
Jokowi Kesal Urusan Sampah, Pembangkit Listrik Jadi Solusi?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
16 July 2019 17:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kuasa meluapkan kekesalannya atas volume sampah di Indonesia yang hingga saat ini masih berada di urutan nomor 2 terbesar di dunia.
Berbagai upaya pun dilakukan untuk mengurangi sampah, salah satunya mengelola sampah untuk dijadikan energi listrik dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Hal ini telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 35/2018 mengenai Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan
Berdasarkan amanat perpres ini, sebanyak 12 daerah dipilih untuk menjadi percontohan PLTSa, antara lain DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengemukakan baru ada empat daerah yang sudah membangun PLTSa tersebut. Daerah tersebut antara lain Surabaya, Bekasi, Solo, dan DKI Jakarta.
"Kemudian, ada sebenarnya persoalan yang sudah tertangani dengan baik. Adalah Bali. Ada perbedaan persepsi pandangan antara PLN dengan daerah yang ada," kata Pramono, Selasa (16/7/2019).
Menurut Pramono, ada beberapa kendala kenapa amanat dalam perpres tersebut belum juga dilaksanakan dengan optimal. Salah satunya, perbedaan persepsi antara PLN dan daerah.
"Presiden menegaskan karena perpres sudah ada, hitungan sudah ada, sekian per kwh. Maka itu yang dijadikan acuan. Diminta kepada PLN perhitungan bukan berdasarkan keuntungan tetapi dalam rangka pembersihan sampah," jelasnya.
"Persoalan yang ada klasik, yaitu soal tiping fee. Tiap daerah berbeda. Jawa Timur cukup murah hanya 150 padahal sudah diatur dalam perpres maksimal 500, sehingga sudah ada payung hukumnya," jelasnya.
Masalah tersebut, kata Pramono, akhirnya menjadi biang keladi sejumlah daerah belum membangun PLTSa. Para kepala daerah, khawatir pembangunan PLTSa hanya akan membawa masalah ke ranah hukum.
"Semuanya tidak berani mengambil kebijakan karena takut persoalan hukum. Maka presiden menegaskan risalah rapat hari ini adalah merupakan payung hukum," tegasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Jokowi Ngotot Bangun PLTSa, RI Darurat Sampah?
Berbagai upaya pun dilakukan untuk mengurangi sampah, salah satunya mengelola sampah untuk dijadikan energi listrik dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Hal ini telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 35/2018 mengenai Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengemukakan baru ada empat daerah yang sudah membangun PLTSa tersebut. Daerah tersebut antara lain Surabaya, Bekasi, Solo, dan DKI Jakarta.
"Kemudian, ada sebenarnya persoalan yang sudah tertangani dengan baik. Adalah Bali. Ada perbedaan persepsi pandangan antara PLN dengan daerah yang ada," kata Pramono, Selasa (16/7/2019).
![]() |
Menurut Pramono, ada beberapa kendala kenapa amanat dalam perpres tersebut belum juga dilaksanakan dengan optimal. Salah satunya, perbedaan persepsi antara PLN dan daerah.
"Presiden menegaskan karena perpres sudah ada, hitungan sudah ada, sekian per kwh. Maka itu yang dijadikan acuan. Diminta kepada PLN perhitungan bukan berdasarkan keuntungan tetapi dalam rangka pembersihan sampah," jelasnya.
"Persoalan yang ada klasik, yaitu soal tiping fee. Tiap daerah berbeda. Jawa Timur cukup murah hanya 150 padahal sudah diatur dalam perpres maksimal 500, sehingga sudah ada payung hukumnya," jelasnya.
Masalah tersebut, kata Pramono, akhirnya menjadi biang keladi sejumlah daerah belum membangun PLTSa. Para kepala daerah, khawatir pembangunan PLTSa hanya akan membawa masalah ke ranah hukum.
"Semuanya tidak berani mengambil kebijakan karena takut persoalan hukum. Maka presiden menegaskan risalah rapat hari ini adalah merupakan payung hukum," tegasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Jokowi Ngotot Bangun PLTSa, RI Darurat Sampah?
Most Popular