
Kilang & Impor BBM, Tugas Berat Ahok Menanti di Pertamina
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 November 2019 15:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali santer diperbincangkan akhir-akhir ini lantaran beredar isu bahwa dirinya akan menjadi pejabat di BUMN strategis. Kabarnya Ahok akan menjadi Komisaris Utama atau Direktur Utama Pertamina dengan tugas yang jauh dari kata enteng.
Belum ada keterangan eksplisit dari Menteri BUMN Erick Thohir maupun Presiden Joko Widodo soal BUMN yang akan dikawal oleh Ahok. Namun keduanya kompak dan memastikan bahwa Ahok pasti akan ditunjuk untuk memberesi salah satu BUMN strategis. "Kita harapkan ada perwakilan yang memang punya track record pendobrak. Untuk mempercepat dari pada hal-hal yang sesuai diarahkan, yaitu satu bagaimana menekan daripada energi juga bersama membuka lapangan kerja dengan cara berpartner."
Soal apakah itu tanda Ahok akan ditempatkan di sektor energi, Erick menjawab, "Belum tahu, nanti kita lihat." Ahok dipastikan akan bergabung ke BUMN pada Desember mendatang, jika benar akan masuk Pertamina.
Jika memang benar Ahok akan bergabung dengan Pertamina sebagai pejabat tinggi, sudah pasti dirinya akan mengemban tanggung jawab besar yang jauh dari kata enteng.
BUMN adalah tonggak perekonomian RI saat ini. Apalagi BUMN strategis seperti Pertamina yang bergerak di sektor migas. Pertamina dituntut tak hanya untuk mendorong kesejahteraan rakyat, namun juga harus bisa mencetak laba sebagai entitas korporasi. Di sinilah letak kesulitannya dan tugas besar Ahok nantinya jika benar akan menjadi bagian dari BUMN raksasa migas RI ini.
Tugas berat yang pertama adalah bagaimana bisa membawa Pertamina untuk terus menekan defisit neraca perdagangan migas. Sampai saat ini, impor BBM dan minyak masih jadi penyebab utama tekornya neraca dagang dan transaksi berjalan RI.
Defisit neraca dagang minyak pada bulan September mencapai US$ 1,09 miliar. Defisit neraca dagang minyak melebar menjadi US$ 1,24 miliar. Dalam 10 bulan tahun ini, BPS mencatat defisit neraca minyak US$ 12,55 miliar atau setara dengan Rp 175,8 triliun dengan asumsi kurs 14.000/US$.
Defisit neraca migas menjadi melebar di bulan Oktober menjadi US$ 892,2 juta dari bulan sebelumnya US$ 761,8 juta. Defisit melebar dipicu oleh impor minyak walau neraca perdagangan gas mencatatkan surplus yang lebih tinggi pada bulan Oktober.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak terutama BBM, Pertamina jelas punya andil besar. Sampai saat ini, produksi minyak Pertamina mencapai 700-800 ribu barel per hari. Sementara itu konsumsi minyak mencapai 1,5 juta barel per hari. Ini yang membuat tekor karena permintaan minyak dua kali lipat dari kapasitas produksi.
Baca : "Jadi Bos Pertamina, Ahok Bisa Dapat Gaji Rp3,2 M Sebulan!"
Pengembangan kilang minyak harus benar-benar dioptimalkan, bahkan Pertamina harus agresif dalam meningkatkan produksi minyak mentah selaras agar masalah menahun impor BBM ini bisa diurai.
Saat ini, Pertamina tengah mengembangkan kapasitas empat kilang di Balongan, Cilacap, Balikpapan, dan Dumai serta membangun kilang baru di Tuban dan Bantul. Proyek ini diharapkan selesai 2026 dan membutuhkan perhatian dan pengawasan ekstra.
Selain dengan pengembangan kilang, Pertamina juga diharapkan mampu untuk menggenjot program B30 tahun depan dari yang sekarang B20. Program B30 dan B50 harus terus diakselerasi agar benang kusut impor minyak yang bikin tekor cepat terurai.
Menurut Menko Kemaritiman dan Investasi program B30 dapat mengurangi impor sampai Rp 41 triliun.
Itu baru tugas besar yang pertama. Tugas besar yang kedua adalah Pertamina juga harus menjadi tonggak untuk mensejahterakan rakyat. Pertamina dituntut untuk mampu menyalurkan BBM satu harga hingga ke pelosok negeri.
Berat memang mengingat disparitas harga terjadi karena biaya angkut yang mahal. Di sini Pertamina mengalami dilema karena harus mampu menyeimbangkan antara kesejahteraan masyarakat dan profitabilitas sebagai korporasi.
Tugas berat yang ketiga adalah mengembangkan portofolio bisnis Pertamina. Selain bergerak di sektor migas, Pertamina juga bergerak di sektor industri Petrokimia. Pertamina diharapkan dapat menjelma menjadi entitas bisnis yang terintegrasi dari hulu ke hilir di sepanjang mata rantai bisnis sektor migas.
Pertamina diharapkan dapat memenuhi kebutuhan industri petrokimia tanah air yang selama ini juga masih ditopang oleh impor. Di sektor ini, Pertamina harus berhadapan dengan market leadernya yaitu PT Chandra Asri Petrochemicals yang sudah menjelma sebagai pemain industri petrokomia yang integrated.
Pertamina harus mampu menciptakan sinergi dengan entitas anak perusahaannya maupun afiliasinya untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. Belum lagi baru-baru ini Pemerintah telah menyulap utang Tuban Petrochemical Industries menjadi saham. Jika TPI menjadi BUMN dan anak perusahaan Pertamina, maka tugas berat ketiga adalah menciptakan sinergi bisnis baik dari segi produk maupun biaya. Ini juga tidak mudah tentunya.
Itulah tiga tugas berat Ahok jika memang dirinya resmi menjadi bagian raksasa migas tanah air. Mari nantikan dobrakan apa yang akan dibawa untuk Pertamina.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/gus) Next Article Heboh! Ahok Bongkar Persoalan BUMN di Pertamina dan Peruri
Belum ada keterangan eksplisit dari Menteri BUMN Erick Thohir maupun Presiden Joko Widodo soal BUMN yang akan dikawal oleh Ahok. Namun keduanya kompak dan memastikan bahwa Ahok pasti akan ditunjuk untuk memberesi salah satu BUMN strategis. "Kita harapkan ada perwakilan yang memang punya track record pendobrak. Untuk mempercepat dari pada hal-hal yang sesuai diarahkan, yaitu satu bagaimana menekan daripada energi juga bersama membuka lapangan kerja dengan cara berpartner."
Soal apakah itu tanda Ahok akan ditempatkan di sektor energi, Erick menjawab, "Belum tahu, nanti kita lihat." Ahok dipastikan akan bergabung ke BUMN pada Desember mendatang, jika benar akan masuk Pertamina.
BUMN adalah tonggak perekonomian RI saat ini. Apalagi BUMN strategis seperti Pertamina yang bergerak di sektor migas. Pertamina dituntut tak hanya untuk mendorong kesejahteraan rakyat, namun juga harus bisa mencetak laba sebagai entitas korporasi. Di sinilah letak kesulitannya dan tugas besar Ahok nantinya jika benar akan menjadi bagian dari BUMN raksasa migas RI ini.
Tugas berat yang pertama adalah bagaimana bisa membawa Pertamina untuk terus menekan defisit neraca perdagangan migas. Sampai saat ini, impor BBM dan minyak masih jadi penyebab utama tekornya neraca dagang dan transaksi berjalan RI.
Defisit neraca dagang minyak pada bulan September mencapai US$ 1,09 miliar. Defisit neraca dagang minyak melebar menjadi US$ 1,24 miliar. Dalam 10 bulan tahun ini, BPS mencatat defisit neraca minyak US$ 12,55 miliar atau setara dengan Rp 175,8 triliun dengan asumsi kurs 14.000/US$.
![]() |
![]() |
![]() |
Baca : "Jadi Bos Pertamina, Ahok Bisa Dapat Gaji Rp3,2 M Sebulan!"
Pengembangan kilang minyak harus benar-benar dioptimalkan, bahkan Pertamina harus agresif dalam meningkatkan produksi minyak mentah selaras agar masalah menahun impor BBM ini bisa diurai.
Saat ini, Pertamina tengah mengembangkan kapasitas empat kilang di Balongan, Cilacap, Balikpapan, dan Dumai serta membangun kilang baru di Tuban dan Bantul. Proyek ini diharapkan selesai 2026 dan membutuhkan perhatian dan pengawasan ekstra.
Selain dengan pengembangan kilang, Pertamina juga diharapkan mampu untuk menggenjot program B30 tahun depan dari yang sekarang B20. Program B30 dan B50 harus terus diakselerasi agar benang kusut impor minyak yang bikin tekor cepat terurai.
Menurut Menko Kemaritiman dan Investasi program B30 dapat mengurangi impor sampai Rp 41 triliun.
Itu baru tugas besar yang pertama. Tugas besar yang kedua adalah Pertamina juga harus menjadi tonggak untuk mensejahterakan rakyat. Pertamina dituntut untuk mampu menyalurkan BBM satu harga hingga ke pelosok negeri.
Berat memang mengingat disparitas harga terjadi karena biaya angkut yang mahal. Di sini Pertamina mengalami dilema karena harus mampu menyeimbangkan antara kesejahteraan masyarakat dan profitabilitas sebagai korporasi.
Tugas berat yang ketiga adalah mengembangkan portofolio bisnis Pertamina. Selain bergerak di sektor migas, Pertamina juga bergerak di sektor industri Petrokimia. Pertamina diharapkan dapat menjelma menjadi entitas bisnis yang terintegrasi dari hulu ke hilir di sepanjang mata rantai bisnis sektor migas.
Pertamina diharapkan dapat memenuhi kebutuhan industri petrokimia tanah air yang selama ini juga masih ditopang oleh impor. Di sektor ini, Pertamina harus berhadapan dengan market leadernya yaitu PT Chandra Asri Petrochemicals yang sudah menjelma sebagai pemain industri petrokomia yang integrated.
Pertamina harus mampu menciptakan sinergi dengan entitas anak perusahaannya maupun afiliasinya untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. Belum lagi baru-baru ini Pemerintah telah menyulap utang Tuban Petrochemical Industries menjadi saham. Jika TPI menjadi BUMN dan anak perusahaan Pertamina, maka tugas berat ketiga adalah menciptakan sinergi bisnis baik dari segi produk maupun biaya. Ini juga tidak mudah tentunya.
Itulah tiga tugas berat Ahok jika memang dirinya resmi menjadi bagian raksasa migas tanah air. Mari nantikan dobrakan apa yang akan dibawa untuk Pertamina.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/gus) Next Article Heboh! Ahok Bongkar Persoalan BUMN di Pertamina dan Peruri
Most Popular