
APBN Juli 2019: Belanja Banyak, Defisit Pun Meningkat
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
26 August 2019 15:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Pendapatan Negara telah mencapai Rp 1.052,8 triliun per akhir bulan Juli 2019. Jumlah tersebut setara dengan 48,6% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
Sebagian besar pendapatan negara masih disumbang oleh pendapatan pajak, yaitu sebesar Rp 705,6 triliun. Realisasi pendapatan pendapatan pajak baru mencapai 44,7% dari target APBN.
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Januari-Juli 2018), pendapatan pajak tercatat tumbuh 2,68% YoY.
Pajak penghasilan (PPh), yang mana merupakan salah satu pos pendapatan pajak negara, per 31 Juli 2019 telah terkumpul sebesar Rp 440,17 triliun atau 49,21% dari target APBN dan tumbuh 4,66% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Pertumbuhan pendapatan PPh ditopang oleh kinerja PPh Nonmigas yang tumbuh sebesar 5,27% YoY menjadi Rp 404,67 triliun. Porsi PPh Nonmigas terhadap total PPh per akhir Juli 2019 mencapai 91,9%, sehingga akan mempengaruhi kinerja pendapatan PPh secara umum.
Ditilik lebih dalam, kontributor utama pertumbuhan PPh Nonmigas berasal dari PPh Pasal 21 (PPh 21) yang tumbuh 12,31% YoY. Pajak ini berasal dari pemotongan gaji pekerja/karyawan.
Selain itu, komponen PPh yang pertumbuhannya juga cukup pesat adalah PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi, yaitu sebesar 15,9% YoY menjadi Rp 8,5 triliun.
Menurut Kementerian Keuangan dalam laporan "APBN KiTa Edisi Agustus 2019", pertumbuhan PPh dari Orang Pribadi tersebut menjadi salah satu indikator kondisi ketenagakerjaan yang masih stabil. Selain itu ada pula faktor perluasan basis pembayar pajak (basis pajak/tax base) pasca program Tax Amnesty (TA).
Di lain pihak, penerimaan PPh 25/29 Badan hanya tumbuh sebesar 0,94% YoY menjadi Rp 139,19 triliun. Salah satu faktor yang menekan kinerja PPh Badan adalah harga komoditas utama Indonesia yang melemah seperti batu bara, minyak kelapa sawit, dan minyak mentah.
Harga komoditas yang melemah mengakibatkan kinerja keuangan perusahaan menjadi tertekan dan berdampak pada penghasilan.
Adapun penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri tumbuh negatif alias terkontraksi 4,68% YoY. Sejatinya pemerintah harus mewaspadai hal ini. Pasalnya, kontraksi penerimaan PPN menjadi salah satu indikator bahwa ada tekanan pada tingkat konsumsi masyarakat. Hingga saat ini, perekonomian Indonesia sebagian besar (lebih dari 50%) masih disumbang oleh konsumsi rumah tangga.
Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per akhir Juli 2019 telah mencapai Rp 241,2 triliun atau 63,78% dari target APBN. Selain itu PNBP juga tercatat tumbuh 14,21% YoY.
Meski secara umum tumbuh positif, namun sebenarnya ada banyak pos PNBP yang mengalami kontraksi. Contohnya PNBP dari Sumber Daya Alam (SDA) terkontraksi sebesar 5,51% YoY.
Lagi-lagi harga komoditas memiliki peran yang cukup signifikan dalam PNBP SDA.
Realisasi penerimaan SDA Migas baru mencapai Rp 68,22 triliun atau terkontraksi 6,11% YoY. Penurunan penerimaan SDA Migas disebabkan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) periode Januari-Juli 2019 hanya sebesar US$ 62,88/barel, yang mana lebih rendah dari periode sama tahun sebelumnya sebesar US$ 67,14/barel.
Sementara realisasi penerimaan PNBP SDA Nonmigas yang terkontraksi sebesar 3,29% terjadi sebagai akibat Harga Batu Bara Acuan (HBA) periode Januari-Juli 2019 sebesar US$ 85,56/ton, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai US$ 97,66/ton.
Secara umum, pertumbuhan PNBP banyak ditopang oleh Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), yang mana tumbuh sebesar 83,22% YoY menjadi Rp 153,27 triliun.
Belanja Negara
Di akhir bulan pertama semester II-2019, realisasi belanja negara telah mencapai Rp 1.236,5 triliun atau 50,2% dari target APBN. Realisasi belanja negara tercatat tumbuh 7,9% dibanding periode yang sama tahun 2018.
Dua pos belanja negara yang realisasinya paling cepat adalah bantuan sosial (bansos) dan belanja pegawai.
Realisasi bansos telah mencapai Rp 75,08 triliun atau 77,36% dari target APBN. Jumlah tersebut juga naik 33,53% dibanding periode yang sama tahun 2018.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang memiliki cukup banyak program bansos seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Selain itu adanya pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang berlangsung pada tahun ini juga sedikit banyak mendorong pemerintah untuk segera merealisasai dana bansos.
Sementara tu belanja pegawai telah mencapai Rp 150,11 triliun atau 66,89% dari target APBN. Angka pertumbuhan belanja pegawai mencapai 13,13% YoY.
Kementerian Keuangan mengaku peningkatan tersebut terutama disebabkan adanya kenaikan tunjangan kinerja pada beberapa Kementerian/Lembaga (K/L). Hal itu diklaim sebagai capaian pelaksanaan reformasi birokraksi.
Namun sayangnya, realisasi belanja modal per akhir Juli 2019 malah mengalami kontraksi hingga 10,62% YoY menjadi tinggal Rp 25,55 triliun. Hal itu disebabkan oleh proses adaptasi atas perubahan proses pengadaan barang dan jasa, kegagalan proses pelelangan beberapa kegiatan, dan pembebasan lahan yang masih belum selesai.
Kombinasi antara lesunya pendapatan dan kuatnya belanja negara menghasilkan neraca anggaran yang mengalami defisit hingga Rp 185,7 triliun dan setara 1,14% Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka defisit tersebut meningkat 21,6% dibanding posisi periode yang sama (Januari-Juli) tahun 2018 yang sebesar Rp 151 triliun dan setara 1,02% PDB.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/dru) Next Article Sri Mulyani : Hingga Juli 2019 Pendapatan Negara Tumbuh 5,9%
Sebagian besar pendapatan negara masih disumbang oleh pendapatan pajak, yaitu sebesar Rp 705,6 triliun. Realisasi pendapatan pendapatan pajak baru mencapai 44,7% dari target APBN.
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Januari-Juli 2018), pendapatan pajak tercatat tumbuh 2,68% YoY.
Pertumbuhan pendapatan PPh ditopang oleh kinerja PPh Nonmigas yang tumbuh sebesar 5,27% YoY menjadi Rp 404,67 triliun. Porsi PPh Nonmigas terhadap total PPh per akhir Juli 2019 mencapai 91,9%, sehingga akan mempengaruhi kinerja pendapatan PPh secara umum.
![]() |
Ditilik lebih dalam, kontributor utama pertumbuhan PPh Nonmigas berasal dari PPh Pasal 21 (PPh 21) yang tumbuh 12,31% YoY. Pajak ini berasal dari pemotongan gaji pekerja/karyawan.
Selain itu, komponen PPh yang pertumbuhannya juga cukup pesat adalah PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi, yaitu sebesar 15,9% YoY menjadi Rp 8,5 triliun.
Menurut Kementerian Keuangan dalam laporan "APBN KiTa Edisi Agustus 2019", pertumbuhan PPh dari Orang Pribadi tersebut menjadi salah satu indikator kondisi ketenagakerjaan yang masih stabil. Selain itu ada pula faktor perluasan basis pembayar pajak (basis pajak/tax base) pasca program Tax Amnesty (TA).
Di lain pihak, penerimaan PPh 25/29 Badan hanya tumbuh sebesar 0,94% YoY menjadi Rp 139,19 triliun. Salah satu faktor yang menekan kinerja PPh Badan adalah harga komoditas utama Indonesia yang melemah seperti batu bara, minyak kelapa sawit, dan minyak mentah.
Harga komoditas yang melemah mengakibatkan kinerja keuangan perusahaan menjadi tertekan dan berdampak pada penghasilan.
Adapun penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri tumbuh negatif alias terkontraksi 4,68% YoY. Sejatinya pemerintah harus mewaspadai hal ini. Pasalnya, kontraksi penerimaan PPN menjadi salah satu indikator bahwa ada tekanan pada tingkat konsumsi masyarakat. Hingga saat ini, perekonomian Indonesia sebagian besar (lebih dari 50%) masih disumbang oleh konsumsi rumah tangga.
![]() |
Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per akhir Juli 2019 telah mencapai Rp 241,2 triliun atau 63,78% dari target APBN. Selain itu PNBP juga tercatat tumbuh 14,21% YoY.
Meski secara umum tumbuh positif, namun sebenarnya ada banyak pos PNBP yang mengalami kontraksi. Contohnya PNBP dari Sumber Daya Alam (SDA) terkontraksi sebesar 5,51% YoY.
Lagi-lagi harga komoditas memiliki peran yang cukup signifikan dalam PNBP SDA.
Realisasi penerimaan SDA Migas baru mencapai Rp 68,22 triliun atau terkontraksi 6,11% YoY. Penurunan penerimaan SDA Migas disebabkan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) periode Januari-Juli 2019 hanya sebesar US$ 62,88/barel, yang mana lebih rendah dari periode sama tahun sebelumnya sebesar US$ 67,14/barel.
Sementara realisasi penerimaan PNBP SDA Nonmigas yang terkontraksi sebesar 3,29% terjadi sebagai akibat Harga Batu Bara Acuan (HBA) periode Januari-Juli 2019 sebesar US$ 85,56/ton, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai US$ 97,66/ton.
Secara umum, pertumbuhan PNBP banyak ditopang oleh Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), yang mana tumbuh sebesar 83,22% YoY menjadi Rp 153,27 triliun.
Belanja Negara
Di akhir bulan pertama semester II-2019, realisasi belanja negara telah mencapai Rp 1.236,5 triliun atau 50,2% dari target APBN. Realisasi belanja negara tercatat tumbuh 7,9% dibanding periode yang sama tahun 2018.
Dua pos belanja negara yang realisasinya paling cepat adalah bantuan sosial (bansos) dan belanja pegawai.
Realisasi bansos telah mencapai Rp 75,08 triliun atau 77,36% dari target APBN. Jumlah tersebut juga naik 33,53% dibanding periode yang sama tahun 2018.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang memiliki cukup banyak program bansos seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
![]() |
Selain itu adanya pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang berlangsung pada tahun ini juga sedikit banyak mendorong pemerintah untuk segera merealisasai dana bansos.
Sementara tu belanja pegawai telah mencapai Rp 150,11 triliun atau 66,89% dari target APBN. Angka pertumbuhan belanja pegawai mencapai 13,13% YoY.
Kementerian Keuangan mengaku peningkatan tersebut terutama disebabkan adanya kenaikan tunjangan kinerja pada beberapa Kementerian/Lembaga (K/L). Hal itu diklaim sebagai capaian pelaksanaan reformasi birokraksi.
Namun sayangnya, realisasi belanja modal per akhir Juli 2019 malah mengalami kontraksi hingga 10,62% YoY menjadi tinggal Rp 25,55 triliun. Hal itu disebabkan oleh proses adaptasi atas perubahan proses pengadaan barang dan jasa, kegagalan proses pelelangan beberapa kegiatan, dan pembebasan lahan yang masih belum selesai.
Kombinasi antara lesunya pendapatan dan kuatnya belanja negara menghasilkan neraca anggaran yang mengalami defisit hingga Rp 185,7 triliun dan setara 1,14% Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka defisit tersebut meningkat 21,6% dibanding posisi periode yang sama (Januari-Juli) tahun 2018 yang sebesar Rp 151 triliun dan setara 1,02% PDB.
![]() |
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/dru) Next Article Sri Mulyani : Hingga Juli 2019 Pendapatan Negara Tumbuh 5,9%
Most Popular