
Cerita Kekecewaan Terawan yang 'Angkat Tangan' soal BPJS
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
21 January 2020 09:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyampaikan kekecewaannya atas kebijakan BPJS Kesehatan yang tetap menaikkan tarif iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.
Hal tersebut disampaikan Terawan saat melakukan rapat kerja bersama dengan Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris dan Komisi IX DPR, Senin (20/1/2020).
Terawan mengakui, dirinya baru mengetahui bahwa ternyata BPJS Kesehatan tidak menjalankan kebijakan sesuai yang disarankan olehnya.
"Saya resmi mendengar hari ini [Senin kemarin], sebenarnya saya hanya mendengar, terus saya gak berani mengemukakan sebelum saya yakin. Bahwa memang tidak dijalankan," kata Terawan.
"Percuma mengatakan pendapat dan tidak bisa dilaksanakan. Saya tidak punya solusi kalau tidak bisa dilaksanakan, dan saya sedih sekali," kata Terawan melanjutkan.
Terawan juga bercerita bahwa, pihaknya juga sudah berusaha untuk mencegah kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan tersebut dengan mengirimkan pesan pribadi melalui WhatsApp (WA) kepada Direktur Utama BPJS Fahmi Idris.
"Saya sudah mendapatkan WA dan WA saya teruskan untuk jangan melakukan penaikan dan WA saya japri langsung ke BPJS, jangan menaikkan. Karena itu kesepakatan kita waktu rapat dengan DPR," cerita Terawan.
Untuk diketahui, saat rapat terakhir bersama Komisi IX DPR pada 12 Desember 2019, Terawan memberikan tiga skema alternatif untuk iuran BPJS Kesehatan. Alternatif yang disepakati antara pemerintah dan Komisi IX saat itu yakni pemerintah akan tetap memberikan subsidi kepada Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.
Berdasarkan keputusan bersama dengan Komisi IX DPR, alternatif untuk subsidi kelas diambil dari surplus yang diperoleh dari kenaikan iuran di kelas lain. Namun faktanya, BPJS Kesehatan tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk PBPU dan BP Kelas III.
Lalu kemudian, lanjut Terawan, BPJS membalas pesan pribadinya dengan mengirimkan surat secara tertulis, di mana BPJS Kesehatan menjawab bahwa tidak ada yang menyalahi hukum kalau tidak menjalankan keputusan bersama terakhir dengan DPR.
"Beliau menulis surat ke saya dan saya tulis surat itu resmi secara tertulis. Surat itu adalah aturan main di mana dapat pertanyaan tidak menyalahi hukum [apabila tidak menjalankan kebijakan yang telah disepakati]," kata Terawan.
Terawan pun mengakui dirinya kecewa dan dirinya pasrah apabila memang BPJS Kesehatan tidak mau secara transparan terbuka kepada pihaknya, dan tidak mau menjalankan semua saran-saran yang diberikan olehnya.
"Saya jantan mengakui, saya gak bisa memberikan solusi kalau memang permasalahan tidak bisa dilaksanakan dan transparansi tidak bisa dikerjakan. Karena kewenangannya memang ada di BPJS," ucapnya.
"Ya memang repot sekali sebagai Menkes. Kalau memang saya bikin aturan bagaimana pun dan tidak dijalankan tidak masalah, karena memang itu masalah rentang kendali," ujarnya.
Terawan menilai BPJS Kesehatan memang seharusnya ada yang mengawasi. Kenyataannya, Kemenkes pun tidak punya kendali untuk mengawasinya, bahkan sampai ke anggarannya.
Padahal seharusnya, apabila BPJS Kesehatan mau secara transparan mengenai kondisi keuangan yang dialaminya, pemerintah bersama-sama bisa mencarikan solusinya.
"Anggaran pun memang dilewatkan ke saya, hanya lewat saja. Tapi pertanggungjawaban bagaimana anggaran itu digunakan dan berapa, saya tidak mendapatkan laporan yang baik. Kalau defisit, defisitnya berapa. Tinggal kita carikan jalan keluarnya, entah dengan cukai dan sebagainya," ucapnya.
(tas/tas) Next Article Daftar Iuran & Denda BPJS Kesehatan Berlaku Selasa 14 Januari 2025
Hal tersebut disampaikan Terawan saat melakukan rapat kerja bersama dengan Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris dan Komisi IX DPR, Senin (20/1/2020).
Terawan mengakui, dirinya baru mengetahui bahwa ternyata BPJS Kesehatan tidak menjalankan kebijakan sesuai yang disarankan olehnya.
"Saya resmi mendengar hari ini [Senin kemarin], sebenarnya saya hanya mendengar, terus saya gak berani mengemukakan sebelum saya yakin. Bahwa memang tidak dijalankan," kata Terawan.
![]() |
"Percuma mengatakan pendapat dan tidak bisa dilaksanakan. Saya tidak punya solusi kalau tidak bisa dilaksanakan, dan saya sedih sekali," kata Terawan melanjutkan.
Terawan juga bercerita bahwa, pihaknya juga sudah berusaha untuk mencegah kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan tersebut dengan mengirimkan pesan pribadi melalui WhatsApp (WA) kepada Direktur Utama BPJS Fahmi Idris.
"Saya sudah mendapatkan WA dan WA saya teruskan untuk jangan melakukan penaikan dan WA saya japri langsung ke BPJS, jangan menaikkan. Karena itu kesepakatan kita waktu rapat dengan DPR," cerita Terawan.
Untuk diketahui, saat rapat terakhir bersama Komisi IX DPR pada 12 Desember 2019, Terawan memberikan tiga skema alternatif untuk iuran BPJS Kesehatan. Alternatif yang disepakati antara pemerintah dan Komisi IX saat itu yakni pemerintah akan tetap memberikan subsidi kepada Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.
Berdasarkan keputusan bersama dengan Komisi IX DPR, alternatif untuk subsidi kelas diambil dari surplus yang diperoleh dari kenaikan iuran di kelas lain. Namun faktanya, BPJS Kesehatan tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk PBPU dan BP Kelas III.
Lalu kemudian, lanjut Terawan, BPJS membalas pesan pribadinya dengan mengirimkan surat secara tertulis, di mana BPJS Kesehatan menjawab bahwa tidak ada yang menyalahi hukum kalau tidak menjalankan keputusan bersama terakhir dengan DPR.
"Beliau menulis surat ke saya dan saya tulis surat itu resmi secara tertulis. Surat itu adalah aturan main di mana dapat pertanyaan tidak menyalahi hukum [apabila tidak menjalankan kebijakan yang telah disepakati]," kata Terawan.
Terawan pun mengakui dirinya kecewa dan dirinya pasrah apabila memang BPJS Kesehatan tidak mau secara transparan terbuka kepada pihaknya, dan tidak mau menjalankan semua saran-saran yang diberikan olehnya.
"Saya jantan mengakui, saya gak bisa memberikan solusi kalau memang permasalahan tidak bisa dilaksanakan dan transparansi tidak bisa dikerjakan. Karena kewenangannya memang ada di BPJS," ucapnya.
"Ya memang repot sekali sebagai Menkes. Kalau memang saya bikin aturan bagaimana pun dan tidak dijalankan tidak masalah, karena memang itu masalah rentang kendali," ujarnya.
Terawan menilai BPJS Kesehatan memang seharusnya ada yang mengawasi. Kenyataannya, Kemenkes pun tidak punya kendali untuk mengawasinya, bahkan sampai ke anggarannya.
Padahal seharusnya, apabila BPJS Kesehatan mau secara transparan mengenai kondisi keuangan yang dialaminya, pemerintah bersama-sama bisa mencarikan solusinya.
"Anggaran pun memang dilewatkan ke saya, hanya lewat saja. Tapi pertanggungjawaban bagaimana anggaran itu digunakan dan berapa, saya tidak mendapatkan laporan yang baik. Kalau defisit, defisitnya berapa. Tinggal kita carikan jalan keluarnya, entah dengan cukai dan sebagainya," ucapnya.
(tas/tas) Next Article Daftar Iuran & Denda BPJS Kesehatan Berlaku Selasa 14 Januari 2025
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular