Aktivitas sejumlah pelaku usaha pengeringan ikan di kampung nelayan Muara Angke, Jakarta Utara, Jumat (7/2/2020). Mereka mulai kelimpungan seiring tingginya intensitas hujan yang kerap mengguyur wilayah setempat. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Kondisi tersebut, diketahui sudah terjadi sejak awal tahun 2020 ini. Hujan yang kerap turun membuat proses pengeringan ikan semakin lama. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Seperti dialami Hasan (47), pemilik usaha pengeringan ikan. Akibat hujan yang sering turun, membuat proses pengeringan ikan yang biasanya selesai selama 2 hari, molor menjadi 4 hingga 5 hari kerja. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Kondisi itu membuat biaya operasional membengkak serta mengurangi keuntungan yang didapat. Dalam sehari, Hasan menyebut harus mengeluarkan biaya pegawai sebesar Rp 25 ribu per hari. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
"Biasanya biaya produksi hanya Rp 500 ribu untuk 5 orang pegawai untuk 2 hari, sekarang bisa Rp 1 juta lebih pak. Ya karena proses pengeringan semakin lama. Karena kurang panas, sebagian ikan juga ada yang cepat membusuk," ungkapnya kepada CNBC Indonesia. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Hasan menyampaikan, dalam sekali melakukan pengeringan, jumlah ikan yang dikeringkan sekitar 1 hingga 2 ton jika musim panas tiba. Tapi, setelah musim hujan kurang dari 1 ton. Sementara jenis ikan yang dikeringkan di antaranya ikan layang, ikan jenggelek, ikan punti, dan ikan kapasan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jika dijual ke pasar ikan kuniran dihargai Rp 30 ribu per kilogram, ikan jenggelek Rp 45 ribu per kilogram, ikan punti Rp 30 ribu per kilogram dan ikan kapasan Rp 20 ribu per kilogram. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Ia menambahkan, jika tak hanya dirinya yang kelimpungan lantaran pengaruh musim hujan yang terjadi saat ini. Ada sekitar empat pemilik pengeringan ikan lainnya di kampungnya, yang juga mengalami kondisi sama. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)