Serang Iran & Picu World War 3, Trump Alihkan Isu Pemakzulan?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 January 2020 10:26
Serang Iran & Picu World War 3, Trump Alihkan Isu Pemakzulan?
Foto: Presiden AS Donald Trump (AP Photo/ Evan Vucci)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar kurang mengenakan bagi pelaku pasar saham, sekaligus masyarakat dunia secara umum datang menjelang akhir pekan ini, Jumat (3/1/2020).

Pada Jumat pagi waktu Indonesia, CNBC International melaporkan bahwa Amerika Serikat (AS) telah menembak mati petinggi pasukan militer Iran. Eskalasi tersebut menandai semakin terpecahnya AS dengan Iran.

Mengutip CNBC International, Jenderal Qasem Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran), dikabarkan tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.

Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga dilaporkan meninggal dunia. Laporan dari CNBC International tersebut mengutip pemberitaan dari stasiun televisi di Irak, beserta pejabat pemerintahan.

Melansir Bloomberg, serangan udara yang diluncurkan oleh AS terjadi di dekat bandara internasional Baghdad.

Memanasnya tensi antara AS dan Iran bukan hanya diperbincangkan oleh pelaku pasar, namun juga masyarakat secara umum. Buktinya, daftar trending topic di Twitter didominasi oleh hal-hal yang berkaitan dengan perselisihan kedua negara.

Kata "Iran" misalnya, nyaris selama sehari penuh memuncaki daftar trending topic dunia. Sementara itu, Soleimani yang tewas dalam serangan ikut berada di deretan 10 besar daftar trending topic dunia.

Yang mengkhawatirkan, "World War 3" dan "WWIII" ikut menjadi kata-kata yang paling banyak dicuitkan oleh pengguna Twitter di seluruh dunia. Memanasnya tensi geopolitik antara AS dan Iran telah memantik kekhawatiran bahwa perang dunia ketiga akan segera meletus.

Hal ini sejatinya wajar saja. Pasalnya, memasuki siang hari waktu Indonesia Pentagon mengonfirmasi tewasnya Soleimani. Pentagon mengonfirmasi bahwa Soleimani tewas dalam sebuah serangan yang diluncurkan AS menggunakan drone.

"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resminya.

"Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat dan personel militer AS di Irak dan seluruh kawasan regional," jelas Pentagon.

"Soleimani dan pasukan Quds beratnggung jawab atas kematian ratusan masyarakat AS dan personel militer koalisi, serta telah melukai ribuan lainnya."

Iran pun tak tinggal diam. Dalam pernyataanya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.

"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).

Hal senada juga ditegaskan tokoh militer Iran Mohsen Rezaei. Dirinya menegaskan bahwa Iran akan melakukan balas dendam terhadap AS.

"Dia (Soleimani) bergabung dengan saudara-saudara lain yang syahid. Tetapi kita tetap akan membalas dendam ke AS," katanya, juga melalui akun Twitter.

Soleimani sendiri telah disanksi oleh AS sejak tahun 2007 dan pada Mei 2019, Washington memutuskan untuk melabeli Revolutionary Guards, beserta dengan seluruh bagiannya, sebagai organisasi teroris, menandai kali pertama label tersebut diberikan terhadap lembaga militer resmi dari sebuah negara.

Serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad merupakan eskalasi teranyar dari hubungan AS-Iran yang sudah panas dalam beberapa waktu terakhir. Pada pekan kemarin, seorang kontraktor asal AS diketahui tewas dalam serangan roket di markas militer Irak di Kirkuk.

Pembunuhan terhadap kontraktor asal AS tersebut kemudian direspons AS dengan menyerang pasukan militer yang dibekingi Iran di Irak. Selepas itu, kedutaan besar AS di Irak diserang oleh Kataeb Hezbollah, kelompok milisi yang dibekingi oleh Iran.

Teranyar, tensi antar kedua negara lagi-lagi bertambah panas. Pasalnya, pada pagi hari ini waktu Indonesia (5/1/2020) atau Sabtu malam waktu AS (4/1/2020), Trump memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas pembunuhan Soleimani yang diotorisasi sendiri oleh dirinya. Kalau sampai peringatan tersebut tak diindahkan, Trump menyatakan akan menyerang sebanyak 52 target sebagai balasan.

Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui serangkaian cuitan di akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, beberapa dari 52 target tersebut merupakan lokasi yang sangat penting bagi Iran. Dipilihnya 52 target tersebut melambangkan jumlah tawanan asal AS yang disandera oleh Iran di masa lalu.

Siap Letuskan World War 3, Trump Alihkan Isu Pemakzulan?Foto: Twitter Donald Trump

[Gambas:Video CNBC]

Banyak yang mengatakan bahwa keputusan Trump untuk bersikap sangat tegas kepada Iran merupakan taktik yang diadopsinya guna mengalihkan perhatian masyarakat dari proses pemakzulan yang sedang dijalaninya.

Seperti yang diketahui, pada pertengahan Desember 2019 kemarin, DPR AS resmi memutuskan untuk memakzulkan Trump. Kala itu, mayoritas anggota DPR AS memberikan persetujuan untuk mencopot Trump dari posisinya sebagai orang nomor satu di AS.

Ada dua alasan yang membuat anggota DPR AS memutuskan untuk melengserkan Trump. Pertama, Trump didakwa telah menyalahgunakan kekuasaannya ketika menahan bantuan pendanaan bagi Ukraina guna mendorong Ukraina meluncurkan investigasi terhadap lawan politiknya, Joe Biden.

Kedua, Trump juga didakwa karena dianggap menghalangi Kongres dalam melakukan penyelidikan terhadap dirinya. Hal ini dilakukan oleh Trump dengan melarang para pembantunya di Gedung Putih untuk memberikan kesaksian di sidang penyelidikan Trump.

Anggota DPR AS menggolkan pasal penyalahgunaan kekuasaan dengan skor 230-197. Sementara itu, pasal kedua yang menyebut bahwa Trump telah menghalangi Kongres dalam melakukan penyelidikan terhadap dirinya, digolkan dengan skor 229-198.

Pemakzulan Trump tersebut membuatnya menjadi presiden AS ketiga sepanjang sejarah yang dimakzulkan oleh DPR. Bagi seorang Trump yang terkenal narsis, tentu pemakzulan oleh DPR merupakan sebuah catatan yang sangat buruk baginya.

Tak heran jika kini banyak yang menganggap bahwa sikap tegas Trump kepada Iran dilandasi oleh keinginan dirinya untuk mengalihkan isu pemakzulan. Apalagi, pada tahun 2011 Trump sendiri diketahui sempat mengolok-olok Presiden Obama dengan mengatakan bahwa Obama akan memulai perang dengan Iran guna memuluskan langkahnya kembali menjadi presiden.

“Supaya terpilih, @BarackObama akan memulai perang dengan Iran,” cuit Trump kala itu.

Kemudian pada tahun 2012, Trump kembali mencuit hal serupa.

“Kini ketika popularitas Obama sedang jatuh, tunggu saja sampai dia meluncurkan sebuah serangan di Libya atau Iran. Dia sedang putus asa.”

Memang, memulai perang dengan negara Timur Tengah bisa menjadi kunci dari kemenangan kandidat presiden AS seperti Obama dan Trump. Pasalnya, berperang dengan negara Timur Tengah akan menunjukkan bahwa mereka mementingkan nyawa dari masyarakat AS sehingga tak takut untuk mengeluarkan biaya yang besar untuk berperang.

Tapi, jika menganggap bahwa sikap tegas Trump kepada Iran dilandasi oleh keinginan dirinya untuk mengalihkan isu pemakzulan, rasanya hal tersebut tak tepat.

Untuk diketahui, AS mengadopsi sistem parlemen dua kamar yang terdiri dari DPR (House of Representatives) dan Senat (Senate).

Segala rancangan undang-undang di AS, jika ingin digolkan menjadi undang-undang, harus mendapatkan persetujuan baik dari DPR maupun Senat. Hal serupa juga berlaku dalam urusan memakzulkan presiden.

Sebagai informasi, Senat AS diisi oleh sebanyak 100 senator. Dari sebanyak 100 senator yang membentuk Senat AS, sebanyak 53 senator berasal dari Partai Republik, sementara 47 berasal dari Partai Demokrat.

Trump sendiri merupakan anggota Partai Republik, sehingga bisa dikatakan bahwa Senat AS dikuasai oleh kubunya.

Berbeda dengan pemungutan suara di DPR AS yang hanya memerlukan suara sebanyak minimum 51% untuk memakzulkan presiden, pemungutan suara di Senat AS mengharuskan suara sebanyak minimum 2/3 (67%) guna memakzulkan presiden.

Berarti, harus ada sebanyak 67 senator yang mendukung pemakzulan Trump untuk benar-benar ‘menendang’ mantan pengusaha kelas kakap tersebut dari posisinya saat ini. Dengan asumsi bahwa seluruh senator yang berasal dari Partai Demokrat mendukung pemakzulan Trump, masih dibutuhkan minimum 20 senator asal Partai Republik yang membelot guna benar-benar melengserkan Trump.

Hingga saat ini, belum ada satupun senator asal Partai Republik yang memberikan sinyal bahwa mereka akan mendukung pemakzulan Trump.

Maklum saja jika nantinya memang tak ada satupun atau hanya beberapa senator asal Partai Republik yang mendukung pemakzulan Trump. Pasalnya, para calon senator biasanya mengandalkan dukungan dari sang presiden untuk meraup suara di wilayah pemilihannya.

Sejak resmi menjadi presiden pada awal Januari 2017 silam, Trump sudah berulang kali meng-endorse para calon senator. Jika sampai ada senator yang membelot dengan mendukung pemakzulan Trump, dan jika kenyataannya Trump tetap berkantor di Gedung Putih, sang senator tersebut tak bisa lagi mengharapkan dukungan dari Trump yang berarti karir politiknya terhambat.

Jadi sekali lagi, kurang tepat jika menganggap bahwa sikap tegas Trump kepada Iran dilandasi oleh keinginan dirinya untuk mengalihkan isu pemakzulan. Sebabnya ya itu, kemungkinan bahwa Trump akan benar-benar dilengserkan dari posisinya terbilang sangat kecil.

Yang lebih memungkinkan, langkah Trump untuk berperang melawan Iran merupakan taktik kampanyenya untuk memenangkan pemilihan presiden yang akan digelar pada akhir 2020 nanti.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular