
Sudah 514 Positif Corona Pak Jokowi, Belum Perlu Lockdown?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
23 March 2020 09:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah virus corona (Covid-19) secara global kian bertambah. Berdasarkan data Worldmeter, corona telah terpapar di 192 negara dengan satu pelayaran internasional yakni Kapal Pesiar Diamond Princess di Yokohama, Jepang.
Data tersebut menunjukkan bahwa total ada 335.403 kasus yang tersebar di berbagai belahan dunia, dengan pasien meninggal sebanyak 14.661. Sementara itu, pasien sembuh sebanyak 97.636.
Sejumlah negara pun sudah menerapkan kebijakan lockdown untuk mengantisipasi penyebaran lebih lanjut. Terbaru, Kota New York, Amerika Serikat (AS) memtuskan untuk menutup seluruh wilayahnya untuk membendung pandemi virus corona.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia?
Data terbaru pemerintah, jumlah pasien positif corona (Covid-19) di Indonesia semakin hari kian bertambah di mana total pasien yang teridentifikasi terjangkit virus tersebut mencapai 514 kasus, dengan total pasien sembuh menjadi 29 orang dan meninggal 48 orang.
Sejumlah daerah yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia pun sudah mulai menerapkan status tanggap darurat corona, kendati pemerintah pusat belum mengambil kebijakan lockdown terhadap seluruh wilayah.
Pemerintah mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk meminimalisir kegiatan di luar rumah serta melalui kebijakan Work From Home (WFH).
Daerah-daerah tersebut antara lain Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kota Depok, Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta, Pemerintah Provinsi Bogor, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Juru Bicara Pemerintah RI untuk Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan bahwa opsi lockdown untuk memberantas penyebaran virus corona di tanah air terlalu ekstrem. Hal ini yang menjadi dasar Presiden Jokowi tak berpikir pada kebijakan lockdown.
"Di dalam penyakit menular yang kemudian masif, lockdown itu merupakan salah satu alternatif dan ini alternatif paling ekstrem. Oleh karena itu kita tidak akan menuju ke sana karena harus ada alternatif-alternatif yang lebih rasional yang harus kita kerjakan," ujarnya,
Yurianto menerangkan lockdown bukan hanya menutup penyebaran tetapi seluruh kehidupan ditutup, seperti masuknya bahan pokok makanan, bisnis, dan sebagainya.
Sederhana saja, kalau ada pasokan air minum dari luar Jakarta nggak bisa masuk. Pasokan LPG nggak bisa masuk karena betul-betul ditutup. Oleh karena itu bukan pilihan yang terbaik ini adalah yang ekstrem," kata pria yang akrab disapa Yuri.
Menurutnya, untuk saat ini, pilihan untuk mengurangi kemungkinan orang untuk bisa kontak dekat atau yang disebut pembatasan sosial (social distancing) lebih dianjurkan.
Menghindari kerumunan, mengurangi berada ditempat-tempat umum, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah merupakan bentuk dari social distancing.
Yuri berharap bahwa masyarakat di Indonesia mampu melakukan social distancing dengan baik dan ia yakin cara ini dapat berhasil meredam penyebaran virus corona.
Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan melakukan rapid test dengan cakupan skala yang besar untuk deteksi dini pasien yang kemungkinan terpapar virus corona atau COVID-19. Hal ini sukses diterapkan di Korea Selatan (Korsel).
"Segera lakukan rapid test. Tes cepat dengan cakupan yang lebih besar agar deteksi dini, kemungkinan awal seorang terpapar COVID-19 bisa kita lakukan," tegas Jokowi, Kamis (19/3/2002).
Jokowi meminta agar pemeriksaan tersebut bisa diperbanyak di sejumlah tempat untuk melakukan tes yang melibatkan sejumlah pemangku kepentingan terkait, tak terkecuali lembaga riset maupun perguruan tinggi.
"Saya minta rapid test terus diperbanyak dan juga diperbanyak di tempat-tempat untuk melakukan tes dan melibatkan rumah sakit baik pemerintah, milik BUMN, pemerintah daerah, rumah sakit milik TNI, Polri, dan swasta yang mendapatkan rekomendasi Kementerian Kesehatan," jelasnya.
(dru/dru) Next Article Jokowi Soal Covid-19 di 2020: WHO Bingung, Kita Juga Bingung!
Data tersebut menunjukkan bahwa total ada 335.403 kasus yang tersebar di berbagai belahan dunia, dengan pasien meninggal sebanyak 14.661. Sementara itu, pasien sembuh sebanyak 97.636.
Sejumlah negara pun sudah menerapkan kebijakan lockdown untuk mengantisipasi penyebaran lebih lanjut. Terbaru, Kota New York, Amerika Serikat (AS) memtuskan untuk menutup seluruh wilayahnya untuk membendung pandemi virus corona.
Sejumlah daerah yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia pun sudah mulai menerapkan status tanggap darurat corona, kendati pemerintah pusat belum mengambil kebijakan lockdown terhadap seluruh wilayah.
Pemerintah mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk meminimalisir kegiatan di luar rumah serta melalui kebijakan Work From Home (WFH).
Daerah-daerah tersebut antara lain Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kota Depok, Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta, Pemerintah Provinsi Bogor, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Juru Bicara Pemerintah RI untuk Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan bahwa opsi lockdown untuk memberantas penyebaran virus corona di tanah air terlalu ekstrem. Hal ini yang menjadi dasar Presiden Jokowi tak berpikir pada kebijakan lockdown.
"Di dalam penyakit menular yang kemudian masif, lockdown itu merupakan salah satu alternatif dan ini alternatif paling ekstrem. Oleh karena itu kita tidak akan menuju ke sana karena harus ada alternatif-alternatif yang lebih rasional yang harus kita kerjakan," ujarnya,
Yurianto menerangkan lockdown bukan hanya menutup penyebaran tetapi seluruh kehidupan ditutup, seperti masuknya bahan pokok makanan, bisnis, dan sebagainya.
Sederhana saja, kalau ada pasokan air minum dari luar Jakarta nggak bisa masuk. Pasokan LPG nggak bisa masuk karena betul-betul ditutup. Oleh karena itu bukan pilihan yang terbaik ini adalah yang ekstrem," kata pria yang akrab disapa Yuri.
Menurutnya, untuk saat ini, pilihan untuk mengurangi kemungkinan orang untuk bisa kontak dekat atau yang disebut pembatasan sosial (social distancing) lebih dianjurkan.
Menghindari kerumunan, mengurangi berada ditempat-tempat umum, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah merupakan bentuk dari social distancing.
Yuri berharap bahwa masyarakat di Indonesia mampu melakukan social distancing dengan baik dan ia yakin cara ini dapat berhasil meredam penyebaran virus corona.
Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan melakukan rapid test dengan cakupan skala yang besar untuk deteksi dini pasien yang kemungkinan terpapar virus corona atau COVID-19. Hal ini sukses diterapkan di Korea Selatan (Korsel).
"Segera lakukan rapid test. Tes cepat dengan cakupan yang lebih besar agar deteksi dini, kemungkinan awal seorang terpapar COVID-19 bisa kita lakukan," tegas Jokowi, Kamis (19/3/2002).
Jokowi meminta agar pemeriksaan tersebut bisa diperbanyak di sejumlah tempat untuk melakukan tes yang melibatkan sejumlah pemangku kepentingan terkait, tak terkecuali lembaga riset maupun perguruan tinggi.
"Saya minta rapid test terus diperbanyak dan juga diperbanyak di tempat-tempat untuk melakukan tes dan melibatkan rumah sakit baik pemerintah, milik BUMN, pemerintah daerah, rumah sakit milik TNI, Polri, dan swasta yang mendapatkan rekomendasi Kementerian Kesehatan," jelasnya.
(dru/dru) Next Article Jokowi Soal Covid-19 di 2020: WHO Bingung, Kita Juga Bingung!
Most Popular