Kisah Relawan Medis Covid-19: Pantang Pulang Sebelum Menang!

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
01 May 2020 14:30
Relawan Tenaga Medis Covid-19. Ist
Foto: Muhammad Agit, salah satu relawan tenaga medis di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Jakarta (dokumentasi pribadi)
Jakarta, CNBC Indonesia - Relawan medis yang berjuang merawat pasienĀ Covid-19 kerap dianggap sebagai garda terdepan. Tidak jarang, mereka rela meninggalkan rumah untuk merawat pasien yang jumlahnya terus meningkat setiap hari.

Salah satu di antaranya berasal dari Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kabupaten Kolaka Utara. Perawat bernama Muhammad Agit L ini bertolak dari rumahnya di Kolaka Utara dan mulai mengemban tugas di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet sejak 5 April 2020.

"Awalnya saya berdomisili di Makassar, bekerja di Puskesmas antara kota Makassar," ujarnya mengawali kisah kepada CNBC Indonesia, Kamis (30/4/2020).

Setelah mendaftar melalui proses online, dua minggu kemudian dia berangkat ke Jakarta. Sebelum tugas perdana pada 5 April 2020, Agit harus melakukan serangkaian tes wajib bagi para tenaga medis.

"Awalnya sih cek darah di Prodia. Setelah di Prodia diarahkan ke Wisma Atlet untuk foto thorax. Kami diarahkan juga untuk rapid test. Setelah hasilnya keluar, barulah kami dibuatkan SK untuk penugasan," katanya lagi.

Awalnya dia bertugas di ruang perawatan. Saat itu, di ruang perawatan tempat dia bertugas ada sekitar 60 pasien yang dirawat dan positif terpapar virus corona. Menurut Agit, pasien di ruangan ini dalam kondisi baik.

"Kalau saya melihat keadaan orang-orang yang terkena virus corona, mereka baik-baik saja, kecuali mereka punya penyakit bawaan," ujarnya.

Relawan Tenaga Medis Covid-19. IstFoto: Muhammad Agit, salah seorang relawan yang bertugas di RS Darurat Covid-19 di Wisma Atlet, Jakarta (dokumentasi pribadi).


Rata-rata pasien di ruang perawatan bisa melakukan semuanya secara pribadi. Bahkan, mereka tidak harus diinfus seperti umumnya pasien yang sedang dalam perawatan di rumah sakit.

"Semua pasien di ruang perawatan, mandiri. Kalau di ruang perawatan nggak diinfus, pengobatan lewat oral. Untuk hiburan ada televisi. Kadang juga ada sumber suara, musik-musik jam 9 pagi kemudian sore," kisahnya.

Namun, dia tak lama bertugas di ruang perawatan. Sebab, beberapa hari kemudian dia bertugas di ruang High Care Unit (HCU). Menurut Agit, baik di ruang perawatan atau di HCU harus menggunakan APD lengkap.



Dia bercerita, bagaimana sulitnya menjalani hari-hari terlebih saat datangnya bulan Ramadan. Tugas jaga mengalami perubahan saat Ramadan. Di mana jadwal pertama mulai pukul 03.00 dini hari sampai 11.00, shift kedua pada 11.00 sampai 19.00, dan shift terakhir 19.00 sampai 03.00 WIB.

"Untuk shift pagi, sahur harus lebih cepat. Kami juga tak bisa berbuka puasa tepat waktu karena benar-benar tidak bisa membuka APD," kata Agit.

Manusiawi jika dirinya merasa lelah karena puasa yang dijalani. Apalagi ditambah dengan harus menggunakan APD lengkap, yang digambarkan "rasa sesak bukan main". Dia juga mengatakan bagaimana jika ingin ke kamar kecil.

"Kami pakai pampers pada saat bertugas. Karena APD tidak bisa dilepas. Takut virus masuk," imbuhnya.

Meski berat dan jauh dari keluarga, Agit tak menyerah. Bahkan, dia berencana memperpanjang masa tugas yang akan segera berakhir 5 Mei nanti. Setelah karantina 14 hari, Agit akan kembali menjalani tugasnya sebagai perawat.

"Pantang pulang sebelum menang. Saya sudah niat NKRI harga mati," serunya.

Dia berpesan kepada masyarakat jangan terlalu memelihara rasa takut yang berlebihan. Namun jangan lupa juga untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Yang paling penting, batasi aktivitas di luar rumah.

"Jangan dulu sering-sering berkeliaran di luar sana. Pada saat mau makan, melakukan aktivitas sesudah aktivitas, jangan menyentuh muka sebelum cuci tangan," pungkasnya.

[Gambas:Video CNBC]





(miq/miq) Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular