Anggaran Pertahanan RI Terkecil Kedua di Asia, Tapi...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 March 2019 13:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Tadi malam, calon presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto kembali menjalani debat untuk memaparkan visi-misi ke hadapan rakyat Indonesia. Tema debat kali ini adalah ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan, serta hubungan internasional.
Salah satu perdebatan yang muncul adalah kala Prabowo menyebutkan bahwa anggaran pertahanan Indonesia terlalu sedikit. Ini membuat posisi Indonesia berpotensi dipandang lemah oleh dunia.
"Pertahanan dan keamanan sangat penting bagi suatu negara. Kekayaan suatu bangsa kalau tidak dijaga pertahanan yang kuat, tidak mungkin.
"Saya menilai pertahanan Indonesia terlalu lemah karena kita tidak punya uang. Kita harus jaga keuangan kita, harta kita saat ini tidak tinggal di Indonesia," tegas sang calon presiden nomor urut 02.
Prabowo menambahkan, anggaran pertahanan Indonesia bahkan lebih kecil ketimbang Singapura. Padahal luas wilayah kedua negara sangat jomplang.
"Singapura anggaran pertahanannya 3% dari GDP (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto). Pertahanan penting, kita lemah, Pak (Jokowi)," tuturnya.
Well, Prabowo memang benar. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa pada 2017 anggaran pertahanan Indonesia tidak sampai 1% PDB. Boleh dibilang menjadi salah satu yang terkecil di Asia.
Sementara Singapura memiliki anggaran pertahanan 3,32% PDB. Padahal luas wilayah negara kota tersebut hanya 722,5 km persegi. Tidak berbeda jauh dengan luas Provinsi DKI Jakarta yaitu 661,5 km persegi.
Dengan anggaran pertahanan yang di bawah 1% PDB, Indonesia satu kelas dengan negara-negara macam Afganistan, Kazakhstan, Mongolia, atau Timor Leste. Waduh...
Prabowo menyatakan Indonesia harus bersiap untuk menghadapi skenario terburuk, meski sekarang situasi sedang damai. Menurutnya, penggunaan kekuatan militer bisa datang kapan saja.
"Saat saya letnan dua, saya dapat pengarahan dari jenderal. Dalam 20 tahun tidak ada perang terbuka. Tahu-tahu 1975 Timor Timur meletus," katanya.
Baca: Jokowi Sebut RI tak Bakal Perang, Prabowo: Kata Siapa?
Sebagai eks tentara, kekhawatiran Prabowo cukup beralasan. Peraturan Menteri Pertahanan No 19/12 tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama menyebutkan ada ancaman aktual dan potensial yang membayangi Indonesia.
Ancaman aktual tersebut di antanya terorisme, separatisme, pelanggaran di wilayah perbatasan dan pulau terluar, bencana alam, beragam kegiatan ilegal, konflik horizontal, kejahatan siber, dan kelangkaan energi. Sedangkan ancaman potensial adalah ancaman yang akan terjadi dan waktunya dapat bisa diprediksi.
Eskalasi waktu dan potensi ancaman cukup besar, seperti pemanasan global, beragam kegiatan ilegal di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), pencemaran lingkungan, pandemik, krisis finansial, agresi militer, serta kelangkaan air bersih dan pangan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Jokowi, sang kandidat nomor urut 01 sekaligus petahana (incumbent), menegaskan bahwa anggaran pertahanan yang ada saat ini sudah memadai. Pemerintah memang harus memilih prioritas, dan saat ini fokus utama adalah pembangunan infrastruktur.
Jika kondisi ekonomi sudah membaik, Jokowi berjanji untuk memberikan perhatian lebih kepada anggaran pertahanan. "Suatu saat jika kondisi ekonomi sudah baik, kita bisa beri anggaran untuk bangun alutsista ke depan lebih baik," ujarnya.
Meski anggaran pertahanan Indonesia relatif kecil dibandingkan negara-negara Asia, bukan berarti Jokowi abai terhadap ancaman kedaulatan wilayah Indonesia. Salah satu contohnya adalah saat kasus konflik wilayah di Laut China Selatan mencuat pada 2016 lalu.
China memang terlibat sengketa wilayah di Laut China Selatan dengan berbagai negara, termasuk Indonesia. China mengklaim sebagian wilayah kedaulatan negara lain berdasarkan klaim bahwa sejak ribuan tahun lalu pelaut Negeri Panda sudah berkelana hingga ke wilayah-wilayah tersebut.
Jokowi tidak diam. Pada 2017, pemerintah menambah anggaran pertahanan hingga mencapai 0,81% PDB. Naik dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 0,79% PDB. Salah satu pertimbangan kala itu adalah untuk menjaga kedaulatan negara di Laut China Selatan.
"Untuk kedaulatan Indonesia, saya tidak mau kompromi," tegas Jokowi saat itu, mengutip Reuters.
Agak sulit untuk membuat kesimpulan yang menyenangkan semua pihak terkait isu anggaran pertahanan. Di satu sisi, Prabowo benar bahwa anggaran pertahanan Indonesia sangat kecil sehingga bisa menyulitkan kala Indonesia harus mempertahankan kedaulatannya.
Namun di sisi lain, Jokowi juga sudah menunjukkan bahwa sejauh ini Republik Indonesia masih eksis meski dengan anggaran pertahanan yang tidak sampai 1% PDB. Bahkan Jokowi juga mampu menunjukkan ketegasan kala bersinggungan dengan isu kedaulatan negara seperti di Laut China Selatan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Momen-Momen Debat Capres 2024, Anies-Prabowo-Ganjar Panas
Salah satu perdebatan yang muncul adalah kala Prabowo menyebutkan bahwa anggaran pertahanan Indonesia terlalu sedikit. Ini membuat posisi Indonesia berpotensi dipandang lemah oleh dunia.
"Pertahanan dan keamanan sangat penting bagi suatu negara. Kekayaan suatu bangsa kalau tidak dijaga pertahanan yang kuat, tidak mungkin.
Prabowo menambahkan, anggaran pertahanan Indonesia bahkan lebih kecil ketimbang Singapura. Padahal luas wilayah kedua negara sangat jomplang.
"Singapura anggaran pertahanannya 3% dari GDP (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto). Pertahanan penting, kita lemah, Pak (Jokowi)," tuturnya.
Well, Prabowo memang benar. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa pada 2017 anggaran pertahanan Indonesia tidak sampai 1% PDB. Boleh dibilang menjadi salah satu yang terkecil di Asia.
Sementara Singapura memiliki anggaran pertahanan 3,32% PDB. Padahal luas wilayah negara kota tersebut hanya 722,5 km persegi. Tidak berbeda jauh dengan luas Provinsi DKI Jakarta yaitu 661,5 km persegi.
Dengan anggaran pertahanan yang di bawah 1% PDB, Indonesia satu kelas dengan negara-negara macam Afganistan, Kazakhstan, Mongolia, atau Timor Leste. Waduh...
Prabowo menyatakan Indonesia harus bersiap untuk menghadapi skenario terburuk, meski sekarang situasi sedang damai. Menurutnya, penggunaan kekuatan militer bisa datang kapan saja.
"Saat saya letnan dua, saya dapat pengarahan dari jenderal. Dalam 20 tahun tidak ada perang terbuka. Tahu-tahu 1975 Timor Timur meletus," katanya.
Baca: Jokowi Sebut RI tak Bakal Perang, Prabowo: Kata Siapa?
Sebagai eks tentara, kekhawatiran Prabowo cukup beralasan. Peraturan Menteri Pertahanan No 19/12 tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama menyebutkan ada ancaman aktual dan potensial yang membayangi Indonesia.
Ancaman aktual tersebut di antanya terorisme, separatisme, pelanggaran di wilayah perbatasan dan pulau terluar, bencana alam, beragam kegiatan ilegal, konflik horizontal, kejahatan siber, dan kelangkaan energi. Sedangkan ancaman potensial adalah ancaman yang akan terjadi dan waktunya dapat bisa diprediksi.
Eskalasi waktu dan potensi ancaman cukup besar, seperti pemanasan global, beragam kegiatan ilegal di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), pencemaran lingkungan, pandemik, krisis finansial, agresi militer, serta kelangkaan air bersih dan pangan.
![]() |
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Jokowi, sang kandidat nomor urut 01 sekaligus petahana (incumbent), menegaskan bahwa anggaran pertahanan yang ada saat ini sudah memadai. Pemerintah memang harus memilih prioritas, dan saat ini fokus utama adalah pembangunan infrastruktur.
Jika kondisi ekonomi sudah membaik, Jokowi berjanji untuk memberikan perhatian lebih kepada anggaran pertahanan. "Suatu saat jika kondisi ekonomi sudah baik, kita bisa beri anggaran untuk bangun alutsista ke depan lebih baik," ujarnya.
Meski anggaran pertahanan Indonesia relatif kecil dibandingkan negara-negara Asia, bukan berarti Jokowi abai terhadap ancaman kedaulatan wilayah Indonesia. Salah satu contohnya adalah saat kasus konflik wilayah di Laut China Selatan mencuat pada 2016 lalu.
China memang terlibat sengketa wilayah di Laut China Selatan dengan berbagai negara, termasuk Indonesia. China mengklaim sebagian wilayah kedaulatan negara lain berdasarkan klaim bahwa sejak ribuan tahun lalu pelaut Negeri Panda sudah berkelana hingga ke wilayah-wilayah tersebut.
Jokowi tidak diam. Pada 2017, pemerintah menambah anggaran pertahanan hingga mencapai 0,81% PDB. Naik dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 0,79% PDB. Salah satu pertimbangan kala itu adalah untuk menjaga kedaulatan negara di Laut China Selatan.
"Untuk kedaulatan Indonesia, saya tidak mau kompromi," tegas Jokowi saat itu, mengutip Reuters.
Agak sulit untuk membuat kesimpulan yang menyenangkan semua pihak terkait isu anggaran pertahanan. Di satu sisi, Prabowo benar bahwa anggaran pertahanan Indonesia sangat kecil sehingga bisa menyulitkan kala Indonesia harus mempertahankan kedaulatannya.
Namun di sisi lain, Jokowi juga sudah menunjukkan bahwa sejauh ini Republik Indonesia masih eksis meski dengan anggaran pertahanan yang tidak sampai 1% PDB. Bahkan Jokowi juga mampu menunjukkan ketegasan kala bersinggungan dengan isu kedaulatan negara seperti di Laut China Selatan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Momen-Momen Debat Capres 2024, Anies-Prabowo-Ganjar Panas
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular