Setuju Enggak Kalau Kampus Harvard-NUS Cs Buka Cabang di RI?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
19 August 2019 09:54
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Foto: Harvard University di Cambridge, Massachusetts/REUTERS/Jessica Rinaldi
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menopang penguatan perekonomian Indonesia. SDM memang menjadi fokus utama pemerintahannya dalam 5 tahun ke depan.

Salah satu pemikiran pemerintah ialah membangun kualitas SDM dengan mengundang rektor asing untuk memimpin Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia. Satu wacana yang sebelumnya juga mengemuka ialah membuka peluang bagi universitas asing seperti National University of Singapore (NUS), Nanyang Technology University (NTU), hingga Harvard University di AS untuk beroperasi di Indonesia.

Ekonom INDEF
(Institute For Development of Economics and Finance) Didik J Rachbini menilai, rencana pemerintah mengundang masuk PTN luar negeri, dalam artian membuka cabang, justru melanggar ketentuan perundang-undangan. Pasalnya, sektor pendidikan bukan berada di yurisdiksi undang-undang investasi.


"Investasi asing yang masuk diatur oleh UU adalah badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha bisnis, bukan kegiatan pendidikan. Jika lembaga pendidikan dimasukkan ke dalam negeri dengan basis aturan investasi dan lepas dari DNI [daftar negatif investasi], maka ini melanggar UU," kata Didik.

Menurut Didik, pendidikan bukan berada di bawah yurisdiksi UU investasi. Pendidikan asing masuk ke dalam negeri tidak bisa masuk melalui bingkai UU penanaman modal, sebagaimana sudah dijalankan untuk pendidikan non-formal, maupun kursus.

"Pendidikan bukan masuk ke dalam DNI yang tidak boleh atau boleh, seperti sudah dilakukan pemerintah memasukkan lembaga-lembaga pendidikan non-formal selama ini," jelasnya.

"Jika sebagai ANU [Australian National University], Harvard, masuk dan melakukan investasi tidak bisa melalui kegiatan dan aturan investasi," tegasnya.


Menurut Didik, aktivitas dosen asing memang sudah ada sejak setengah abad lalu di Indonesia. Kerja sama ini sudah berjalan cukup lama, dan memberikan manfaat lebih kepada masyarakat Indonesia.

"Saya lebih kepada investasi asing yang nanti akan menjadikan perguruan tinggi asing masuk sebagai investasi seperti modal, bisnis, pasar. Itu tidak pas dengan aturan main UU investasi. Kerja sama dari yang sudah ada sekarang sudah cukup bagus," jelasnya.

Terkait dengan rencana pemerintah mengimpor rektor asing, ekonom INDEF Didin Damanhuri memandang, rencana tersebut justru menjauhkan Indonesia dari konstitusional yang ada.

"Impor perguruan tinggi dan rektor dalam perspektif konstitusi tidak tepat," jelasnya.

Menurutnya, upaya memperbaiki kualitas perguruan tinggi memang perlu dilakukan, namun tidak hanya semata-mata menggunakan rektor asing maupun perguruan tinggi asing.

"Misalnya dengan pertukaran pelajar, perbaikan kesejahteraan guru. Masih banyak ide-ide tanpa harus mengimpor PT dan atau rektor asing yang lebih menimbulkan kontroversi daripada solusi terkait peningkatan kualitas perguruan tinggi Indonesia," jelasnya.

Foto: Menristek Dikti Mohamad Nasir/doc.BKKP Kemenristekdikti

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir sebelumnya menegaskan akan mengundang rektor dari luar negeri untuk memimpin PTN yang paling siap untuk dinaikkan rankingnya guna meningkatkan ranking perguruan tingginya mencapai 100 besar dunia.

Menteri Nasir juga memastikan anggaran untuk menggaji rektor luar negeri ini akan disediakan langsung oleh pemerintah, tanpa mengurangi anggaran PTN tersebut. Pemerintah menargetkan pada 2020 sudah ada perguruan tinggi yang dipimpin rektor terbaik dari luar negeri dan pada 2024 jumlahnya ditargetkan meningkat menjadi lima PTN.

"[Kita nanti tantang calon rektor luar negerinya] kamu bisa tidak tingkatkan ranking perguruan tinggi ini menjadi 200 besar dunia. Setelah itu tercapai, berikutnya 150 besar dunia. Setelah ini 100 besar dunia. Harus seperti itu," katanya dalam siaran pers, 27 Juli lalu.

Adapun Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada awal tahun bahkan sempat membuka wacana kampus asing untuk beroperasi di Indonesia. Pertimbangannya karena banyaknya mahasiswa yang kuliah di luar negeri yang turut berkontribusi menguras devisa dalam negeri.






(tas) Next Article Rektor Asing, Yakin Bisa Tingkatkan SDM RI?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular