
BLT Jadi Amunisi RI untuk Perang Lawan Corona, Serius Cukup?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 April 2020 14:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia persilatan Tanah Air sedang kedatangan musuh tak kasat mata bernama virus corona yang mengancam nyawa setiap kepala manusia. Kesaktiannya bisa membuat roda ekonomi berhenti berputar.
Virus corona tengah mengintai di setiap sudut jalanan di berbagai kota di Tanah Air. Jumlah kasus infeksi corona di dalam negeri terus bertambah. Tidak kira-kira sehari tambah 300 orang positif corona. Angka ini lebih besar dari laju pertambahan pekan lalu yang berada di kisaran 100 kasus per hari.
Guna menekan transmisi virus yang makin menyebar luas, episentrum wabah seperti Jabodetabek mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk dua pekan ke depan.
Seharusnya, jalan-jalan akan jadi sepi lantaran orang-orang akan tinggal di dalam rumah dan tak keluar kecuali memiliki urgensi tinggi. Jika ini terjadi maka gerak roda ekonomi Indonesia akan makin seret.
Di tengah pandemi, pemerintah telah merelakan defisit anggaran melebar. Dalam APBN Perubahan 2020, defisit anggaran dipatok di angka minus 5,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Melebar dari batas ketetapan awal 3% PDB dan defisit anggaran tahun lalu sebesar 1,76% PDB.
Pemerintah memang tak punya jalan lain. Hal tersebut harus dilakukan lantaran pendapatan dari perpajakan akan tergerus signifikan. Di sisi lain pengeluaran pemerintah untuk berbagai program jaringan pengaman sosial juga membengkak.
Pemerintah tak tinggal diam. Sejak corona mulai terlihat makin perkasa dan mengobrak-abrik ekonomi China, pemerintah RI sudah ambil jurus ancang-ancang dengan paket kebijakan ekonomi jilid I senilai Rp 10 triliun.
Anggaran sebesar Rp 10 triliun tersebut dialokasikan untuk insentif di sektor pariwisata, menjaga daya beli masyarakat lewat kartu sembako, mendorong roda perekonomian lewat subsidi KPR untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Kala corona makin buas dan menyerang seluruh penjuru dunia, pemerintah akhirnya meracik jamu yang kedua. Kali ini berfokus pada relaksasi pajak. Mulai dari relaksasi PPh 21 untuk pekerja di sektor manufaktur, PPh untuk ekspor-impor dan percepatan restitusi PPN.
Hingga akhirnya, jumlah kasus corona di dalam negeri pun melonjak signifikan. Mau tak mau jamu racikan yang ketiga juga dikeluarkan. Tak tanggung-tanggung, pemerintah tebar stimulus sebesar Rp 405,1 triliun.
Jatah anggaran kesehatan sebesar Rp 75 triliun, untuk kelonggaran pajak sebesar Rp 71 triliun, dana untuk program jaring pengaman sosial RP 110 triliun dan sisanya Rp 150 triliun untuk paket pemulihan ekonomi.
Virus corona tengah mengintai di setiap sudut jalanan di berbagai kota di Tanah Air. Jumlah kasus infeksi corona di dalam negeri terus bertambah. Tidak kira-kira sehari tambah 300 orang positif corona. Angka ini lebih besar dari laju pertambahan pekan lalu yang berada di kisaran 100 kasus per hari.
Guna menekan transmisi virus yang makin menyebar luas, episentrum wabah seperti Jabodetabek mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk dua pekan ke depan.
Di tengah pandemi, pemerintah telah merelakan defisit anggaran melebar. Dalam APBN Perubahan 2020, defisit anggaran dipatok di angka minus 5,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Melebar dari batas ketetapan awal 3% PDB dan defisit anggaran tahun lalu sebesar 1,76% PDB.
Pemerintah memang tak punya jalan lain. Hal tersebut harus dilakukan lantaran pendapatan dari perpajakan akan tergerus signifikan. Di sisi lain pengeluaran pemerintah untuk berbagai program jaringan pengaman sosial juga membengkak.
Pemerintah tak tinggal diam. Sejak corona mulai terlihat makin perkasa dan mengobrak-abrik ekonomi China, pemerintah RI sudah ambil jurus ancang-ancang dengan paket kebijakan ekonomi jilid I senilai Rp 10 triliun.
Anggaran sebesar Rp 10 triliun tersebut dialokasikan untuk insentif di sektor pariwisata, menjaga daya beli masyarakat lewat kartu sembako, mendorong roda perekonomian lewat subsidi KPR untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Kala corona makin buas dan menyerang seluruh penjuru dunia, pemerintah akhirnya meracik jamu yang kedua. Kali ini berfokus pada relaksasi pajak. Mulai dari relaksasi PPh 21 untuk pekerja di sektor manufaktur, PPh untuk ekspor-impor dan percepatan restitusi PPN.
Hingga akhirnya, jumlah kasus corona di dalam negeri pun melonjak signifikan. Mau tak mau jamu racikan yang ketiga juga dikeluarkan. Tak tanggung-tanggung, pemerintah tebar stimulus sebesar Rp 405,1 triliun.
![]() |
Next Page
BLT Cukup?
Pages
Most Popular