
3 'Borok' BUMN: Rugi, Poles Laporan Keuangan, Korupsi!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 August 2019 16:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Nyaris lima tahun Joko Widodo (Jokowi) menempati takhta kepemimpinan tertinggi di Republik ini, ada begitu banyak hal yang bisa digarisbawahi. Salah satunya adalah kinerja perusahaan-perusahaan plat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam lima tahun pemerintahan Jokowi, ada begitu banyak catatan yang bisa didapati dari pengelolaan BUMN. Catatan yang dimaksud bisa dibagi dalam tiga kategori yakni kerugian, poles-memoles laporan keuangan, dan korupsi.
Berbicara mengenai borok yang pertama yakni kerugian, kesulitan keuangan terjadi di lintas sektor seperti manufaktur, jasa logistik, serta jasa keuangan.
Berbicara mengenai BUMN manufaktur, ada PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Sudah tujuh tahun perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur baja tersebut tak pernah merasakan yang namanya laba, yang ada hanya rugi dan rugi.
Kerugian terparah yang dialami perusahaan justru terjadi di era Jokowi. Pada tahun 2015, Krakatau Steel mencatatkan kerugian senilai US$ 320 juta, membengkak dibandingkan kerugian pada tahun 2014 yang senilai US$ 147,1 juta.
Kala perusahaan terus merugi, tumpukan utang tercatat terus menggunung. Per tahun 2018, total utang Krakatau Steel tercatat senilai US$ 2,49 miliar.
Mau tak mau, perampingan jumlah karyawan dilakukan. Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim pernah mengatakan bahwa perusahaan menargetkan perampingan sekitar 2.400 karyawan organik di perusahaan induk hingga tahun depan, baik itu melalui natural retirement, pengalihan tenaga kerja ke anak perusahaan, maupun program pensiun dini.
Setidaknya ada 800 karyawan yang akan memasuki masa pensiun hingga tahun depan, serta ada pengalihan 600 karyawan dari perusahaan induk ke anak-anak perusahaan Krakatau Steel.
Selain itu, proyek pembangunan pabrik baja dengan sistem Blast Furnace juga dikritisi sendiri oleh anggota dewan komisaris karena berpotensi melambungkan kerugian KRAS. Komisaris Independen Krakatau Steel Roy Maningkas bahkan sampai mundur dari jabatannya karena permasalahan ini. Roy menyebutkan bahwa perusahaan berpotensi merugi hingga Rp 1,3 triliun jika proyek ini diteruskan. Roy juga sempat mengatakan bahwa Krakatau Steel sudah "dijarah habis-habisan" sehingga utang menumpuk hingga Rp 30 triliun.
Beralih ke sektor jasa logistik, ada PT Pos Indonesia (Persero) yang kinerja keuangannya tidak sehat. Memang, dari tahun ke tahun laba terus menghiasi laporan keuangan perusahaan. Setidaknya sejak tahun 2012, laporan keuangan perusahaan selalu menunjukkan perolehan laba. Teranyar, pada tahun 2018 Pos Indonesia mencatat laba bersih senilai Rp 127 miliar.
Tapi tunggu dulu. Jika mengamati arus kas, sejatinya kinerja Pos Indonesia tidak bagus-bagus amat. Arus kas perusahaan kerap kali tercatat negatif. Sepanjang periode 2012-2018, Pos Indonesia hanya mampu membukukan arus kas positif sebanyak tiga kali, sementara sisanya berwarna merah alias negatif. Teranyar pada tahun 2018, arus kas tercatat minus Rp 293 miliar.
Sebagai informasi, laporan arus kas merupakan catatan uang yang keluar-masuk selama perusahaan menjalankan aktivitas bisnis dalam periode tertentu. Saat nilainya negatif, artinya lebih banyak uang keluar daripada uang masuk.
Untuk sebagian sektor bisnis, arus kas negatif memang tidak terlalu menjadi masalah. Sektor konstruksi misalnya, di mana pembayaran kepada perusahaan memang biasanya dilakukan belakangan. Namun untuk sektor jasa logistik yang biasanya pembayaran dilakukan di depan, arus kas negatif menandakan model bisnis yang tidak efisien.
Dampak dari arus kas yang terus negatif adalah posisi kas Pos Indonesia cenderung mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2018, posisi kas tercatat hanya senilai Rp 2,64 triliun, terendah sejak tahun 2012.
Lebih lanjut, andaikan tidak ada subsidi dari pemerintah alias Public Services Obligation (PSO), sejatinya Pos Indonesia seringkali mengalami kerugian. Sebagai informasi, PSO merupakan mandat dari pemerintah untuk mengenakan biaya kepada konsumen di bawah harga keekonomian.
Besarnya tak main-main. Pada tahun 2018, besar PSO untuk Pos Indonesia mencapai Rp 345 miliar. Pun sejak tahun 2015, besar PSO sudah berada di kisaran Rp 350 miliar.
Bayangkan saja, laba bersih Rp 127 miliar (2018), sementara ada subsidi Rp 345 miliar. Selisihnya mencapai Rp 218 miliar.
Untuk diketahui, sedari awal tahun Pos Indonesia sudah mulai melakukan pengurangan jumlah karyawan.
Untuk BUMN sektor jasa keuangan, ada kasus yang menimpa Asuransi Jiwasraya. Asuransi jiwa pelat merah ini terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo. Kesulitan likuiditas menjadi alasan keterlambatan pembayaran yang disampaikan oleh perusahaan. Keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo terdapat di produk bancassurance, di mana nilainya mencapai Rp 802 miliar.
HALAMAN SELANJUTNYA >>>> NEXT : Dari Rugi Jadi Untung
Mungkin, skandal terbesar di pasar keuangan tanah air pada tahun ini datang dari maskapai plat merah yang (katanya) merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA).
Jika diamati dari tahun ke tahun, laporan keuangan dari perusahaan yang sempat mensponsori juara Liga Champions musim 2018-2019, Liverpool FC, terlihat bak roller coaster.
Pada tahun 2018, Garuda Indonesia membukukan laba bersih senilai US$ 0,8 juta atau tepatnya US$ 809.846. Celakanya, penyajian laporan keuangan tahun 2018 terbukti tak sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga akhirnya membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi kepada perusahaan, di mana salah satunya adalah memperbaiki dan menyajikan kembali Laporan Keuangan Tahunan (LKT) periode 2018.
"Memberikan Perintah Tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk memperbaiki dan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018," demikian kutipan sanksi yang diberikan OJK dalam keterangan resminya, Jumat (28/6/2019).
"Serta melakukan paparan publik (public expose) atas perbaikan dan penyajian kembali LKT per 31 Desember 2018 dimaksud paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat sanksi, atas pelanggaran Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM)."
Selain itu, sanksi yang diberikan oleh OJK termasuk juga berupa denda administratif, baik kepada Garuda sendiri maupun kepada para direksi dan komisarisnya.
Belum lama ini, perusahaan akhirnya merilis kembali laporan keuangan tahun 2018 yang sudah diperbaiki. Hasilnya, perusahaan ternyata mencatatkan kerugian senilai US$ 31,4 juta.
Pelaku pasar pun ‘menghukum’ saham perusahaan. Jika dihitung dari titik harga tertingginya pada tahun ini yang sebesar Rp 630/saham, harga saham GIIA telah ambruk 37,5% hingga penutupan perdagangan kemarin (1/8/2019) ke level Rp 394/saham.
Borok BUMN lainnya datang dari korupsi yang mendarah daging. Belum lama ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sofyan Basir yang merupakan Direktur Utama PT PLN (Persero) sebagai tersangka dalam kasus suap PLTU Riau-1.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dengan tersangka SFB (Sofyan Basir) diduga membantu Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Johanes Budisutrisno Kotjo," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2019).
Sofyan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. KPK menduga Sofyan membantu Eni menerima suap dari Kotjo.
Sebelum Sofyan ditetapkan sebagai tersangka, Bendahara Golkar Idrus Marham telah divonis hukuman pidana penjara selama 3 tahun. Hakim meyakini adanya peran aktif Idrus dalam pusaran uang dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo pada mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih.
Dua nama terakhir itu saat ini sedang menjalani hukuman dalam perkara yang sama. Eni menghuni penjara selama 6 tahun, sedangkan Kotjo harus mendekam di sel selama 4,5 tahun.
Kasus suap ini berawal dari Kotjo yang ingin mendapatkan proyek di PLN tetapi kesulitan mendapatkan akses. Dia kemudian meminta bantuan kawan lamanya, Setya Novanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar.
Novanto mengarahkan Kotjo pada Eni yang bermitra dengan PLN sesuai dengan kapasitas Komisi VII di mana dirinya bertugas. Singkat cerita, Eni memfasilitasi pertemuan Kotjo dengan Sofyan hingga berbagai pertemuan terjadi. Sofyan pun sudah pernah diperiksa di tingkat penyidikan maupun pada saat persidangan.
Setelahnya transaksi suap antara Eni dengan Kotjo terjadi. Dalam perjalanannya Novanto tersandung kasus korupsi proyek e-KTP yang membuat Eni 'berpaling' pada Idrus selaku Plt Ketua Umum Partai Golkar.
Idrus pun disebut mengarahkan Eni meminta uang pada Kotjo untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar. Sebab, Idrus disebut ingin mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Sofyan kemudian mengundurkan diri dari posisinya sebagai Dirut PLN.
"Pak Sofyan Basir mengundurkan diri dan RUPS telah menyetujui untuk itu. Maka pada kesempatan RUPS sekarang, ditunjuk pelaksana tugas yang berlaku per hari ini," ujar Plt Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN Dwi Suryo Abdullah saat dijumpai di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (29/5/2019).
Beralih ke kasus lain, KPK baru saja melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan mengamankan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam. Dirinya diamankan karena diduga menerima suap terkait proyek yang dikerjakan oleh BUMN lainnya, yakni PT INTI (Industri Telekomunikasi Indonesia).
"Ditemukan bukti-bukti awal bahwa telah terjadi transaksi di antara dua pihak dari BUMN. Diduga telah terjadi penyerahan uang untuk salah satu direksi di PT Angkasa Pura II terkait dengan proyek yang dikerjakan oleh PT INTI," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, Kamis (1/8).
Ada lima orang yang diamankan dalam OTT terhadap Dirkeu AP II Andra Y Agussalam tersebut. Kelima orang itu terdiri dari unsur direksi Angkasa Pura II hingga pegawai di PT INTI.
Sebagai informasi, Angkasa Pura II adalah BUMN pengelola bandara di Indonesia. Situs resmi perusahaan mengungkapkan AP II mengelola 14 bandara, di antaranya Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta), Halim Perdanakusuma (Jakarta), Kualanamu (Medan), Supadio (Pontianak), Husein Sastranegara (Bandung), Raja Haji Fisabilillah (Tanjungpinang), dan Silangit (Tapanuli Utara). Sementara itu, INTI adalah BUMN yang berfokus pada industri telekomunikasi, elektronika, informatika, dan kelistrikan/energi.
"Tim KPK telah mengamankan lima orang dari unsur direksi PT AP II, pihak dari PT INTI, dan pegawai masing-masing BUMN yang terkait," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Kamis (1/8).
KPK turut menyita uang dalam pecahan dolar Singapura pada saat OTT tersebut. Jumlah yang disita disebut setara dengan Rp 1 miliar.
"Ditemukan juga uang dalam bentuk dolar Singapura setara hampir Rp 1 miliar yang kemudian diamankan tim sebagai bagian dari barang bukti di lokasi," ujar Basaria.
Memang, borok BUMN yang kami sebutkan di atas terjadi tidak hanya di era Jokowi. Namun, jelas terlihat bahwa upaya yang dilakukan Jokowi bersama dengan Rini Soemarno selaku Menteri BUMN masih jauh dari cukup. Diperlukan upayanya yang konkret dan menyeluruh untuk membenahi borok yang ada di tubuh perusahaan-perusahaan plat merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru) Next Article Selamatkan BUMN Sakit, KemenBUMN Bentuk Klaster Perusahaan
Dalam lima tahun pemerintahan Jokowi, ada begitu banyak catatan yang bisa didapati dari pengelolaan BUMN. Catatan yang dimaksud bisa dibagi dalam tiga kategori yakni kerugian, poles-memoles laporan keuangan, dan korupsi.
Berbicara mengenai borok yang pertama yakni kerugian, kesulitan keuangan terjadi di lintas sektor seperti manufaktur, jasa logistik, serta jasa keuangan.
Kerugian terparah yang dialami perusahaan justru terjadi di era Jokowi. Pada tahun 2015, Krakatau Steel mencatatkan kerugian senilai US$ 320 juta, membengkak dibandingkan kerugian pada tahun 2014 yang senilai US$ 147,1 juta.
Kala perusahaan terus merugi, tumpukan utang tercatat terus menggunung. Per tahun 2018, total utang Krakatau Steel tercatat senilai US$ 2,49 miliar.
Mau tak mau, perampingan jumlah karyawan dilakukan. Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim pernah mengatakan bahwa perusahaan menargetkan perampingan sekitar 2.400 karyawan organik di perusahaan induk hingga tahun depan, baik itu melalui natural retirement, pengalihan tenaga kerja ke anak perusahaan, maupun program pensiun dini.
Setidaknya ada 800 karyawan yang akan memasuki masa pensiun hingga tahun depan, serta ada pengalihan 600 karyawan dari perusahaan induk ke anak-anak perusahaan Krakatau Steel.
Selain itu, proyek pembangunan pabrik baja dengan sistem Blast Furnace juga dikritisi sendiri oleh anggota dewan komisaris karena berpotensi melambungkan kerugian KRAS. Komisaris Independen Krakatau Steel Roy Maningkas bahkan sampai mundur dari jabatannya karena permasalahan ini. Roy menyebutkan bahwa perusahaan berpotensi merugi hingga Rp 1,3 triliun jika proyek ini diteruskan. Roy juga sempat mengatakan bahwa Krakatau Steel sudah "dijarah habis-habisan" sehingga utang menumpuk hingga Rp 30 triliun.
Beralih ke sektor jasa logistik, ada PT Pos Indonesia (Persero) yang kinerja keuangannya tidak sehat. Memang, dari tahun ke tahun laba terus menghiasi laporan keuangan perusahaan. Setidaknya sejak tahun 2012, laporan keuangan perusahaan selalu menunjukkan perolehan laba. Teranyar, pada tahun 2018 Pos Indonesia mencatat laba bersih senilai Rp 127 miliar.
Tapi tunggu dulu. Jika mengamati arus kas, sejatinya kinerja Pos Indonesia tidak bagus-bagus amat. Arus kas perusahaan kerap kali tercatat negatif. Sepanjang periode 2012-2018, Pos Indonesia hanya mampu membukukan arus kas positif sebanyak tiga kali, sementara sisanya berwarna merah alias negatif. Teranyar pada tahun 2018, arus kas tercatat minus Rp 293 miliar.
Sebagai informasi, laporan arus kas merupakan catatan uang yang keluar-masuk selama perusahaan menjalankan aktivitas bisnis dalam periode tertentu. Saat nilainya negatif, artinya lebih banyak uang keluar daripada uang masuk.
Untuk sebagian sektor bisnis, arus kas negatif memang tidak terlalu menjadi masalah. Sektor konstruksi misalnya, di mana pembayaran kepada perusahaan memang biasanya dilakukan belakangan. Namun untuk sektor jasa logistik yang biasanya pembayaran dilakukan di depan, arus kas negatif menandakan model bisnis yang tidak efisien.
Dampak dari arus kas yang terus negatif adalah posisi kas Pos Indonesia cenderung mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2018, posisi kas tercatat hanya senilai Rp 2,64 triliun, terendah sejak tahun 2012.
Lebih lanjut, andaikan tidak ada subsidi dari pemerintah alias Public Services Obligation (PSO), sejatinya Pos Indonesia seringkali mengalami kerugian. Sebagai informasi, PSO merupakan mandat dari pemerintah untuk mengenakan biaya kepada konsumen di bawah harga keekonomian.
Besarnya tak main-main. Pada tahun 2018, besar PSO untuk Pos Indonesia mencapai Rp 345 miliar. Pun sejak tahun 2015, besar PSO sudah berada di kisaran Rp 350 miliar.
Bayangkan saja, laba bersih Rp 127 miliar (2018), sementara ada subsidi Rp 345 miliar. Selisihnya mencapai Rp 218 miliar.
Untuk diketahui, sedari awal tahun Pos Indonesia sudah mulai melakukan pengurangan jumlah karyawan.
Untuk BUMN sektor jasa keuangan, ada kasus yang menimpa Asuransi Jiwasraya. Asuransi jiwa pelat merah ini terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo. Kesulitan likuiditas menjadi alasan keterlambatan pembayaran yang disampaikan oleh perusahaan. Keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo terdapat di produk bancassurance, di mana nilainya mencapai Rp 802 miliar.
HALAMAN SELANJUTNYA >>>> NEXT : Dari Rugi Jadi Untung
Mungkin, skandal terbesar di pasar keuangan tanah air pada tahun ini datang dari maskapai plat merah yang (katanya) merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA).
Jika diamati dari tahun ke tahun, laporan keuangan dari perusahaan yang sempat mensponsori juara Liga Champions musim 2018-2019, Liverpool FC, terlihat bak roller coaster.
Pada tahun 2018, Garuda Indonesia membukukan laba bersih senilai US$ 0,8 juta atau tepatnya US$ 809.846. Celakanya, penyajian laporan keuangan tahun 2018 terbukti tak sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga akhirnya membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi kepada perusahaan, di mana salah satunya adalah memperbaiki dan menyajikan kembali Laporan Keuangan Tahunan (LKT) periode 2018.
"Memberikan Perintah Tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk memperbaiki dan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018," demikian kutipan sanksi yang diberikan OJK dalam keterangan resminya, Jumat (28/6/2019).
"Serta melakukan paparan publik (public expose) atas perbaikan dan penyajian kembali LKT per 31 Desember 2018 dimaksud paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat sanksi, atas pelanggaran Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM)."
Selain itu, sanksi yang diberikan oleh OJK termasuk juga berupa denda administratif, baik kepada Garuda sendiri maupun kepada para direksi dan komisarisnya.
Belum lama ini, perusahaan akhirnya merilis kembali laporan keuangan tahun 2018 yang sudah diperbaiki. Hasilnya, perusahaan ternyata mencatatkan kerugian senilai US$ 31,4 juta.
Pelaku pasar pun ‘menghukum’ saham perusahaan. Jika dihitung dari titik harga tertingginya pada tahun ini yang sebesar Rp 630/saham, harga saham GIIA telah ambruk 37,5% hingga penutupan perdagangan kemarin (1/8/2019) ke level Rp 394/saham.
Borok BUMN lainnya datang dari korupsi yang mendarah daging. Belum lama ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sofyan Basir yang merupakan Direktur Utama PT PLN (Persero) sebagai tersangka dalam kasus suap PLTU Riau-1.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dengan tersangka SFB (Sofyan Basir) diduga membantu Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Johanes Budisutrisno Kotjo," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2019).
Sofyan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. KPK menduga Sofyan membantu Eni menerima suap dari Kotjo.
Sebelum Sofyan ditetapkan sebagai tersangka, Bendahara Golkar Idrus Marham telah divonis hukuman pidana penjara selama 3 tahun. Hakim meyakini adanya peran aktif Idrus dalam pusaran uang dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo pada mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih.
Dua nama terakhir itu saat ini sedang menjalani hukuman dalam perkara yang sama. Eni menghuni penjara selama 6 tahun, sedangkan Kotjo harus mendekam di sel selama 4,5 tahun.
Kasus suap ini berawal dari Kotjo yang ingin mendapatkan proyek di PLN tetapi kesulitan mendapatkan akses. Dia kemudian meminta bantuan kawan lamanya, Setya Novanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar.
Novanto mengarahkan Kotjo pada Eni yang bermitra dengan PLN sesuai dengan kapasitas Komisi VII di mana dirinya bertugas. Singkat cerita, Eni memfasilitasi pertemuan Kotjo dengan Sofyan hingga berbagai pertemuan terjadi. Sofyan pun sudah pernah diperiksa di tingkat penyidikan maupun pada saat persidangan.
Setelahnya transaksi suap antara Eni dengan Kotjo terjadi. Dalam perjalanannya Novanto tersandung kasus korupsi proyek e-KTP yang membuat Eni 'berpaling' pada Idrus selaku Plt Ketua Umum Partai Golkar.
Idrus pun disebut mengarahkan Eni meminta uang pada Kotjo untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar. Sebab, Idrus disebut ingin mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Sofyan kemudian mengundurkan diri dari posisinya sebagai Dirut PLN.
"Pak Sofyan Basir mengundurkan diri dan RUPS telah menyetujui untuk itu. Maka pada kesempatan RUPS sekarang, ditunjuk pelaksana tugas yang berlaku per hari ini," ujar Plt Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN Dwi Suryo Abdullah saat dijumpai di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (29/5/2019).
Beralih ke kasus lain, KPK baru saja melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan mengamankan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam. Dirinya diamankan karena diduga menerima suap terkait proyek yang dikerjakan oleh BUMN lainnya, yakni PT INTI (Industri Telekomunikasi Indonesia).
"Ditemukan bukti-bukti awal bahwa telah terjadi transaksi di antara dua pihak dari BUMN. Diduga telah terjadi penyerahan uang untuk salah satu direksi di PT Angkasa Pura II terkait dengan proyek yang dikerjakan oleh PT INTI," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, Kamis (1/8).
Ada lima orang yang diamankan dalam OTT terhadap Dirkeu AP II Andra Y Agussalam tersebut. Kelima orang itu terdiri dari unsur direksi Angkasa Pura II hingga pegawai di PT INTI.
Sebagai informasi, Angkasa Pura II adalah BUMN pengelola bandara di Indonesia. Situs resmi perusahaan mengungkapkan AP II mengelola 14 bandara, di antaranya Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta), Halim Perdanakusuma (Jakarta), Kualanamu (Medan), Supadio (Pontianak), Husein Sastranegara (Bandung), Raja Haji Fisabilillah (Tanjungpinang), dan Silangit (Tapanuli Utara). Sementara itu, INTI adalah BUMN yang berfokus pada industri telekomunikasi, elektronika, informatika, dan kelistrikan/energi.
"Tim KPK telah mengamankan lima orang dari unsur direksi PT AP II, pihak dari PT INTI, dan pegawai masing-masing BUMN yang terkait," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Kamis (1/8).
KPK turut menyita uang dalam pecahan dolar Singapura pada saat OTT tersebut. Jumlah yang disita disebut setara dengan Rp 1 miliar.
"Ditemukan juga uang dalam bentuk dolar Singapura setara hampir Rp 1 miliar yang kemudian diamankan tim sebagai bagian dari barang bukti di lokasi," ujar Basaria.
Memang, borok BUMN yang kami sebutkan di atas terjadi tidak hanya di era Jokowi. Namun, jelas terlihat bahwa upaya yang dilakukan Jokowi bersama dengan Rini Soemarno selaku Menteri BUMN masih jauh dari cukup. Diperlukan upayanya yang konkret dan menyeluruh untuk membenahi borok yang ada di tubuh perusahaan-perusahaan plat merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru) Next Article Selamatkan BUMN Sakit, KemenBUMN Bentuk Klaster Perusahaan
Most Popular