Tambang legendaris Grasberg milik PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Papua akan habis dan ditutup pada pertengahan tahun ini. Sebagai penggantinya, produksi emas, perak, dan tembaga Freeport akan mengandalkan tambang bawah tanah yang lokasinya persis di bawah Grasberg. (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Penambangan bawah tanah menggunakan metode block caving, yang merupakan cara penambangan bawah tanah dengan efisiensi sumber daya yang tinggi untuk melakukan penambangan. (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Blok-blok besar bijih di bawah tanah dipotong dari bawah sehingga bijih tersebut runtuh akibat gaya beratnya sendiri. (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Tambang bawah tanah ini sudah direncakan sejak 2004 dan terus dikembangkan hingga sekarang. (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Ada dua blok tambang bawah tanah Freeport yang jadi andalan saat ini, yaitu Deep Ore Zone (DOZ) dan Big Gossan. Saat ini tengah dikembangkan juga blok bernama Deeep Mill Level Zone (DMLZ). (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Di dalam tambang ini, terbangun jalan sepanjang 650 kilometer (km), yang berarti panjangnya lebih dari jarak Jakarta ke Yogyakarta. (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Jalan di dalam tambang bawah tanah ini akan terus dibangun hingga 1.000 km atau seperti Jakarta ke Surabaya. Data terakhir produksi rata-rata dari tambang bawah tanah ini adalah 80.000 ton ore (bijih tambang) per hari. (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Sampai dengan 2019, Freeport telah mengeluarkan investasi hingga US$ 16 miliar atau dengan kurs, saat ini sekitar Rp 224 triliun untuk pengembangan tambang bawah tanah yang akan menjadi andalan mereka. (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Ke depan, Freeport yang saat ini 51% sahamnya dimiliki oleh PT Indonesia Alumunium (Inalum) akan mengucurkan lagi investasi hingga US$ 15 miliar atau sekitar Rp 210 triliun untuk tambang bawah tanah tersebut. (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)