
Euro Ambles 1% Lebih, Sentuh Terendah dalam 3 Tahun
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 March 2020 22:09

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Nilai tukar euro ambles melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (19/3/2020) hingga mendekati level terlemah dalam 3 tahun terakhir.
Pandemi virus corona (COVID-19) yang menyebar di Eropa membuat banyak negara mengambil kebijakan lockdown, dan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) menggelontorkan stimulus moneter. Dua faktor tersebut membuat kurs euro merosot.
Euro pada perdagangan hari ini ambles 1,73% ke US$ 1,7024 di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak April 2017. Posisi mata uang 19 negara ini sedikit membaik, pada pukul 20:20 WIB berada di level US$ 1,0802 atau melemah 1,08%.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan Eropa kini menjadi episentrum pandemi COVID-19. Italia menjadi negara dengan jumlah kasus COVID- 19, hingga saat ini sebanyak 35.713 kasus, berdasarkan data Johns Hopkins CSSE. Spanyol berada di urutan kedua dengan 18.407 kasus, Jerman 13.093 kasus, dan Perancis 9.058 kasus. Belum lagi negara-negara lainnya.
Italia sudah melakukan lockdown satu negara penuh pada 12 Maret lalu. Kemudian Perancis juga melakukan hal yang sama hari ini, dilakukan selama 15 hari ke depan, tetapi bisa diperpanjang jika memang diperlukan.
Negara lainnya belum melakukan hal yang sama, tetapi mulai membatasi kegiatan warganya.
Lockdown dan pembatasan kegiatan warga tentunya membuat aktivitas ekonomi menurun, dan pertumbuhan ekonomi terancam melambat bahkan hingga berisiko mengalami resesi.
Untuk melindungi perekonomian di zona euro, ECB menggelontorkan stimulus dengan jumlah besar. ECB Rabu kemarin mengumumkan akan menggelontorkan program pembelian aset atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) senilai 50 miliar euro (US$ 820 miliar).
Pada Kamis pekan lalu, juga mengumumkan QE senilai 120 miliar euro (US$ 105,8 miliar) yang akan dilakukan hingga akhir tahun nanti.
Mundur sedikit ke belakang, sebelum virus corona mengganggu perekonomian global ECB juga sudah menggelontorkan stimulus guna meredam pelambatan ekonomi di Benua Biru.
Pada bulan September tahun lalu ECB yang masih dipimpin Mario Draghi memangkas suku bunga deposit facility sebesar 10 bps menjadi -0,5%, sementara main refinancing facility tetap sebesar 0% dan suku bunga pinjaman (lending facility) juga tetap sebesar 0,25%, serta mengaktifkan QE senilai 20 miliar euro per bulan.
Berbagai stimulus tersebut tentunya membuat banjir likuiditas, yang membuat kurs euro merosot melawan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hoi/hoi) Next Article Ternyata Sepakbola Euro 2020 'Dikuasai' China
Pandemi virus corona (COVID-19) yang menyebar di Eropa membuat banyak negara mengambil kebijakan lockdown, dan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) menggelontorkan stimulus moneter. Dua faktor tersebut membuat kurs euro merosot.
Euro pada perdagangan hari ini ambles 1,73% ke US$ 1,7024 di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak April 2017. Posisi mata uang 19 negara ini sedikit membaik, pada pukul 20:20 WIB berada di level US$ 1,0802 atau melemah 1,08%.
Italia sudah melakukan lockdown satu negara penuh pada 12 Maret lalu. Kemudian Perancis juga melakukan hal yang sama hari ini, dilakukan selama 15 hari ke depan, tetapi bisa diperpanjang jika memang diperlukan.
Negara lainnya belum melakukan hal yang sama, tetapi mulai membatasi kegiatan warganya.
Lockdown dan pembatasan kegiatan warga tentunya membuat aktivitas ekonomi menurun, dan pertumbuhan ekonomi terancam melambat bahkan hingga berisiko mengalami resesi.
Untuk melindungi perekonomian di zona euro, ECB menggelontorkan stimulus dengan jumlah besar. ECB Rabu kemarin mengumumkan akan menggelontorkan program pembelian aset atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) senilai 50 miliar euro (US$ 820 miliar).
Pada Kamis pekan lalu, juga mengumumkan QE senilai 120 miliar euro (US$ 105,8 miliar) yang akan dilakukan hingga akhir tahun nanti.
Mundur sedikit ke belakang, sebelum virus corona mengganggu perekonomian global ECB juga sudah menggelontorkan stimulus guna meredam pelambatan ekonomi di Benua Biru.
Pada bulan September tahun lalu ECB yang masih dipimpin Mario Draghi memangkas suku bunga deposit facility sebesar 10 bps menjadi -0,5%, sementara main refinancing facility tetap sebesar 0% dan suku bunga pinjaman (lending facility) juga tetap sebesar 0,25%, serta mengaktifkan QE senilai 20 miliar euro per bulan.
Berbagai stimulus tersebut tentunya membuat banjir likuiditas, yang membuat kurs euro merosot melawan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hoi/hoi) Next Article Ternyata Sepakbola Euro 2020 'Dikuasai' China
Most Popular