Sebuah spanduk "Kami tidak menjual produk Jepang" terlihat di pasar di Seoul, Korea Selatan, (20/7/2019). Perselisihan politik Korea Selatan dan Jepang yang berujung aksi boikot produk sedang terjadi. (REUTERS / Heo Ran)
Boikot ini pertama kali dimulai di kalangan usaha kecil dan menengah (UKM). Beberapa toserba kelas menengah di Seoul secara terang-terangan menempelkan stiker yang menyatakan mereka tidak menjual produk minuman beralkohol (minol) asal Jepang. (REUTERS/Daewoung Kim)
Lebih dari 23.000 gerai ritel telah berpartisipasi dalam boikot ini hingga 16 Juli lalu. (REUTERS/Heo Ran)
"Jika boikot ini membuat marah publik di kedua negara, perusahaan-perusahaan Jepang dan Korsel akan terkena imbasnya. Respons yang tenang diperlukan agar masalah politik ini tidak berdampak ke perekonomian," ujar Eom Chi-Sung, pejabat Federasi Industri Korea. (REUTERS/Daewoung Kim)
Cukup sulit memprediksi sampai kapan boikot dan sentimen masyarakat kedua negara akan bertahan. Kejadian yang sama pernah terjadi pada 2013 tapi tidak berlangsung lama. (REUTERS/Heo Ran)
Boikot kali ini diproyeksi akan berjalan lebih lama apabila pemerintah Jepang memutuskan mencabut Korsel dari "white list" perdagangan di bulan depan. Langkah ini merupakan buntut dari pembatasan ekspor oleh Jepang ke Korea Selatan yang mulai diterapkan awal Juli lalu. (Yonhap via REUTERS)
Ribuan warga Korea Selatan juga telah menandatangani petisi yang berisi memboikot produk-produk Jepang dan tidak melakukan perjalanan ke Jepang, dan agar Korea Selatan tidak menghadiri Olimpiade Musim Panas Tokyo tahun depan. (Yonhap via REUTERS)