Sederet Kekhawatiran Jokowi Terhadap Ekonomi Dunia

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
10 January 2020 08:24
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku masih cukup mengkhawatirkan situasi dunia
Foto: Jokowi Berantas 'Penggoreng' Pasar Saham
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku masih cukup mengkhawatirkan situasi dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Di bidang ekonomi, semuanya masih abu-abu.

Hal tersebut dikemukakan kepala negara saat membuka rapat kerja kepala perwakilan Republik Indonesia dengan Kementerian Luar Negeri di Istana Negara, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.


"Ekonomi tidak pasti, politiknya juga semakin tidak pasti. Konflik yang terjadi di negara juga sama, tidak semakin berkurang tapi tidak juga semakin bertambah," kata Jokowi Kamis (9/1/2020). "Pertumbuhan ekonomi sulit diharapkan untuk tumbuh naik.

Jokowi lantas kembali menceritakan pertemuannya dengan Bank Dunia (World Bank) maupun Dana Moneter Internasional (IMF). Kedua lembaga donor itu mengingatkan kepala negara agar berhati-hati dalam mengelola perekonomian.

"Tetapi kita harus yakin di tengah situasi yang penuh tantangan tersebut. Negara kita, Indonesia mampu berlayar, tetap berdiri tegak dalam rangka terus memperjuangkan kepentingan nasional kita," jelasnya.

Jokowi menegaskan bahwa duta besar Indonesia harus menjadi bagian penting dari upaya untuk mengatasi masalah ketidakpastian tersebut, agar bisa berdampak positif bagi perekonomian nasional.

"Bapak ibu semuanya adalah duta besar, sebagai duta perdamaian. Ini amanat konstitusi," tegas Jokowi.


Jokowi pun meminta kalangan duta besar Indonesia yang tersebar di berbagai belahan dunia menjadi duta investasi dan duta ekspor. Tujuannya, yaitu agar masalah defisit transaksi berjalan bisa diselesaikan.

"Kalau neraca transaksi berjalan kita sudah positif, baik, saat itulah kita betul-betul merdeka dengan siapapun kita berani," tegas Jokowi.

Ketahanan eksternal biasanya memang dicerminkan dalam transaksi berjalan (current account). Transaksi berjalan dalam salah satu pos dalam neraca pembayaran berisikan arus devisa dari ekspor - impor barang dan jasa.

Devisa dari pos ini dianggap lebih tahan lama ketimbang pos transaksi modal maupun finansial yang didominasi oleh investasi portofolio di sektor keuangan alias hot money. Tidak heran, kondisi transaksi berjalan memegang peranan penting menjaga stabilitas.

'Penyakit' CAD ini sudah terjadi sejak 2011 lalu, di mana puncaknya terjadi pada kuartal II-2014. Kala itu, defisit transaksi berjalan mencapai 4,26% dari produk domestik bruto (PDB).

Delapan tahun ih lebberlalu, transaksi berjalan masih saja mengalami defisit. Pada kuarta III-2019, transaksi berjalan Indonesia mencatatkan defisit US$ 7,86 miliar atau 2,66% dari PDB.

Kondisi ini yang kerap kali membuat Jokowi jengkel dan meminta semua pemangku kepentingan, termasuk duta besar untuk berupaya mencari investor untuk berinvestasi di Indonesia ataupun memasarkan produk ekspor ke luar negeri.

"[Transaksi berjalan yang tidak defisit] kita berani, karena tidak ada ketergantungan apapun mengenai sisi keuangan, sisi ekonomi. Itulah target kita dalam 3-4 tahun ke depan. Arahnya ke sana," tegas Jokowi.

[Gambas:Video CNBC]






(sef/sef) Next Article Gawat! Pengusaha Ingatkan Ekonomi RI Bisa Lumpuh Permanen

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular