Dukungan Amerika, Jihad Malaysia Lindungi Sawit dari Eropa

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
22 August 2019 17:11
Minyak kelapa sawit telah menghadapi tekanan dari aktivis lingkungan di beberapa negara di dunia dalam beberapa tahun terakhir
Foto: Kelapa sawit (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Minyak kelapa sawit telah menghadapi tekanan dari aktivis lingkungan di beberapa negara di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dikarenakan untuk memproduksi sawit, kedua negara telah melakukan penggundulan hutan, menyebabkan ancaman lingkungan serius.

Namun beberapa eksekutif dari sebuah konsultan di Washington, Amerika Serikat (AS) menyatakan dukungannya untuk Malaysia untuk tidak terpengaruh pada tekanan yang ada.

"Jangan biarkan aktivis lingkungan dan pemerintah Barat menodai minyak kelapa sawit hingga menjadi produk 'sampah', seperti tembakau," kata lembaga itu dalam makalah strategi yang diberikan kepada beberapa pejabat paling berpengaruh di industri minyak sawit Malaysia, mengutip Al Jazeera, Kamis (22/8/2019).


Apalagi, saat ini nilai perdagangan kelapa sawit Malaysia misalnya, mencapai US$ 60 miliar. Hal ini menandakan pentingnya minyak sawit pagi ekonomi negara.

Mengutip World Atlas, Malaysia yang merupakan produsen terbesar kedua di dunia, pada tahun 2016 memproduksi sekitar 2,1 juta metrik ton minyak kelapa sawit. Malaysia mengirimkan sekitar 85% minyak kelapa sawit yang diproduksinya ke luar negeri setiap tahun.

Para pecinta lingkungan telah banyak mengkritik kesuksesan ini. Mereka mengatakan untuk memproduksi kelapa sawit, negara produsen kelapa sawit ini telah membuka terlalu luas hutan hujan tropis untuk dijadikan lahan pertanian.


Dari segi jumlah, Malaysia bersama Indonesia menghasilkan sekitar 85% minyak sawit dunia. Tingginya produksi didorong oleh banyaknya permintaan akan minyak kelapa sawit yang biasa digunakan untuk membuat produk makanan, kosmetik, hingga bahan bakar biofuel. Sebanyak 70% konsumsi global dari minyak kelapa sawit mengarah ke makanan.

Salah satu negara yang aktif memboikot penggunaan minyak kelapa sawit adalah Uni Eropa (UE). Pada tahun 2017, UE secara terang-terangan membuat pernyataan untuk menghentikan atau mengurangi penggunaan minyak sawit dalam pembuatan bahan bakar biofuel.

Langkah ini mengancam industri kelapa sawit Malaysia dan Indonesia secara langsung. Sebab kedua negara merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia.

Bahkan, pada awal tahun, UE kembali mengeluarkan proposal untuk menghapus penggunaan minyak kelapa sawit dari bahan bakar terbarukan pada tahun 2030 karena masalah deforestasi hutan.

Sebagai konsumen, UE sebenarnya hanya menyerap sebagian kecil dari ekspor kedua negara. Namun, Malaysia dan Indonesia takut langkah yang diambil UE akan membuat aturan serupa muncul di sektor makanan.

[Gambas:Video CNBC]


(sef/sef) Next Article Pascapecah Rekor, Harga CPO Merosot 1,31%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular