Duh! Silang Sengkarut Masalah di Batam, 700 Proyek Mangkrak

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
19 September 2019 12:50
Batam memang strategis, tapi banyak masalah di sana yang harus dibereskan, termasuk soal kewenangan, perizinan, dan konsesi lahan.
Foto: Bandara Hang Nadim, Batam (Kurnia/detikTravel)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berambisi menjadikan Batam sebagai kawasan untuk industri berbasis 4.0. Beberapa perusahaan asing dari Asia hingga dari Amerika akan membangun pabriknya di Batam. Namun, Batam masih menyisakan banyak pekerjaan rumah seperti silang sengkarut soal kewenangan dan perizinan, hingga rumitnya persoalan lahan warisan masa lalu yang bisa menghambat arus investasi masuk.

Padahal Batam banyak diminati para investor karena punya dua keunggulan. Kepala BP Batam Edy Putra Irawady menuturkan Batam memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dibanding wilayah lain di Indonesia.

Menurut Edy, Batam menjadi perlintasan perniagaan Atlantik dan Pasifik, lalu berjarak 20 km, sudah masuk dalam akses perdagangan internasional bersama Malaysia dan Singapura.



"Kedua, Batam mempunyai SDM middle skill labour, kemampuan kapasitas, makanya banyak industri 4.0, kemampuan komunikasinya, Batam mempunyai infrastruktur baik, agregat listrik, agregat air kita surplus," kata Edy dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Rabu, 18/9/2019).

Ia juga mengklaim nilai investasi sepanjang semester I-2019 di Batam naik hingga 53% dibanding semester I-2018. Batam diklaimnya bakal menerima investor baru dari Amerika, di antaranya industri komponen elektronik, komponen otomotif, household industry dan scrapping dan recondition untuk pesawat.

"Di samping bebas bea masuk, bebas PPN, bebas PPn BM, kami juga mempunyai kesempatan lebih besar untuk mendapatkan tax holiday, deductible tax. Kemudian ada lagi selain keunggulan komparatif dan kompetitif, ada komitemen Presiden, Batam akan menjadi digital bridge Batam-Singapura," katanya.

Meski demikian, bukan tindakan berarti Batam tanpa hambatan. Persoalan perizinan, tata niaga, hingga ada kewenangan yang disebutnya invisible (tidak terlihat) namun mengganggu dan silang sengkarut.

"Saya mempunyai entry barrier, salah satunya DNI masih diberlakukan di wilayah saya," kata Edy.

Ia juga memaparkan, beberapa wilayah di Batam menjadi berkurang yang membuat dirinya tidak dapat memberikan penyediaan lahan kepada para investor.

"Contohnya ada pulau, sekarang dikeluarkan dari BP Batam, dikembalikan, pengurangan jumlah pulau [...] sehingga investor tidak dapat fasilitas."

Persoalan lainnya adalah soal lahan-lahan konsesi yang sudah diberikan ke perusahaan oleh BP Batam terdahulu, tak digunakan alias menganggur. Investor terdahulu fokus menguasai lahan tapi minim realisasi, sedangkan saat pemerintah untuk menarik lagi konsesinya tak mudah karena harus proses hukum.

"Yang kedua retardasi, kebanyakan investor itu ngijon 10%, saya nggak bisa ambil harus lewat pengadilan, kemudian 7.790 hektare saya punya di Batam mangkrak, dikasih ke investor tapi dia nggak bangun-bangun," kata Edy.

Edy bilang ada sekitar 700 proyek mangkrak dari 7.790 hektare lahan yang menganggur. Masalah lain di Batam adalah permasalahan kewenangan hingga permasalahan tata niaga. Sebagai wilayah FTZ, untuk memasukkan komponen bahan baku impor, Batam terlebih dahulu perlu melewati perizinan di Kementerian terkait.

"Saya ada pembatasan kuota, paling sering bahan baku B2 (Bahan Berbahaya), atau bahan baku untuk garam industri, saya harus dapat perizinan kementerian pusat, padahal sebagai wilayah FTZ bukan pabeanan, [...] tapi ini saya bilang terlalu banyak 'invisible authority', kewenangan yang tidak terlihat tapi mengganggu kegiatan produksi maupun distribusi."

"Itu mulai eselon 2 baik daerah maupun pusat yang bisa menghentikan produksi saya. Akhirnya, masuk investasinya, tetapi waktu produksi mendatangkan barang modal, mendatangkan bahan baku mendatangkan bahan pendukung, mereka harus menunggu, harus minta izin dulu," katanya.

Ia mengaku sudah menyampaikan persoalan tersebut ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.

"Saya sudah ketemu (menteri) perdagangan, dia akan berikan perkecualian lagi, jadi semua kewenangan akan dilimpahkan ke saya. Tinggal kementerian lagi, kemarin ketemu pak Airlangga sudah ketemu, boleh ga saya hanya tunduk ke peraturan presiden, hanya presidential level saja, karena saya bukan wilayah pabeanan," ucap Edy.
(hoi/hoi) Next Article Pabrik Batam Pindah ke Myanmar, Ini yang Terjadi di Batam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular