
Perang Dagang RI vs Uni Eropa, Industri Alas Kaki Taruhannya!
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
04 April 2019 20:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Lagi-lagi pertumbuhan ekspor alas kaki buatan Indonesia harus terpangkas. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor alas kaki Indonesia sepanjang tahun 2018 tercatat sebesar US$ 5,11 miliar atau hanya naik 4,13% YoY. Padahal pada tahun 2017, pertumbuhan ekspor sepatu bisa mencapai 5,86%.
Memang, ini merupakan kali pertama ekspor alas kaki buatan dalam negeri tembus US$ 5 miliar. Namun ternyata dengan capaian tersebut, Indonesia masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Vietnam.
Pada tahun 2018, ekspor alas kaki buatan Vietnam mencapai US$ 16,24 miliar atau lebih dari tiga kali lipat Indonesia. Dengan jumlah yang masif tersebut Vietnam, masih bertengger di posisi ke-2 sebagai negara pengekspor sepatu di dunia.
Hanya kalah dari China yang mampu mengekspor sepatu senilai US$ 47,13 miliar pada tahun 2018. Sedangkan Indonesia harus berpuas diri menempati urutan ke-6, mengalahkan Prancis yang berada di posisi ke-7.
Menurut Ketua Bidang Pengembangan Sport Shoes dan Hubungan Luar Negeri Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Budiarto Tjandra, Vietnam diuntungkan dengan adanya perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) dengan Uni Eropa.
"Meskipun belum berlaku. Jadi sentimennya sudah sangat bagus bagi pembeli yang memindahkan pesanan mereka ke Vietnam," jelasnya.
Adanya FTA membuat pasar dari Uni Eropa mengalihkan pesanannya ke VIetnam. Alhasil ekspor sepatu Vietnam pada tahun 2018 bisa tumbuh hingga 10,5%.
Andaikata Indonesia juga memiliki kesepakatan serupa dengan Uni Eropa, pertumbuhan ekspor sepatu berpotensi lebih tingi dari 4%. Bahkan Aprisindo sempat optimis pertumbuhan ekspor mencapai 10% dengan adanya perjanjian dagang dengan Uni Eropa.
Jelas saja dengan adaya FTA, bea impor bisa ditekan dan berpotensi menghasilkan keuntungan yang lebih bagi klien. Apalagi Uni Eropa memegang peranan penting bagi industri sepatu.
Berdasarkan data BPS, Uni Eropa merupakan penyumbang 33% dari total ekspor sepatu Tanah Air tahun 2018 dengan nilai sebesar US$ 1,69 miliar. Disusul dengan Amerika Serikat (AS) dengan andil sebesar 27,5% terhadap total ekspor sepatu Indonesia dengan nilai US$ 1,41 miliar.
Artinya, sebenarnya dari segi kemampuan, industri sepatu dalam negeri sudah memiliki kapasitas dan kualitas yang mumpuni.
Bahkan pada tahun 2018, pertumbuhan kelompok industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki tumbuh hingga 18,78% dan menjadi kelompok industri yang tumbuh paling pesat di tahun tersebut, mengutip berita resmi statistik BPS.
Hubungan antara Indonesia dan Uni Eropa yang sedang memanas akibat pelarangan minyak kelapa sawit bisa menjadi penghalang yang cukup berat bagi industri sepatu.
Sebagai informasi, pada tanggal 13 Maret 2019 lalu, Uni Eropa menetapkan minyak kelapa sawit sebagai produk yang tidak bisa digunakan pada campuran biodiesel. Kecuali telah melalui proses 'sertifikasi'. Indonesia pun berpeluang untuk bereaksi.
"Kalau seperti tadi oke kita tidak beli Airbus lagi, itu juga hak kita. Kalau Uni Eropa memiliki hak membuat aturan, kita juga punya hak bikin aturan," ujar Wakil Presidan Jusuf Kalla, Selasa (26/3/2019).
Dengan begini, kesepakatan dagang Indonesia dengan Uni Eropa bisa menghadapi hambatan yang serius. Bahkan bisa jadi tak akan terwujud. Padahal perundingan Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) sudah dilangsungkan secara intensif tahun lalu. Tampaknya memang diperlukan strategi lain untuk bisa meningkatkan nilai ekspor sepatu Indonesia lebih tinggi lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Kenapa RI Sampai Diserbu Sepatu Impor KW Vietnam?
Memang, ini merupakan kali pertama ekspor alas kaki buatan dalam negeri tembus US$ 5 miliar. Namun ternyata dengan capaian tersebut, Indonesia masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Vietnam.
Hanya kalah dari China yang mampu mengekspor sepatu senilai US$ 47,13 miliar pada tahun 2018. Sedangkan Indonesia harus berpuas diri menempati urutan ke-6, mengalahkan Prancis yang berada di posisi ke-7.
Menurut Ketua Bidang Pengembangan Sport Shoes dan Hubungan Luar Negeri Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Budiarto Tjandra, Vietnam diuntungkan dengan adanya perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) dengan Uni Eropa.
"Meskipun belum berlaku. Jadi sentimennya sudah sangat bagus bagi pembeli yang memindahkan pesanan mereka ke Vietnam," jelasnya.
Adanya FTA membuat pasar dari Uni Eropa mengalihkan pesanannya ke VIetnam. Alhasil ekspor sepatu Vietnam pada tahun 2018 bisa tumbuh hingga 10,5%.
Andaikata Indonesia juga memiliki kesepakatan serupa dengan Uni Eropa, pertumbuhan ekspor sepatu berpotensi lebih tingi dari 4%. Bahkan Aprisindo sempat optimis pertumbuhan ekspor mencapai 10% dengan adanya perjanjian dagang dengan Uni Eropa.
Jelas saja dengan adaya FTA, bea impor bisa ditekan dan berpotensi menghasilkan keuntungan yang lebih bagi klien. Apalagi Uni Eropa memegang peranan penting bagi industri sepatu.
Berdasarkan data BPS, Uni Eropa merupakan penyumbang 33% dari total ekspor sepatu Tanah Air tahun 2018 dengan nilai sebesar US$ 1,69 miliar. Disusul dengan Amerika Serikat (AS) dengan andil sebesar 27,5% terhadap total ekspor sepatu Indonesia dengan nilai US$ 1,41 miliar.
Artinya, sebenarnya dari segi kemampuan, industri sepatu dalam negeri sudah memiliki kapasitas dan kualitas yang mumpuni.
Bahkan pada tahun 2018, pertumbuhan kelompok industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki tumbuh hingga 18,78% dan menjadi kelompok industri yang tumbuh paling pesat di tahun tersebut, mengutip berita resmi statistik BPS.
Hubungan antara Indonesia dan Uni Eropa yang sedang memanas akibat pelarangan minyak kelapa sawit bisa menjadi penghalang yang cukup berat bagi industri sepatu.
Sebagai informasi, pada tanggal 13 Maret 2019 lalu, Uni Eropa menetapkan minyak kelapa sawit sebagai produk yang tidak bisa digunakan pada campuran biodiesel. Kecuali telah melalui proses 'sertifikasi'. Indonesia pun berpeluang untuk bereaksi.
"Kalau seperti tadi oke kita tidak beli Airbus lagi, itu juga hak kita. Kalau Uni Eropa memiliki hak membuat aturan, kita juga punya hak bikin aturan," ujar Wakil Presidan Jusuf Kalla, Selasa (26/3/2019).
Dengan begini, kesepakatan dagang Indonesia dengan Uni Eropa bisa menghadapi hambatan yang serius. Bahkan bisa jadi tak akan terwujud. Padahal perundingan Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) sudah dilangsungkan secara intensif tahun lalu. Tampaknya memang diperlukan strategi lain untuk bisa meningkatkan nilai ekspor sepatu Indonesia lebih tinggi lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Kenapa RI Sampai Diserbu Sepatu Impor KW Vietnam?
Most Popular