Stiglitz Sebut Ekonomi Dunia Melambat Parah, Tapi Tak Krisis

Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
26 September 2019 18:39
Stiglitz Sebut Ekonomi Dunia Melambat Parah, Tapi Tak Krisis
Foto: CNBC/Cameron Costa
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemenang Nobel ekonomi, Joseph Stiglitz mengatakan ekonomi dunia memasuki perlambatan yang parah, namun tidak akan terjadi krisis.

"Saya tidak melihat adanya krisis. Yang saya lihat adalah perlambatan ekonomi yang signifikan, dan dalam proses perlambatan tersebut, akan ada sejumlah perusahaan yang bangkrut," kata Stiglitz kepada AFP, Kamis (26/9/2019).

Dia mengatakan, para pengelola perusahaan diminta untuk berhati-hati dalam mengelola perusahaannya. Karena bila ekonomi tengah melambat dan terjadi salah kelola, maka kebangkrutan akan terjadi.



Menurut Stiglitz, sejumlah negara berkembang seperti Argentina terjun ke jurang krisis. "Namun Eropa dan Amerika tidak akan mengalami hal serupa," kata Stiglitz.

Pemenang Nobel Memorial Prize in Economic Sciences 2011 ini mengatakan kekhawatirannya kepada penurunan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, serta suntikan likuiditas ekonomi yang dilakukan bank sentral.

"Saya kira manfaat dari itu semua sangat kecil, mereka (bank sentral) bisa kehabisan amunisi (likuiditas) bila situasi ternyata makin parah," katanya.

China, Eropa, dan AS merupakan kekuatan ekonomi utama dunia yang semuanya mengalami masalah saat ini. "China mengalami saat-saat yang sulit untuk menumbuhkan ekspor manufakturnya, dan berharap pada pertumbuhan domestik," jelas Stiglitz.

Dari Eropa, Jerman saat ini tengah dalam tekanan untuk menstimulasi ekonominya. Sementara AS mempunyai masalah sendiri, yaitu Donald Trump.

"Jadi semua ini bukan hanya karena perang dagang. Dia (Trump) telah menimbulkan ketidakpastian politik, atau bisa dikatakan sebuah tingkatan baru dari chaos. Perang dagang hanya membuat semua ini makin parah," papar Stiglitz.


Stiglitz saat ini sedang melakukan promosi buku barunya berjudul People, Power, and Profits: Progressive Capitalism for an Age of Discontent. Dalam buku ini dia merekomendasikan perusahaan teknologi raksasa untuk memisahkan diri.

"Tidak ada alasan Facebook dibiarkan mengakuisisi Instagram dan WhatsApp," katanya.

Alasan Stiglitz adalah, karena perusahaan teknologi besar seperti Facebook, Apple, Amazon, dan Google untung besar namun melakukan penghindaran pajak.


Pada ekonom saat ini memang tengah mendukung langkah pemerintah Prancis untuk mengejar pajak dari raksasa-raksasa teknologi dunia tersebut. Bahkan langkah Prancis ini mendorong dunia untuk membahas lebih dalam untuk menarik pajak perusahaan-perusahaan digital.

"Kondisi ini membuat orang sadar, bahwa ada fundamental yang salah saat korporasi kata di dunia ternyata tidak membayar pajak," papar mantan Kepala Ekonomi Bank Dunia dan Kepala Penasihat Ekonomi Presiden Bill Clinton tersebut.
(wed/dru) Next Article Duh! Ekonomi Taiwan Minus 3,02%, Resmi Kena Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular