Sri Mulyani, 'Ghostbusters', dan 'Hantu' yang Gentayangan

Herdaru Purnomo & Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 July 2019 08:58
Sri Mulyani, 'Ghostbusters', dan 'Hantu' yang Gentayangan
Foto: CNBC Indonesia/ Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah mengeluarkan prognosis penerimaan perpajakan di 2019. Penerimaan pajak diramal terjadi kekurangan atau shortfall hingga Rp 140 triliun tahun ini.

'Hantu' shortfall ini telah bergentayangan sejak 10 tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan utang yang terus berlipat untuk menutupi defisit APBN. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati secara sadar telah mengetahui hal ini, namun apa yang bisa dilakukan?

Shortfall adalah kondisi di mana realisasi penerimaan negara lebih rendah dibandingkan dengan target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I-2019, realisasi pendapatan pajak (tidak termasuk pendapatan kepabeanan dan cukai) hingga akhir Juni 2019 adalah Rp 603,3 triliun atau hanya 38,2% dari target APBN.

Realisasi penerimaan pajak paling kecil terjadi di pos Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu Rp 212,3 triliun atau 32,4% dari target. Sementara pos Pajak Penghasilan (PPh), yang seharusnya menyumbang total penerimaan pajak paling besar, baru terealisasi Rp 376,3 triliun atau 42,1% dari target.

Kementerian Keuangan memprediksi realisasi total penerimaan pajak hingga akhir 2019 adalah Rp 1.437,5 triliun, yang setara 91% dari target. Ini merupakan tahun ke-11 realisasi penerimaan pajak mengalami shortfall. Kali terakhir penerimaan pajak mencapai target adalah pada 2008.

Dear Ibu Sri Mulyani, Kenapa 'Hantu' Ini Terus Gentayangan?Foto: Realisasi Peneriamaan Pajak/Edward Ricardo


Shortfall tahun ini terjadi akibat lemahnya penerimaan pajak akibat realisasi PPh migas yang diprediksi hanya akan mencapai 87% . Sedangkan realisasi PPh non migas sedikit lebih baik, 92% dari target.

Mesin pendorong penerimaan pajak adalah PPh. Pada 2019 ini ditargetkan hanya 92% atau Rp 818,5 triliun.

HALAMAN SELANJUTNYA : NEXT >> Perlu 'Ghostbusters'


Pemerintah memperkirakan penerimaan pajak tahun ini masih belum bisa mencapai target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kali terakhir penerimaan pajak menembus target terjadi pada 2008, atau 11 tahun lalu. 

Pemerintah telah mengeluarkan prognosis penerimaan perpajakan di 2019. Penerimaan pajak diramal tidak mencapai target atau shortfall hingga Rp 140 triliun tahun ini. 

Shortfall adalah kondisi di mana realisasi penerimaan negara lebih rendah dibandingkan dengan target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I-2019, realisasi pendapatan pajak (tidak termasuk pendapatan kepabeanan dan cukai) hingga akhir Juni 2019 adalah Rp 603,3 triliun atau hanya 38,2% dari target APBN.  


Secara umum, ada dua cara untuk menggenjot penerimaan pajak yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi adalah memaksimalkan potensi pajak yang ada misalnya dengan menambah objek pajak.  

Namun langkah ini agak mengundang pro dan kontra, karena dapat memunculkan anggapan bahwa pemerintah berburu di kebun binatang. Selain itu, menambah beban pajak bagi mereka yang sudah patuh berisiko mengganggu iklim usaha. 

Sementara ekstensifikasi adalah memperluas basis subjek pajak. Mereka yang masih berada di luar sistem perpajakan harus dirangkul agar menjadi pembayar pajak yang patuh dan menyumbang penerimaan negara. 

Dua pendekatan itu sah-sah saja ditempuh. Sebab konstitusi mengamanatkan warga negara wajib membayar pajak dan pemerintah berhak memungut pajak. Namun ya itu tadi, harus dipertimbangkan pula bagaimana pajak jangan sampai mengganggu kenyamanan dunia usaha dan masyarakat. 

Sebenarnya kunci dari peningkatan penerimaan pajak adalah kepatuhan (compliance). Kepatuhan akan membuat mereka yang sudah masuk di sistem perpajakan tidak akan berani macam-macam, dan kepatuhan akan mengundang mereka yang masih berada di luar sistem perpajakan. 

Salah satu indikator kepatuhan pajak adalah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Di sini terlihat bahwa tingkat kepatuhan masih relatif rendah. 

Pada 2014, terdapat 30,57 juta Wajib Pajak (WP). Dari jumlah tersebut, hanya 58,87% yang menyampaikan laporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). 

Seiring waktu, kepatuhan memang semakin meningkat. Namun masih jauh dari angka 100%. 



Bagaimana caranya meningkatkan kepatuhan pajak? Dalam laporan Oktober 2018, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyarankan beberapa cara. 

Pertama adalah meningkatkan administrasi perpajakan. Perlu ada modernisasi di bidang teknologi informasi (IT) agar bisa mengidentifikasi potensi pajak yang belum tersentuh. 

"Modernisasi sistem IT dapat meningkatkan kepatuhan dan penegakan. Namun hal ini juga membutuhkan sumber daya manusia dengan keahlian tinggi, yang saat ini masih kurang. Padahal penggunaan sistem data baru sangat krusial untuk mencegah penghindaran pajak," sebut kajian OECD. 

Cara kedua adalah perbaikan lapisan (layer) tarif PPh. Berikut lapisan tarif PPh berdasarkan penghasilan yang berlaku saat ini: 

 

"Jumlah pembayar pajak di entry level begitu banyak sementara kelas menengah-tinggi lebih sedikit dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Oleh karena itu, menurunkan lapisan batas penghasilan akan membuat sistem pajak lebih progresif dan meningkatkan penerimaan," sebut OECD. 

Ketiga, OECD memandang basis pajak di Indonesia tergerus karena banyaknya unit usaha informal. Mereka harus dirangkul masuk ke sistem perpajakan, menjadi WP yang patuh. 

Keempat, OECD berpandangan potensi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kurang optimal karena banyaknya pengecualian (exemption). Oleh karena itu, ada baiknya pemerintah mempertimbangkan untuk menghapus beberapa pengecualian, mengubah pajak daerah menjadi PPN, memberi kompensasi kepada daerah dari potential loss pajak daerah, dapat meningkatkan kepatuhan. 

Masukan-masukan OECD ini bisa digunakan untuk mengusir 'hantu' shortfall. Memang butuh waktu, tenaga, dan dana. Namun kalau tidak dimulai, tidak akan pernah bisa selesai. 

Jika kepatuhan pajak berhasil dibangun dan dimaksimalkan, maka pemerintah tidak perlu lagi khawatir soal shortfall. Pemerintah pun bisa mengurangi penarikan utang untuk menambal kekurangan anggaran. 








Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular