Wajar Lah Mimik Muka Jokowi Mesem Kala Listrik di Jawa Padam

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
06 August 2019 10:57
Persoalan listrik Indonesia kembali menjadi sorotan masyarakat. Hal itu menyusul insiden 'mati listrik' yang terjadi pada hari Minggu (4/8/2019).
Foto: cover topik/ Jokowi PLN thumbnail/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan listrik Indonesia kembali menjadi sorotan masyarakat. Hal itu menyusul insiden 'mati listrik' yang terjadi pada hari Minggu (4/8/2019).

Tak tanggung-tanggung listrik untuk sebagian besar wilayah Jawa sempat padam setidaknya selama enam jam. Bahkan suplai listrik di beberapa daerah terputus hingga lebih dari 8 jam.

Listrik mulai padam pada tengah hari, sekitar pukul 12:00 WIB. Kala itu banyak masyarakat yang terkejut dan mengira pemadaman listrik hanya dalam kawasan terbatas.

Namun selanjutnya pasokan listrik ke fasilitas-fasilitas komunikasi membuat sinyal telepon sejumlah provider ikut mengalami gangguan, bahkan ada yang mati total. Barulah banyak orang yang mulai sadar bahwa kejadian padamnya listrik kali itu terjadi secara masal.

Tidak hanya sistem komunikasi yang kena imbasnya. Moda Raya Terpadu (MRT) yang baru beroperasi dalam beberapa bulan terakhir harus rela berhenti mendadak. Ada gerbong yang mandek di jalur bawah tanah, sehingga penumpangnya terpaksa dievakuasi.

Sama halnya dengan seluruh perjalanan kereta Commuter Line Jabodebek yang terpaksa dihentikan.

Sementara di bidang keuangan, beberapa Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tidak menempel di kantor cabang atau pusat perbelanjaan tidak dapat beroperasi. Alhasil masyarakat sulit untuk menarik uang tunai.

Uang digital sulit dipakai, uang tunai pun sulit didapatkan.

Dalam kejadian tersebut, biaya ganti rugi yang harus dibayarkan oleh PLN mencapai Rp 840 Miliar

Kejadian ini juga bukan yang pertama kali. Pada tahun 2005 aliran listrik untuk seluruh wilayah Jawa dan Bali terhenti. Tepatnya pada 18 Agustus 2005 sekitar pukul 09:00 WIB, listrik se-Jawa Bali mendadak padam.

Penyebabnya adalah kerusakan jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV Saguling, Cibinong, dan Cilegon. Kala itu listrik padam dalam hampir 24 jam di beberapa daerah.

Dua rangkaian kejadian tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi seluruh pihak yang terkait. Dalam hal ini pemerintah memiliki peran yang sangat strategis.

Pasalnya, pengelolaan listrik di Indonesia saat ini sebagian besar, bahkan hampir seluruhnya, dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang notabene 100% dimiliki pemerintah.

Listrik 'Gede' Doang Tak Cukup 

Soal listrik, Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang punya ambisi yang besar.

Demi menyediakan listrik bagi rakyatnya, Jokowi mencanangkan program penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 35.000 Mega Watt (MW). Jauh lebih besar ketimbang 10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya 10.000 MW.

Sampai dengan 15 Juni 2019, proyek pembangkit yang telah memasuki tahap operasi (Commercial Operation Date/COD) telah mencapai 3.617 MW (10%), tahap konstruksi 20.119 MW (57%), telah kontrak/PPA sekitar 9.515 MW (27%), proses pengadaan sekitar 1.453 MW (4%), serta tahap perencanaan sekitar 734 MW (2%), berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Sumber: Kementeria ESDM


Berdasarkan data dari Statistik Listrik 2012-2017 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik di seluruh Indonesia per akhir tahun 2017 telah mencapai 57.117 MW, yang mana telah naik dari tahun 2012 yang sebesar 45.036MW.

Dengan kapasitas sebesar itu, sepanjang tahun 2017 ada 262.661 Giga Watt Hour (Gwh) listrik yang dibangkitkan. Akan tetapi hanya sebesar 222.963 Gwh saja yang berhasil didistribusikan.

Artinya, saat ini pembangkit listrik di Indonesia sudah cukup, bahkan surplus. Rasio elektrifikasi juga sudah berhasil ditingkatkan ke posisi 98,81% per Juni 2019.

Sebagai gambaran, pada tahun 2012 rasio elektrifikasi Indonesia masih sebesar 76,56%. Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan antara jumlah rumah tangga dibanding dengan jumlah pelanggan listrik rumah tangga.

Sumber: Badan Pusat Statistik


Namun sayangnya, pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang begitu megah di era Jokowi masih belum memiliki rencana cadangan (contingency plan) yang efektif.

Hal itu terbukti dari kejadian padamnya aliran listrik untuk waktu yang cukup lama. Terlebih, terjadi di pulau Jawa, dimana pembangunan infrastruktur masih terpusat di sana.

Hal itu juga sudah disampaikan oleh Jokowi saat berkunjung ke kantor pusat PLN pada hari Senin (5/8/2019).

"Tentu saja ada contingency plan, back up plan. Pertanyaan saya kenapa tidak bekerja dengan cepat. Saya tahu pernah kejadian 17 tahun lalu Jawa-Bali, harusnya itu bisa jadi pelajaran agar kejadian kembali lagi. Kita tahu ini tidak hanya merusak reputasi PLN tapi banyak juga hal di luar PLN yang dirugikan," ujar Jokowi seperti dikutip dari detikfinance.

Bahayanya saat listrik di Jawa padam, jumlah pengguna yang dirugikan sangat besar. Pasalnya 71,69% dari seluruh listrik yang didistribusikan tahun 2017, atau 159.837 Gwh, mengalir hanya di pulau jawa saja.

Hal itu disebabkan jumlah pelanggan listrik di Jawa yang jumlahnya memang banyak. Per akhir tahun 2017, jumlah pelanggan listrik di Jawa mencapai 42,1 juta, yang terdiri dari rumah tangga, industri, usaha, sosial, kantor pemerintah, dan jalan umum.

Sementara di luar pulau Jawa, jumlah pelanggan hanya 25,9 juta saja.

Maka dari itu, kala listrik di Jawa padam, kerugian yang ditimbulkan sangat masif.



TIM RISET CNBC INDONESIA


(taa/dru) Next Article Jokowi: Praktik Keagamaan Tertutup Harus Kita Hindari!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular