Presiden Dipilih MPR, RI Bakal Balik ke Era Kegelapan Orba

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
28 November 2019 13:27
Demikian dipaparkan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Jakarta, CNBC Indonesia - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengkritik wacana presiden dan wakil presiden kembali dipilih Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Wacana itu muncul selepas pertemuan antara Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

"Sangat potensial mengulang kembali apa yang terjadi di era orde baru. Karena pasti wacana ini tidak akan berhenti di sini. Pasti akan ada lanjutan yang menjadi pembenaran karena pertimbangan biaya, keutuhan bangsa, dan kebutuhan pada figur yang baik," kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini di Jakarta, Kamis (28/11/2019), seperti dilansir detik.com.

"Maka diskursus selanjutnya soal perpanjangan masa jabatan, lama-lama malah penghapusan sama sekali pembatasan masa jabatan. Maka isu pilpres oleh MPR ini adalah ibarat kotak pandora kita untuk kembali pada era kegelapan orde baru," imbuhnya.

Menurut Titi, pilpres yang digelar secara langsung pada periode 2004-2019 jauh lebih stabil ketimbang saat presiden dan wapres dipilih MPR RI pada kurun 1999-2004. Ia mengingatkan, ketika itu, Presiden Abdurrahmah Wahid dilengserkan oleh MPR RI.

"Otoritas MPR yang besar bisa menimbulkan kekisruhan dalam kehidupan politik. Sebab ketidakpuasan elite bisa dengan mudah disalurkan pada keputusan politik yang belum tentu sejalan dengan kehendak rakyat," ujar Titi.

Lebih lanjut, dia mengingatkan pilpres yang digelar secara langsung harus dilihat sebagai sebuah investasi pendidikan politik yang kontributif dalam menjaga kesadaran publik untuk teribat dalam penentuan pemimpinnya.

"Bila masyarakat merasa jadi bagian dalam proses bernegara dan hak-haknya dijamin dengan baik untuk bersuara, maka konflik atau benturan antara rakyat dan pemerintah pun bisa dicegah dan pembangunan juga bisa berjalan dengan baik serta kondusifitas bernegara lebih terjaga. Jadi soal biaya tinggi itu indikatornya menjadi relatif," kata Titi.

Seperti diketahui, wacana pilpres oleh MPR RI muncul selepas pertemuan antara Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

"Kami juga hari ini mendapat masukan dari PBNU berdasarkan hasil Munas PBNU sendiri di tahun 2012 di Cirebon yang intinya adalah PBNU merasa pemilihan presiden dan wapres lebih bermanfaat, bukan lebih baik, lebih tinggi kemaslahatannya lebih baik dikembalikan ke MPR ketimbang (dipilih rakyat) langsung," katanya dilansir CNN Indonesia, Kamis (28/11/2019).

Tak hanya itu, Bamsoet mengatakan, PBNU mengusulkan untuk menghidupkan kembali utusan golongan di MPR ke depannya. Diketahui, utusan golongan pernah mengisi kursi di MPR sebelum amandemen UUD 1945.

Utusan golongan merupakan anggota MPR yang berasal berbagai profesi. Bamsoet mengatakan utusan golongan itu perlu dihidupkan kembali untuk mengakomodasi aspirasi dari kelompok minoritas yang ada di Indonesia.

"Karena keterwakilan yang ada di parlemen baik DPD, DPR, belum yang mewakili aspirasi kelompok minoritas sehingga perlu dipikirkan kembali adanya keputusan golongan," kata Bamsoet menjelaskan.

Terpisah, Kiai Said mengatakan ide presiden dan wakil presiden kembali dipilih oleh MPR RI itu berawal dari para kiai-kiai senior NU dalam Munas Alim Ulama Cirebon tahun 2012 lalu. Ia menyatakan para kiai-kiai senior NU menilai pemilihan presiden secara langsung menimbulkan ongkos politik dan ongkos sosial yang tinggi.

"Kemarin baru saja betapa keadaan kita mendidih, panas, sangat mengkhawatirkan. Ya untung tidak ada apa-apa. Tapi apakah lima tahun harus kaya gitu? Itu suara-suara para kiai pesantren yang semua demi bangsa demi persatuan. Tidak ada kepentingan politik praksis, tidak," ujar Said.

Intelektual NU Ulil Abshar-Abdalla mengaku sangat sedih lantaran PBNU mendukung pemilihan presiden melalui MPR RI. Menurut dia, pemilihan presiden secara langsung merupakan salah satu capaian penting reformasi kita.

"Ini adalah kemunduran besar bagi demokrasi. NU tidak boleh menjadi bagian dari kekuatan "konservatif" untuk memundurkan demokrasi kita," tulis Ulil dalam akun Twitter-nya seperti dikutip, Kamis (28/11/2019).

[Gambas:Video CNBC]


(miq/dob) Next Article Kalau Presiden Dipilih MPR RI, Anda Setuju?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular