
Lagi-lagi Jokowi Digugat ke MA Gegara Naikkan Iuran BPJS
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
20 May 2020 14:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Rangkaian gugatan terhadap Presiden Joko Widodo terkait penerbitan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang berisi kenaikan iuranĀ BPJS Kesehatan bertambah.
Setelah Kantor Advokat Sholeh & Partner mengajukan pendaftaran gugatan uji materi oleh Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (15/5/2020), kini giliran Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI.
Diketahui, dulu KCPDI dulu pernah menggugat kenaikan BPJS Kesehatan pada 2019 lalu. Gugatan itu lantas dikabulkan oleh MA sehingga iuran kembali ke tarif semula.
"Setelah kami melakukan kontemplasi untuk menemukan pencerahan bagi kepentingan KPCDI pada khususnya dan Rakyat Indonesia pada umumnya, akhirnya kami harus kembali mendaftarkan hak uji materiil Perpres No. 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan ke MA, Jakpus pada hari Rabu tanggal 20 Mei 2020," ujar kuasa hukum KPCDI, Rusdianto Matulatuwa lewat keterangan tertulis, Rabu (20/5/2020).
Kali ini, KPCDI menilai keputusan Jokowi yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan keliru dan tidak memikirkan empati masyarakat, terutama kalangan yang terdampak virus corona (Covid-19). KPCDI juga menganggap kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang BPJS.
"Saat ini kan terjadi gelombang PHK besar-besaran, tingkat pengangguran juga naik. Daya beli masyarakat juga turun. Harusnya pemerintah mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi warganya, bukan malah menaikkan iuran secara ugal-ugalan," kata Rusdianto.
Rusdianto juga mengingatkan pemerintah agar memperhatikan putusan uji materi Mahkamah Agung pada 2019 lalu. Kala itu, MA menganggap masalah defisit anggaran BPJS Kesehatan adalah akibat dari tata kelola manajemen.
"Perbaiki dulu internal manajemen mereka, kualitas layanan, barulah kita berbicara angka iuran. Karena meski iuran naik tiap tahun, kami pastikan akan tetap defisit selama tidak memperbaiki tata kelola manajemen," kata Rusdianto.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditetapkan lewat Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu diteken Jokowi pada 5 Mei lalu.
Rencananya, tarif kepesertaan Mandiri kelas III akan naik dari Rp25.500 per peserta per bulan menjadi Rp35 ribu per peserta per bulan atau 37,25 persen pada 2021 dan seterusnya.
Lalu, tarif Mandiri kelas II akan naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu per peserta per bulan dan Mandiri kelas I dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu per peserta per bulan mulai Juli 2020.
Seperti dilaporkan cnbcindonesia.com, Kantor Advokat Sholeh & Partner mengajukan pendaftaran gugatan uji materi oleh MA melalui Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (15/5/20).
Advokat dari Kantor Advokat Sholeh & Partner, Muhammad Sholeh, optimistis gugatannya kembali dikabulkan oleh MA. Sebelumnya, dia juga turut serta dalam gugatan uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang dikabulkan MA.
"Kita ini untuk kedua kali menguji Perpres. Yang pertama kan 75 yang sudah dikabulkan oleh MA. Karena tiba-tiba Presiden mengeluarkan Perpres 64 yang substansi isinya sama, maka kita gugat lagi," kata Cak Sholeh kepada CNBC Indonesia usai mendaftarkan gugatan itu.
Secara spesifik, uji materi diajukan terkait pasal Pasal 34 ayat 1 sampai ayat 9 yang mengatur terkait kenaikan Iuran BPJS. Dia menegaskan bahwa pasal tersebut tetap akan memberatkan masyarakat
"Meskipun kelas 3 untuk tahun ini tidak ada kenaikan, tetapi karena itu juga diatur tahun depan mengalami kenaikan, toh itu tetap merugikan masyarakat. Kelas 2 naik, kelas 1 juga naik. Yang mulai 1 Juli," tandasnya.
Dia berharap MA kembali mengabulkan gugatannya mengingat sudah ada putusan sebelum yang sudah dikabulkan. Dia menyebut, sebelumnya MA memenangkan gugatannya karena ada argumentasi yang kuat.
"Argumentasi kenapa kita dimenangkan oleh MA, sebab situasi masyarakat masih susah, kondisi ekonominya tidak menentu, sehingga ketika iuran BPJS dinaikkan maka akan membebani masyarakat. Itu padahal belum ada corona, apalagi sekarang lagi musim corona, tentu pertimbangan MA tetap akan sama bahwa ini tidak layak untuk dinaikkan," katanya.
Sebelumnya, pemerintah mengaku siap jika Perpres No. 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan kembali digugat di MA.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, pemerintah siap menjalani proses hukum apabila ada masyarakat yang kembali melakukan gugatan terhadap Perpres 64/2020 ke Mahkamah Agung.
"Kalau ada judical review, kami siap untuk mengikuti proses hukum yang sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku," ujarnya melalui video conference, Kamis (14/5/2020).
(miq/dru) Next Article Hot News: PPKM Darurat Hingga Perubahan Iuran BPJS Kesehatan
Setelah Kantor Advokat Sholeh & Partner mengajukan pendaftaran gugatan uji materi oleh Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (15/5/2020), kini giliran Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI.
Diketahui, dulu KCPDI dulu pernah menggugat kenaikan BPJS Kesehatan pada 2019 lalu. Gugatan itu lantas dikabulkan oleh MA sehingga iuran kembali ke tarif semula.
Kali ini, KPCDI menilai keputusan Jokowi yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan keliru dan tidak memikirkan empati masyarakat, terutama kalangan yang terdampak virus corona (Covid-19). KPCDI juga menganggap kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang BPJS.
"Saat ini kan terjadi gelombang PHK besar-besaran, tingkat pengangguran juga naik. Daya beli masyarakat juga turun. Harusnya pemerintah mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi warganya, bukan malah menaikkan iuran secara ugal-ugalan," kata Rusdianto.
Rusdianto juga mengingatkan pemerintah agar memperhatikan putusan uji materi Mahkamah Agung pada 2019 lalu. Kala itu, MA menganggap masalah defisit anggaran BPJS Kesehatan adalah akibat dari tata kelola manajemen.
"Perbaiki dulu internal manajemen mereka, kualitas layanan, barulah kita berbicara angka iuran. Karena meski iuran naik tiap tahun, kami pastikan akan tetap defisit selama tidak memperbaiki tata kelola manajemen," kata Rusdianto.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditetapkan lewat Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu diteken Jokowi pada 5 Mei lalu.
Rencananya, tarif kepesertaan Mandiri kelas III akan naik dari Rp25.500 per peserta per bulan menjadi Rp35 ribu per peserta per bulan atau 37,25 persen pada 2021 dan seterusnya.
Lalu, tarif Mandiri kelas II akan naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu per peserta per bulan dan Mandiri kelas I dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu per peserta per bulan mulai Juli 2020.
Seperti dilaporkan cnbcindonesia.com, Kantor Advokat Sholeh & Partner mengajukan pendaftaran gugatan uji materi oleh MA melalui Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (15/5/20).
Advokat dari Kantor Advokat Sholeh & Partner, Muhammad Sholeh, optimistis gugatannya kembali dikabulkan oleh MA. Sebelumnya, dia juga turut serta dalam gugatan uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang dikabulkan MA.
"Kita ini untuk kedua kali menguji Perpres. Yang pertama kan 75 yang sudah dikabulkan oleh MA. Karena tiba-tiba Presiden mengeluarkan Perpres 64 yang substansi isinya sama, maka kita gugat lagi," kata Cak Sholeh kepada CNBC Indonesia usai mendaftarkan gugatan itu.
Secara spesifik, uji materi diajukan terkait pasal Pasal 34 ayat 1 sampai ayat 9 yang mengatur terkait kenaikan Iuran BPJS. Dia menegaskan bahwa pasal tersebut tetap akan memberatkan masyarakat
"Meskipun kelas 3 untuk tahun ini tidak ada kenaikan, tetapi karena itu juga diatur tahun depan mengalami kenaikan, toh itu tetap merugikan masyarakat. Kelas 2 naik, kelas 1 juga naik. Yang mulai 1 Juli," tandasnya.
Dia berharap MA kembali mengabulkan gugatannya mengingat sudah ada putusan sebelum yang sudah dikabulkan. Dia menyebut, sebelumnya MA memenangkan gugatannya karena ada argumentasi yang kuat.
"Argumentasi kenapa kita dimenangkan oleh MA, sebab situasi masyarakat masih susah, kondisi ekonominya tidak menentu, sehingga ketika iuran BPJS dinaikkan maka akan membebani masyarakat. Itu padahal belum ada corona, apalagi sekarang lagi musim corona, tentu pertimbangan MA tetap akan sama bahwa ini tidak layak untuk dinaikkan," katanya.
Sebelumnya, pemerintah mengaku siap jika Perpres No. 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan kembali digugat di MA.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, pemerintah siap menjalani proses hukum apabila ada masyarakat yang kembali melakukan gugatan terhadap Perpres 64/2020 ke Mahkamah Agung.
"Kalau ada judical review, kami siap untuk mengikuti proses hukum yang sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku," ujarnya melalui video conference, Kamis (14/5/2020).
(miq/dru) Next Article Hot News: PPKM Darurat Hingga Perubahan Iuran BPJS Kesehatan
Most Popular