
Guru Besar IPB Kritik Cetak Sawah: Lebih Baik Subsidi Petani!
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
15 May 2020 18:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana pemerintah yang mewacanakan untuk membuka ratusan ribu hektare lahan sawah baru via program cetakĀ sawah dinilai terlalu ambisius. Apalagi jika melihat sejarah kegagalan proyek food estate di Indonesia.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyarankan sebaiknya pemerintah lebih fokus memanfaatkan lahan yang sudah ada dibanding membuka lahan baru. Sebab, lahan yang ada saat ini pun belum maksimal tergarap.
"Justu paling penting tanah-tanah pertanian yang sudah ada diintensifkan produktivitasnya. Rata-rata masih jauh dibawah produksi potensialnya. Jadi lebih baik konsentrasi ke sana," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (15/5/2020).
Menurut Dwi, jika tujuan pemerintah adalah menyediakan beras dan menghindari defisit pangan, maka memaksimalkan lahan yang sudah ada merupakan langkah paling realistis. Ia yakin angka produktivitas sawah saat ini masih bisa ditingkatkan.
"Bisa 20-25%, masih memungkinkan dari sekarang, sangat memungkinkan," ujar Dwi.
Karena itu, Dwi mengatakan ketimbang menghabiskan anggaran untuk membuka lahan baru, dengan resiko yang juga sangat besar untuk kembali gagal, maka lebih baik dananya dialihkan untuk subsidi petani. Ia menerangkan, minimnya bantuan pemerintah saat ini membuat petani sulit meningkatkan produksinya meski hanya 1%. Karenanya, dalam empat tahun terakhir angkanya justru selalu menurun.
"Bahkan produksi padi selama 19 tahun terakhir praktis nggak bergerak. Antara 2001-2019, hampir sama aja tingkat produksinya," kata Dwi.
"Inisiatifnya bukan di pemerintah (cetak sawah), tapi inisatif petani dengan libatkan jaringan petani. Bukan berarti pemerintah cetak (sawah) udah gitu ditinggalin. Jadi lebih baik kerja sama dengan jaringan petani yang ada. Jaringan petani progresif," lanjutnya.
Di tengah pandemi Covid-19, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan jajaran menterinya untuk mencetak sawah baru di sejumlah wilayah Indonesia. Hal tersebut dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers usai rapat terbatas bersama kepala negara melalui video conference, Rabu (13/5/2020).
"Dari hasil rapat, potensi yang dikembangkan bisa di atas 255 ribu hektare di lahan Hamparan, Kalimantan Tengah," kata Airlangga.
Ia mengemukakan wilayah tersebut memiliki potensi yang bisa digunakan seluas 164.598 hektare. Dari jumlah tersebut, ada beberapa wilayah yang sudah memiliki jaringan irigasi hingga yang sudah ditanami padi.
"Ada potensi ekstentifikasi sebesar 79.142 hektare. Potensi keseluruhan ini akan dipelajari tiga minggu ke depan, di mana akan dilakukan kajian lingkungan hidup strategis," kata Airlangga.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan Kementan telah siap untuk melakukan penanganan khususnya di lahan pengembangan rawa gambut di lahan tersebut.
"Sambil menunggu pematangan lahan seperti rencana pak menko atas perintah presiden untuk lahan di atas 250 ribu hektare hingga 300 ribu hektare," ujarnya.
(miq/miq) Next Article Jokowi Sebar BLT Rp 600.000 Selama 3 Bulan ke 2,4 Juta Petani
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyarankan sebaiknya pemerintah lebih fokus memanfaatkan lahan yang sudah ada dibanding membuka lahan baru. Sebab, lahan yang ada saat ini pun belum maksimal tergarap.
"Justu paling penting tanah-tanah pertanian yang sudah ada diintensifkan produktivitasnya. Rata-rata masih jauh dibawah produksi potensialnya. Jadi lebih baik konsentrasi ke sana," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (15/5/2020).
"Bisa 20-25%, masih memungkinkan dari sekarang, sangat memungkinkan," ujar Dwi.
Karena itu, Dwi mengatakan ketimbang menghabiskan anggaran untuk membuka lahan baru, dengan resiko yang juga sangat besar untuk kembali gagal, maka lebih baik dananya dialihkan untuk subsidi petani. Ia menerangkan, minimnya bantuan pemerintah saat ini membuat petani sulit meningkatkan produksinya meski hanya 1%. Karenanya, dalam empat tahun terakhir angkanya justru selalu menurun.
"Bahkan produksi padi selama 19 tahun terakhir praktis nggak bergerak. Antara 2001-2019, hampir sama aja tingkat produksinya," kata Dwi.
"Inisiatifnya bukan di pemerintah (cetak sawah), tapi inisatif petani dengan libatkan jaringan petani. Bukan berarti pemerintah cetak (sawah) udah gitu ditinggalin. Jadi lebih baik kerja sama dengan jaringan petani yang ada. Jaringan petani progresif," lanjutnya.
Di tengah pandemi Covid-19, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan jajaran menterinya untuk mencetak sawah baru di sejumlah wilayah Indonesia. Hal tersebut dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers usai rapat terbatas bersama kepala negara melalui video conference, Rabu (13/5/2020).
"Dari hasil rapat, potensi yang dikembangkan bisa di atas 255 ribu hektare di lahan Hamparan, Kalimantan Tengah," kata Airlangga.
Ia mengemukakan wilayah tersebut memiliki potensi yang bisa digunakan seluas 164.598 hektare. Dari jumlah tersebut, ada beberapa wilayah yang sudah memiliki jaringan irigasi hingga yang sudah ditanami padi.
"Ada potensi ekstentifikasi sebesar 79.142 hektare. Potensi keseluruhan ini akan dipelajari tiga minggu ke depan, di mana akan dilakukan kajian lingkungan hidup strategis," kata Airlangga.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan Kementan telah siap untuk melakukan penanganan khususnya di lahan pengembangan rawa gambut di lahan tersebut.
"Sambil menunggu pematangan lahan seperti rencana pak menko atas perintah presiden untuk lahan di atas 250 ribu hektare hingga 300 ribu hektare," ujarnya.
(miq/miq) Next Article Jokowi Sebar BLT Rp 600.000 Selama 3 Bulan ke 2,4 Juta Petani
Most Popular