip yang kita hadapi ini bukan urusan krisis kesehatan saja, tapi juga masalah ekonomi. Krisis ekonomi," kata Jokowi.

Ia menjelaskan soal krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini. Menurut Jokowi, suplai barang dan produksi sudah mulai terganggu. Hal itu pada akhirnya membuat aktivitas perekonomian lumpuh total.

"Pada kuartal pertama kita masih bisa tumbuh keadaan normal di atas normal. Tapi kuartal I kemarin kita (ekonomi) tumbuh 2,97%. Tapi di kuartal II kita sangat khawatir kita sudah berada pada posisi minus pertumbuhan ekonomi kita," ujarnya.

Eks Wali Kota Solo itu lantas menjelaksan konsep rem dan gas dalam upaya mengendalikan Covid-19 sekaligus menjaga perekonomian. Menurutnya, kedua hal tersebut mau tidak mau harus dilakukan.


"Ekonomi bagus tapi Covid-19 naik. Bukan itu yang kita inginkan. Covid-19 terkendali, tapi ekonomi juga tidak menganggu kesejahteraan masyarakat. Tapi ini bukan barang yang mudah. Semua negara alami," kata Jokowi.

"Oleh sebab itu, kalau kita bisa atur dan kelola gas dan rem antara Covid-19, antara kesehatan dan ekonomi, inilah yang kita harapkan. Dan ini menjadi tanggung jawab kita semua," lanjutnya.



Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun berbicara perihal krisis yang terjadi saat ini. Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam peluncuran buku berjudul Terobosan Baru Atas Perlambatan Ekonomi, Sabtu (4/7/2020).

Ia bilang, sebelum pandemi Covid-19 menerjang, pemerintah sedang sibuk menggencarkan revolusi industri 4.0.

"Waktu saya kembali semua orang excited untuk berbicara tentang ekonomi digital, digitalisasi, transformasi terhadap artificial intelligent. Kita sedang sibuk untuk membangun pilar-pilar SDM-nya harus diperbaiki, lingkungan investasi harus dipermudah, kebijakan perdagangan harus kompetitif, produktivitas harus naik, infrastruktur harus dikejar," kata Sri Mulyani.

Namun lagi-lagi semua kesibukan tersebut dikejutkan dengan munculnya pandemi Covid-19. Praktis, kebijakan fiskal juga mau tak mau mengalami perubahan. Apalagi, situasi pandemi seperti saat ini menurutnya belum ada contohnya di masa sebelumnya. Pun demikian mengenai skema penentuan kebijakan fiskal yang terbaik.

"Even dengan pengalaman yang banyak pun kita akan dihadapkan dengan tantangan-tantangan yang kadang-kadang tidak pernah ada presedennya," kata Sri Mulyani.

"Covid-19 bisa dikatakan extraordinary dan unprecedented [belum pernah terjadi sebelumnya]. Karena presedennya adalah 100 tahun yang lalu. Dan saya enggak tahu kebijakan fiskal 100 tahun yang lalu. Yang jelas Indonesia 100 tahun yang lalu masih dalam penjajahan Belanda," lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Soal Covid-19 di 2020: WHO Bingung, Kita Juga Bingung!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular