
BPJS Kesehatan Defisit Rp 28 T, Sri Mulyani Diminta Evaluasi
Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
19 July 2019 16:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan memprediksi defisit keuangan hingga akhir tahun ini bisa mencapai Rp 28 triliun. Jumlah itu berasal dari defisit tahun ini yang diproyeksi Rp 19 triliun dan utang tahun lalu Rp 9,1 triliun.
Ketua Dewan Perwakilan rakyat (DPR) Bambang Soesatyo menilai hal itu berpotensi mengganggu pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu, dia mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap sistem pemberian layanan kesehatan yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
Ia pun mendorong pemerintah dan berbagai pihak terkait memberikan solusi yang komprehensif guna mengatasi defisit BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Bambang juga mendorong pemerintah untuk mengkaji kembali besaran iuran BPJS Kesehatan yang berjalan saat ini, baik iuran yang disubsidi oleh pemerintah maupun kepesertaan mandiri, dengan mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat.
Lebih lanjut, politikus Partai Golkar itu mendorong BPJS Kesehatan untuk melakukan perbaikan terhadap manajemen sistem rujukan pelayanan kesehatan, antara lain sistem rujukan pelayanan kesehatan bertingkat. Ini mengingat setiap tingkatan memiliki harga yang berbeda sehingga pendistribusian pasien dapat merata.
Sebelumnya, sejumlah direktur utama rumah sakit (RS) mengeluhkan permasalahan keuangan yang diderita akibat utang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Seperti dikutip Detik.com, dua Dirut RS itu, Direktur Utama RS dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr Lies Dina Liastuti, SpJP(K) dan Direktur Utama RS Sari Asih Ciledug, dr H. Ni'matullah Mansur.
Terkait hal itu, BPJS Kesehatan melalui sang juru bicara Iqbal Anas angkat bicara.
"Sebenarnya dari TL BPKP dah nampak bahwa ada kewajiban BPJS yang masih belum terselesaikan sebesar Rp 9,1 T," kata Iqbal melalui pesan singkat, Rabu (17/7/2019).
Iqbal menambahkan, kepada pemangku kepentingan BPJS Kesehatan sudah menyampaikan bahwa pihaknya sudah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan beberapa bank. Hal itu dilakukan untuk mengatasi persoalan likuiditas jangka pendek melalui supply chain financing.
Iqbal menegaskan, selama ini untuk mengatasi persoalan utang dan defisit BPJS Kesehatan pemerintah sudah berupaya membiayai program JKN-KIS dengan membayar iuran untuk masyakarat miskin dan tidak mampu. Selain itu, pemerintah juga menjadi pemberi kerja bagi aparatur negara juga membayar iuran secara tepat waktu.
"Kemudian komitmen pemerintah di luar dua kewajiban tersebut adalah menyuntikkan dana tambahan APBN sudah dilakukan terus menerus sebagai komitmen pemerintah menutup defisit selama ini sambil terus mengevaluasi," jelas Iqbal.
Pemerintah, kata dia, sedang melihat apakah ada hal-hal lain yang masih dapat dilakukan agar proses kenaikan iuran menjadi upaya terakhir. Sehingga semakin dapat dipahami masyarakat apabila pilihan menaikkan iuran tersebut diambil.
"Upaya pemerintah untuk memastikan Program JKN-KIS ini bisa berjalan sudah sesuai regulasi yang mengatur. Sinyal yang pernah disampaikan menteri keuangan untuk menyesuaikan iuran tinggal menunggu waktu," paparnya.
Hanya saja BPJS Kesehatan tidak bisa memastikan kapan waktu pasti hal itu terlaksana. Sebab, BPJS Kesehatan bertugas melaksanakan program. Iqbal menambahkan perangkat regulasi sudah jelas bahwa ada 3 opsi, yakni penyesuaian iuran, penyesuaian manfaat, dan suntikan dana.
"Lalu ada pertanyaan kenapa bukan BPJS Kesehatan yang berutang, karena regulasinya tidak mendukung alias melarang. Kalau bisa BPJS Kesehatan yang utang, bisa mendapatkan diskon bunga lebih besar karena yang dipinjam bisa besar. Tapi regulasi melarang," tutupnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/dru) Next Article Kurangi Biaya Klaim, Standar Rawat Inap BPJS Jadi Kelas A & B
Ketua Dewan Perwakilan rakyat (DPR) Bambang Soesatyo menilai hal itu berpotensi mengganggu pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu, dia mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap sistem pemberian layanan kesehatan yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
![]() |
Bambang juga mendorong pemerintah untuk mengkaji kembali besaran iuran BPJS Kesehatan yang berjalan saat ini, baik iuran yang disubsidi oleh pemerintah maupun kepesertaan mandiri, dengan mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat.
Lebih lanjut, politikus Partai Golkar itu mendorong BPJS Kesehatan untuk melakukan perbaikan terhadap manajemen sistem rujukan pelayanan kesehatan, antara lain sistem rujukan pelayanan kesehatan bertingkat. Ini mengingat setiap tingkatan memiliki harga yang berbeda sehingga pendistribusian pasien dapat merata.
Sebelumnya, sejumlah direktur utama rumah sakit (RS) mengeluhkan permasalahan keuangan yang diderita akibat utang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Seperti dikutip Detik.com, dua Dirut RS itu, Direktur Utama RS dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr Lies Dina Liastuti, SpJP(K) dan Direktur Utama RS Sari Asih Ciledug, dr H. Ni'matullah Mansur.
Terkait hal itu, BPJS Kesehatan melalui sang juru bicara Iqbal Anas angkat bicara.
"Sebenarnya dari TL BPKP dah nampak bahwa ada kewajiban BPJS yang masih belum terselesaikan sebesar Rp 9,1 T," kata Iqbal melalui pesan singkat, Rabu (17/7/2019).
Iqbal menambahkan, kepada pemangku kepentingan BPJS Kesehatan sudah menyampaikan bahwa pihaknya sudah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan beberapa bank. Hal itu dilakukan untuk mengatasi persoalan likuiditas jangka pendek melalui supply chain financing.
Iqbal menegaskan, selama ini untuk mengatasi persoalan utang dan defisit BPJS Kesehatan pemerintah sudah berupaya membiayai program JKN-KIS dengan membayar iuran untuk masyakarat miskin dan tidak mampu. Selain itu, pemerintah juga menjadi pemberi kerja bagi aparatur negara juga membayar iuran secara tepat waktu.
"Kemudian komitmen pemerintah di luar dua kewajiban tersebut adalah menyuntikkan dana tambahan APBN sudah dilakukan terus menerus sebagai komitmen pemerintah menutup defisit selama ini sambil terus mengevaluasi," jelas Iqbal.
![]() |
Pemerintah, kata dia, sedang melihat apakah ada hal-hal lain yang masih dapat dilakukan agar proses kenaikan iuran menjadi upaya terakhir. Sehingga semakin dapat dipahami masyarakat apabila pilihan menaikkan iuran tersebut diambil.
"Upaya pemerintah untuk memastikan Program JKN-KIS ini bisa berjalan sudah sesuai regulasi yang mengatur. Sinyal yang pernah disampaikan menteri keuangan untuk menyesuaikan iuran tinggal menunggu waktu," paparnya.
Hanya saja BPJS Kesehatan tidak bisa memastikan kapan waktu pasti hal itu terlaksana. Sebab, BPJS Kesehatan bertugas melaksanakan program. Iqbal menambahkan perangkat regulasi sudah jelas bahwa ada 3 opsi, yakni penyesuaian iuran, penyesuaian manfaat, dan suntikan dana.
"Lalu ada pertanyaan kenapa bukan BPJS Kesehatan yang berutang, karena regulasinya tidak mendukung alias melarang. Kalau bisa BPJS Kesehatan yang utang, bisa mendapatkan diskon bunga lebih besar karena yang dipinjam bisa besar. Tapi regulasi melarang," tutupnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/dru) Next Article Kurangi Biaya Klaim, Standar Rawat Inap BPJS Jadi Kelas A & B
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular