
Dukung Ekspor ke Afrika, LPEI Siapkan Buyer's Credit
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
30 October 2019 15:24

Bandung, CNBC Indonesia- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) membuka peluang pembiayaan melalui buyer's credit untuk pesawat terbang. Opsi ini dilakukan untuk meningkatkan ekspor industri strategis, terutama yang memiliki kekhususan, risiko dan tujuannya adalah pasar non tradisional.
LPEI berencana masuk pada buyer's credit yang bersifat jangka panjang, khusus untuk pasar Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah, selain itu bisa diperluas ke Argentina dan Colombia. Dengan skema pembiayaan ini diharapkan ekspor bisa meningkat pesat.
"Kami secara lembaga belum pernah melakukan buyer's credit. Kami akan mulai di luar pesawat misalnya untuk proyek infrastruktur di Afrika. Kita masuk ke Afrika dengan buyer's credit infrastruktur US$ 500 juta, dan kami lagi due dilligence mudah-mudahan bisa berhasil," kata Senior Executive Vice President I LPEI Yadi J. Ruchandi, Rabu (30/10/2019).
Selain pesawat militer tipe CN235, dia menilai bisa dikembangkan lebih jauh seperti N219, terutama terkait sertifikasi.
Tahun depan, PT Dirgantara Indonesia juga akan mengekspor pesawat militer ke Senegal. Yadi mengatakan, pihaknya tengah bernegosiasi dengen Senegal untuk mengambil alih existing buyer's credit, agar bisa menambah pesanannya.
Selain Senegal, PTDI juga berencana ekspor pesawat ke Filipina yang rencananya akan menggunakan skema buyer's credit dan tengah dalam proses negosiasi.
"Minatnya cukup besar khususnya untuk host countries yang memerlukan. Jadi bisa lebih, jadi yang tadinya cuma beli satu jadi 3-5," kata Yadi.
Saat ini pembiayaan yang diberikan LPEI untuk PTDI adalah melalui National Interest Account (NIA) senilai Rp 400 miliar, dengan nilai ekspor US$ 30,5 juta.
Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro mengatakan pembiayaan dengan skema buyer's credit sangat penting untuk meningkatkan ekspor pesawat. Elfien menyebutkan jelang akhir tahun saja ekspor pesawat mencapai US$ 60 juta untuk tiga pesawat.
Untuk meningkatkan jumlahnya, diperlukan buyer's credit yang bisa meningkatkan minat negara lain untuk beli pesawat dari Indonesia. Jika tidak ada buyer's credit maka ada risiko gagal ekspor karena tidak cukup hanya didukung dari modal kerja.
"Jadi kami sudah ada yang sepakat tapi belum ada pendanaan jadi belum bisa sign kontrak. Ada beberapa negara yg mengharapkan ada pendanaan dar kita. Termasuk Argentina yang proposalnya mengharapkan pendanaan dari kita. Untuk itu kami harap LPEI bisa support buyers credit," jelasnya.
(dob/dob) Next Article LPEI Ketiban Mandat Baru, Kelola Dolar Eksportir
LPEI berencana masuk pada buyer's credit yang bersifat jangka panjang, khusus untuk pasar Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah, selain itu bisa diperluas ke Argentina dan Colombia. Dengan skema pembiayaan ini diharapkan ekspor bisa meningkat pesat.
"Kami secara lembaga belum pernah melakukan buyer's credit. Kami akan mulai di luar pesawat misalnya untuk proyek infrastruktur di Afrika. Kita masuk ke Afrika dengan buyer's credit infrastruktur US$ 500 juta, dan kami lagi due dilligence mudah-mudahan bisa berhasil," kata Senior Executive Vice President I LPEI Yadi J. Ruchandi, Rabu (30/10/2019).
Selain pesawat militer tipe CN235, dia menilai bisa dikembangkan lebih jauh seperti N219, terutama terkait sertifikasi.
Tahun depan, PT Dirgantara Indonesia juga akan mengekspor pesawat militer ke Senegal. Yadi mengatakan, pihaknya tengah bernegosiasi dengen Senegal untuk mengambil alih existing buyer's credit, agar bisa menambah pesanannya.
Selain Senegal, PTDI juga berencana ekspor pesawat ke Filipina yang rencananya akan menggunakan skema buyer's credit dan tengah dalam proses negosiasi.
"Minatnya cukup besar khususnya untuk host countries yang memerlukan. Jadi bisa lebih, jadi yang tadinya cuma beli satu jadi 3-5," kata Yadi.
Saat ini pembiayaan yang diberikan LPEI untuk PTDI adalah melalui National Interest Account (NIA) senilai Rp 400 miliar, dengan nilai ekspor US$ 30,5 juta.
Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro mengatakan pembiayaan dengan skema buyer's credit sangat penting untuk meningkatkan ekspor pesawat. Elfien menyebutkan jelang akhir tahun saja ekspor pesawat mencapai US$ 60 juta untuk tiga pesawat.
Untuk meningkatkan jumlahnya, diperlukan buyer's credit yang bisa meningkatkan minat negara lain untuk beli pesawat dari Indonesia. Jika tidak ada buyer's credit maka ada risiko gagal ekspor karena tidak cukup hanya didukung dari modal kerja.
"Jadi kami sudah ada yang sepakat tapi belum ada pendanaan jadi belum bisa sign kontrak. Ada beberapa negara yg mengharapkan ada pendanaan dar kita. Termasuk Argentina yang proposalnya mengharapkan pendanaan dari kita. Untuk itu kami harap LPEI bisa support buyers credit," jelasnya.
(dob/dob) Next Article LPEI Ketiban Mandat Baru, Kelola Dolar Eksportir
Most Popular