
Pak Jokowi, Galau Ya Naikkan Iuran BPJS Kesehatan?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
01 October 2019 10:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat bicara, soal keputusan pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Pernyataan Jokowi mengemuka, usai bertemu dengan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI), Said Iqbal, dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nuwa Wea, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan buruh mengeluhkan keputusan pemerintah mengerek naik iuran BPJS Kesehatan yang dianggap akan berpengaruh kepada para buruh.
"Kami meminta pemerintah untuk meninjau ulang kenaikan iuran BPJS Kesehatan di kelas III karena berpengaruh kepada buruh dan rakyat," kata Andi Gani.
"Kami mengatakan iuran BPJS Kelas III akan memberatkan rakyat dan menurunkan daya beli. Oleh karena itu, kami mengusulkan dan menyarankan kepada beliau untuk dipertimbangkan agar iuran kelas III tidak dinaikkan," jelas Said Iqbal.
Lantas, apa kata Jokowi?
"Kita pertimbangkanlah. Karena kita harus berhitung, berkalkulasi," kata Jokowi merespons permintaan para buruh.
Jokowi menilai, apabila iuran BPJS Kesehatan tidak dinaikkan, maka defisit keuangan BPJS pun akan semakin besar. Maka dari itu, permintaan buruh akan kembali dipertimbangkan.
"Kenaikan BPJS tidak kita lakukan, yang terjadi juga defisit besar di BPJS. Semuanya dihitung, semuanya dikalkulasi," kata Jokowi.
Sebagai informasi, pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai Januari 2020 untuk mengatasi defisit yang kian melebar. Pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan kelas I menjadi Rp 160 ribu per bulan, kelas II menjadi Rp 110 ribu.
Adapun iuran kelas III tidak dinaikkan, karena adanya masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Alasannya, 60% pesertanya merupakan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menyatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi salah satu opsi untuk menambal defisit lembaga jaminan sosial tersebut. Saat ini, ada sekitar 130 juta masyarakat Indonesia yang menjadi peserta BPJS Kesehatan.
"Tujuan kita tidak menyusahkan masyarakat, ada 130 juta masyarakat yang ditanggung pemerintah," kata Fachmi Idris, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, dikutip Minggu (22/9/2019).
Fachmi menambahkan, sistem BPJS Kesehatan bersifat gotong royong di mana yang kaya akan mensubsidi yang miskin dan yang sehat mensubsidi yang sakit.
"Kalau kita lihat rata-rata iuran BPJS Kesehatan Rp 40.000 sementara pengeluaran rata-rata capai Rp 50.000. Ini yang membuat defisit," ujarnya.
"Kalau kita hitung secara murni berdasarkan kelas, misalnya kelas I, iuran normalnya harusnya Rp 300.000 per bulan tetapi pemerintah hanya membebankan Rp 160.000 dan gap ini ditutupi kontribusi dari sektor lain," katanya.
Untuk kepesertaan kelas III, lanjut dia, DPR meminta kepesertaan tersebut datanya dicek kembali agar penerima manfaat dapat tepat sasaran dan saat ini BPJS sedang dalam proses memfinalkan data 10 juta penerima manfaat di kelas III.
"Dalam kesimpulan Rapat Dengar Pendapat itu kalau kami nyatakan DPR menerima kenaikan, dengan bahasa lain menolak kelas 3 peserta mandiri non formal bukan penerima upah dengan syarat itu di-cleansing, sedang berproses, akhir September akan kita selesaikan," katanya.
(wed/wed) Next Article Kurangi Biaya Klaim, Standar Rawat Inap BPJS Jadi Kelas A & B
Pernyataan Jokowi mengemuka, usai bertemu dengan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI), Said Iqbal, dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nuwa Wea, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan buruh mengeluhkan keputusan pemerintah mengerek naik iuran BPJS Kesehatan yang dianggap akan berpengaruh kepada para buruh.
"Kami meminta pemerintah untuk meninjau ulang kenaikan iuran BPJS Kesehatan di kelas III karena berpengaruh kepada buruh dan rakyat," kata Andi Gani.
"Kami mengatakan iuran BPJS Kelas III akan memberatkan rakyat dan menurunkan daya beli. Oleh karena itu, kami mengusulkan dan menyarankan kepada beliau untuk dipertimbangkan agar iuran kelas III tidak dinaikkan," jelas Said Iqbal.
Lantas, apa kata Jokowi?
"Kita pertimbangkanlah. Karena kita harus berhitung, berkalkulasi," kata Jokowi merespons permintaan para buruh.
Jokowi menilai, apabila iuran BPJS Kesehatan tidak dinaikkan, maka defisit keuangan BPJS pun akan semakin besar. Maka dari itu, permintaan buruh akan kembali dipertimbangkan.
"Kenaikan BPJS tidak kita lakukan, yang terjadi juga defisit besar di BPJS. Semuanya dihitung, semuanya dikalkulasi," kata Jokowi.
Sebagai informasi, pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai Januari 2020 untuk mengatasi defisit yang kian melebar. Pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan kelas I menjadi Rp 160 ribu per bulan, kelas II menjadi Rp 110 ribu.
Adapun iuran kelas III tidak dinaikkan, karena adanya masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Alasannya, 60% pesertanya merupakan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
"Tujuan kita tidak menyusahkan masyarakat, ada 130 juta masyarakat yang ditanggung pemerintah," kata Fachmi Idris, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, dikutip Minggu (22/9/2019).
Fachmi menambahkan, sistem BPJS Kesehatan bersifat gotong royong di mana yang kaya akan mensubsidi yang miskin dan yang sehat mensubsidi yang sakit.
"Kalau kita lihat rata-rata iuran BPJS Kesehatan Rp 40.000 sementara pengeluaran rata-rata capai Rp 50.000. Ini yang membuat defisit," ujarnya.
"Kalau kita hitung secara murni berdasarkan kelas, misalnya kelas I, iuran normalnya harusnya Rp 300.000 per bulan tetapi pemerintah hanya membebankan Rp 160.000 dan gap ini ditutupi kontribusi dari sektor lain," katanya.
Untuk kepesertaan kelas III, lanjut dia, DPR meminta kepesertaan tersebut datanya dicek kembali agar penerima manfaat dapat tepat sasaran dan saat ini BPJS sedang dalam proses memfinalkan data 10 juta penerima manfaat di kelas III.
"Dalam kesimpulan Rapat Dengar Pendapat itu kalau kami nyatakan DPR menerima kenaikan, dengan bahasa lain menolak kelas 3 peserta mandiri non formal bukan penerima upah dengan syarat itu di-cleansing, sedang berproses, akhir September akan kita selesaikan," katanya.
(wed/wed) Next Article Kurangi Biaya Klaim, Standar Rawat Inap BPJS Jadi Kelas A & B
Most Popular