
Ahok Batal Jadi Bos Ibu Kota Baru?
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
10 March 2020 06:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo akan segera menunjuk kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara. Dasar hukum penunjukkan sang CEO adalah peraturan presiden (perpres) yang bakal ditandatangani dalam waktu dekat.
Pada Senin (2/3/2020), Jokowi sudah mengumumkan empat kandidat yang bakal menduduki kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara. Mereka adalah Komisaris Utama PT Pertamina (persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok alias BTP, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Tumiyana, dan Bupati Banyuwangi Azwar Anas.
Lalu, siapa yang akan dipilih Jokowi?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan membantah apabila Ahok akan menjadi kepala badan Otorita Ibu Kota Negara.
"Enggaklah, siapa yang bilang? Faisal basri? Dia kan nggak ngerti, apa yang ngerti kan presiden," kata Luhut di kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Senin (9/3/2020) malam.
Saat ditegaskan lagi apakah Ahok yang ditunjuk? Luhut menjawab normatif. "Presiden akan umumkan sebentar lagi."
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengungkapkan, keempat nama itu memiliki peluang yang sama untuk menjadi kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara.
"Semuanya punya kelebihan masing-masing maka semuanya itu ditimbang serius oleh presiden," ujar Donny seperti dilansir detik.com, Senin (9/3/2020).
Khusus untuk Ahok, Donny menyebut ada sejumlah keunggulan. Salah satunya adalah pernah menjadi gubernur DKI Jakarta.
"Punya track record (rekam jejak) dalam mengelola sebuah apa namanya itu ibu kota ya," kata Donny.
Pakar Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah kepada detik.com, Minggu (8/3/2020), menilai kemungkinan besar Ahok yang akan dipilih Jokowi.
Menurut dia, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur membutuhkan sosok yang teruji. Ia tidak hanya sekadar berwacana hingga pandai berkata-kata.
"Jadi orang yang punya pengalaman memimpin ibu kota negara dan ia teruji orangnya punya kompetensi, punya kapabilitas, punya kapasitas untuk memimpin ibu kota negara," ujar Trubus seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (9/3/2020).
Selain Ahok yang pernah menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Trubus menilai kandidat lain belum cocok untuk kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara. Ia mencontohkan Bambang Brodjonegoro yang belum punya pengalaman untuk mengelola kota.
Sementara Azwar Anas, meski menjadi pimpinan daerah, tapi ruang lingkup kepemimpinan tidak sebesar ibu kota negara. Sedangkan Tumiyana lebih menguasai teknis pembangunan di lapangan.
Ekonom senior INDEF Faisal Basri mendukung penuh Ahok memimpin Badan Otorita Ibu Kota Negara.
"Mendukung 110%," ujar Faisal saat ditemui CNBC Indonesia di Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Kendati demikian, bukan berarti nama Ahok 'bersih' dari kritikan. Pekan lalu, alumni Aksi 212 yang menamakan diri Mujahid 212 menolak Ahok sebagai kandidat kuat kepala Badan Otorita IKN.
Dalam keterangan tertulis kepada CNN Indonesia, Kamis (5/3/2020), yang dikutip CNBC Indonesia pada Jumat (5/3/2020), Ketua Muhajid 212 Damai Hari Lubis mengutarakan sederet alasan menolak Ahok sebagai calon pemangku jabatan itu.
"Sebagai calon kepala daerahnya [Ibu Kota Negara] adalah Ahok, maka kami katakan dan nyatakan secara tegas, kami menolak keras Ahok lantaran fakta-fakta pribadi Ahok merupakan seorang jati diri yang memiliki banyak masalah," kata Damai.
Kuasa Hukum Rizieq Shihab itu mengungkit kembali penodaan agama yang dilakukan Ahok pada 2016. Dia menyebut Ahok, yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, tak pantas karena telah menghina umat Islam dengan menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51. Ahok telah menjalani hukuman penjara akibat pernyataan itu. Dia dipenjara di Mako Brimob, Depok, selama dua tahun (dipotong remisi tiga bulan 15 hari).
Selain soal kepribadian, kata Damai, Ahok juga punya beberapa kasus saat menjabat Gubernur DKI Jakarta. Dia mengutip pernyataan pengamat energi Marwan Batubara yang pernah menuding Ahok terlibat korupsi Rumah Sakit Sumber Waras, proyek reklamasi di utara Jakarta, dan Taman BMW.
"Sebelum permasalahan isu korupsi Ahok terselesaikan secara transparan kepada publik, kami nyatakan kami menolak Ahok tidak terbatas CEO IKN, melainkan juga termasuk minta agar Erick Thohir mencopot Ahok dari posisi Komisaris Utama Pertamina," ujar Damai.
(miq/sef) Next Article Ahok Jadi Pimpinan Ibu Kota Baru, Pak Jokowi?
Pada Senin (2/3/2020), Jokowi sudah mengumumkan empat kandidat yang bakal menduduki kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara. Mereka adalah Komisaris Utama PT Pertamina (persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok alias BTP, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Tumiyana, dan Bupati Banyuwangi Azwar Anas.
Lalu, siapa yang akan dipilih Jokowi?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan membantah apabila Ahok akan menjadi kepala badan Otorita Ibu Kota Negara.
Saat ditegaskan lagi apakah Ahok yang ditunjuk? Luhut menjawab normatif. "Presiden akan umumkan sebentar lagi."
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengungkapkan, keempat nama itu memiliki peluang yang sama untuk menjadi kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara.
"Semuanya punya kelebihan masing-masing maka semuanya itu ditimbang serius oleh presiden," ujar Donny seperti dilansir detik.com, Senin (9/3/2020).
Khusus untuk Ahok, Donny menyebut ada sejumlah keunggulan. Salah satunya adalah pernah menjadi gubernur DKI Jakarta.
"Punya track record (rekam jejak) dalam mengelola sebuah apa namanya itu ibu kota ya," kata Donny.
Pakar Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah kepada detik.com, Minggu (8/3/2020), menilai kemungkinan besar Ahok yang akan dipilih Jokowi.
Menurut dia, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur membutuhkan sosok yang teruji. Ia tidak hanya sekadar berwacana hingga pandai berkata-kata.
"Jadi orang yang punya pengalaman memimpin ibu kota negara dan ia teruji orangnya punya kompetensi, punya kapabilitas, punya kapasitas untuk memimpin ibu kota negara," ujar Trubus seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (9/3/2020).
Selain Ahok yang pernah menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Trubus menilai kandidat lain belum cocok untuk kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara. Ia mencontohkan Bambang Brodjonegoro yang belum punya pengalaman untuk mengelola kota.
Sementara Azwar Anas, meski menjadi pimpinan daerah, tapi ruang lingkup kepemimpinan tidak sebesar ibu kota negara. Sedangkan Tumiyana lebih menguasai teknis pembangunan di lapangan.
Ekonom senior INDEF Faisal Basri mendukung penuh Ahok memimpin Badan Otorita Ibu Kota Negara.
"Mendukung 110%," ujar Faisal saat ditemui CNBC Indonesia di Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Kendati demikian, bukan berarti nama Ahok 'bersih' dari kritikan. Pekan lalu, alumni Aksi 212 yang menamakan diri Mujahid 212 menolak Ahok sebagai kandidat kuat kepala Badan Otorita IKN.
Dalam keterangan tertulis kepada CNN Indonesia, Kamis (5/3/2020), yang dikutip CNBC Indonesia pada Jumat (5/3/2020), Ketua Muhajid 212 Damai Hari Lubis mengutarakan sederet alasan menolak Ahok sebagai calon pemangku jabatan itu.
"Sebagai calon kepala daerahnya [Ibu Kota Negara] adalah Ahok, maka kami katakan dan nyatakan secara tegas, kami menolak keras Ahok lantaran fakta-fakta pribadi Ahok merupakan seorang jati diri yang memiliki banyak masalah," kata Damai.
Kuasa Hukum Rizieq Shihab itu mengungkit kembali penodaan agama yang dilakukan Ahok pada 2016. Dia menyebut Ahok, yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, tak pantas karena telah menghina umat Islam dengan menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51. Ahok telah menjalani hukuman penjara akibat pernyataan itu. Dia dipenjara di Mako Brimob, Depok, selama dua tahun (dipotong remisi tiga bulan 15 hari).
Selain soal kepribadian, kata Damai, Ahok juga punya beberapa kasus saat menjabat Gubernur DKI Jakarta. Dia mengutip pernyataan pengamat energi Marwan Batubara yang pernah menuding Ahok terlibat korupsi Rumah Sakit Sumber Waras, proyek reklamasi di utara Jakarta, dan Taman BMW.
"Sebelum permasalahan isu korupsi Ahok terselesaikan secara transparan kepada publik, kami nyatakan kami menolak Ahok tidak terbatas CEO IKN, melainkan juga termasuk minta agar Erick Thohir mencopot Ahok dari posisi Komisaris Utama Pertamina," ujar Damai.
(miq/sef) Next Article Ahok Jadi Pimpinan Ibu Kota Baru, Pak Jokowi?
Most Popular