Ramai-ramai Warga Tolak Rapid Test Covid-19, Ada Apa?

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
19 June 2020 17:05
A scientist presents an antibody test for coronavirus in a laboratory of the Leibniz Institute of Photonic Technology (Leibniz IPHT) at the InfectoGnostics research campus in Jena, Germany, Friday, April 3, 2020. An international team of researchers with the participation of the Jena Leibniz Institute of Photonic Technology (Leibniz IPHT) has developed a rapid antibody test for the new coronavirus. By means of a blood sample, the test shows within ten minutes whether a person is acutely infected with the SARS-CoV-2 virus (IgM antibody) or already immune to it (IgG antibody). The strip test is manufactured by the diagnostics company Senova in Weimar and is already on the market. For most people, the new coronavirus causes only mild or moderate symptoms, such as fever and cough. For some, especially older adults and people with existing health problems, it can cause more severe illness, including pneumonia. (AP Photo/Jens Meyer)
Foto: Ilustrasi alat rapid test (AP/Jens Meyer)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa waktu belakangan ramai diberitakan penolakan rapid test Covid-19 oleh masyarakat. Salah satu kasus ada di Kota Serang, Banten. Seperti dikutip detik.com, penolakan itu dilakukan oleh para ulama.

Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengatakan, warga Banten memiliki kekhawatiran terkait hal itu.

"Bukan karena ketidaktahuan rapid test, tapi lebih ke faktor, mereka khawatir kalau hasilnya positif beban psikis, terpisah dari keluarga, karantina," ujarnya saat video conference di Jakarta, Jumat (19/6/2020).

Padahal, pemerintah provinsi Banten sudah menyiapkan 1% atau sekitar 120 ribu alat rapid test untuk pelaksanaan tersebut. Adapun jumlah penduduk Banten sendiri sebanyak 12 juta jiwa.

Menurut Andika, sudah dilakukan pendekatan personal agar momok menakutkan rapid test tidak berulang. Bahkan, telah dilakukan sosialisasi di lingkup pondok pesantren dengan koordinasi yang dilakukan ke pihak terkait.



"Setelah masyarakat menolak langsung sosialisasi, sudah memberikan pemahaman, step by step rapid test," ujarnya lagi.

Tak hanya faktor psikologis, ketakutan lain adalah soal biaya. Menurut Andika, masyarakat takut akan dipungut sejumlah uang ketika melakukan test cepat ini.

"Jangan takut, kan gratis. Karena ini untuk bisa melihat (kondisi) masyarakat di Banten," katanya menambahkan.

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Prof. Wiku Adisasmito mengatakan, test cepat adalah screening untuk mengetahui apakah yang bersangkutan terjangkit Covid-19.

"Seandainya hasilnya negatif 7-10 hari lagi harus diulang. Kalau positif akan dites lagi dengan PCR, memastikan betulan sakit atau tidak," ujarnya.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular