Bahaya! Utang BUMN Disebut Mengkhawatirkan, Seberapa Parah?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 September 2019 16:33
Utang luar negeri (ULN) BUMN Indonesia hingga Juli 2019 mencapai US$ 52,8 miliar.
Foto: Gedung Kementerian BUMN (detik.com/Hendra Kusuma)
Jakarta, CNBC Indonesia - Utang luar negeri (ULN) BUMN Indonesia hingga Juli 2019 mencapai US$ 52,8 miliar. Kata Moody's, utang BUMN Indonesia terbilang mengkhawatirkan dan berdampak pada adanya risiko kontijensi atau ketidakpastian untuk RI.

Sejak awal tahun ini, tercatat utang luar negeri BUMN RI terus mengalami tren peningkatan. Dari periode Januari-Juli, ULN BUMN sudah naik lebih dari US$ 6,3 miliar atau naik 13,8%. Proporsi utang BUMN terhadap total utang luar negeri swasta pada Juli 2019 tercatat mencapai 26,7%. Naik 2,7 basis poin bila dibandingkan dengan ULN swasta pada awal tahun ini.



Utang luar negeri BUMN Indonesia didominasi oleh utang luar negeri BUMN perusahaan bukan lembaga keuangan yang mencapai 20% dari total ULN Swasta per Juli 2019. ULN Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan tercatat pada Juli mencapai US$ 41,3 miliar. ULN Bank BUMN di periode yang sama mencapai US$ 7,6 miliar dan ULN BUMN Lembaga Keuangan non-bank tercatat mencapai US$ 3,9 miliar.

Di samping ULN BUMN yang terus membengkak, outlook utang BUMN pun semakin menunjukkan tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Moody's investor service baru-baru ini merilis laporan yang menunjukkan bahwa BUMN di kawasan Asia Pasifik kecuali China menjadi sumber risiko kontijensi atau risiko ketidakpastian terkait perolehan laba atau rugi pada neraca pemerintah. Risiko ini muncul salah satunya diakibatkan oleh utang yang ditanggung BUMN.

Menurut riset tersebut, beberapa BUMN di Indonesia, Taiwan, Thailand, India, Korea & Malaysia menunjukkan outlook utang yang mengkhawatirkan. Beberapa indikator yang digunakan oleh Moody's untuk melihat adanya risiko kontijensi tersebut antara lain rasio utang terhadap modal (DER), kemampuan bayar utang/Interest Coverage Rasio (ICR), rasio balik modal (ROE) serta persentase utang terhadap PDB BUMN.

Moody's : Risiko Kontijensi RI Terjadi Karena Utang BUMNSumber : Moody's Investor Service


Beberapa BUMN Indonesia yang di sorot dalam laporan Moody's tersebut adalah PT Waskita Karya Tbk, PT Garuda Indonesia Tbk, PT Adhi Karya Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Krakatau Steel Tbk dan PT Indofarma Tbk. Pasalnya BUMN-BUMN tersebut memiliki rasio utang yang sangat besar dibandingkan dengan modalnya. Dalam hal ini PT Waskita Karya Tbk mencatatkan rasio utang terhadap modal (DER) yang sangat tinggi mencapai 359,1%, disusul pada posisi kedua yaitu PT Garuda Indonesia Tbk dengan nilai DER mencapai 211,2%.

Selain DER, rasio kemampuan bayar utang (ICR) dan rasio likuiditas (current rasio) juga jadi indikator lain yang disampaikan Moody's . Ditinjau dari kemampuan bayar utang, PT Garuda Indonesia memiliki masalah dalam kemampuan bayar utang karena nilainya negatif. Nilai ICR yang tinggi menunjukkan kemampuan bayar utang yang baik, sebaliknya ketika nilainya terlalu kecil mengindikasikan perusahaan sedang dalam masalah untuk membayar utangnya.

Ditinjau dari rasio likuiditasnya, semakin kecil nilainya maka perusahaan tersebut sedang mengalami kesulitan dalam hal likuiditas. Menurut rilis laporan Moody's PT Krakatau Steel & PT Garuda Indonesia menjadi BUMN yang sedang mengalami masalah terkait likuiditas. Menurut Moody's, untuk meminimalkan adanya risiko kontijensi, kalkulasi risiko yang cermat serta manajemen risiko mutlak sangat diperlukan.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(dru) Next Article Wow, Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi Rp 5.553,5 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular