CNBC Indonesia Outlook 2019
JK Bilang Ini Momentum untuk Investasi, Ini Faktanya
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
28 February 2019 11:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib penanaman modal (investasi) di Indonesia tahun 2019 ini masih menjadi pertanyaan besar. Pasalnya, dalam beberapa tahun ke belakang, pertumbuhan investasi yang masuk terus mengalami tren penurunan.
Artinya, investor masih kurang gairah untuk mempercayakan pertumbuhan asetnya kepada Indonesia.
Apalagi investor asing. Kurangnya gairah investor asing tercermin dari angka pertumbuhan Penanaman Modal Asing (PMA) yang tercatat minus 8,8% dibandingkan tahun 2017 (YoY).
Bahkan bila melihat perkembangan PMA sejak tahun 2011, pertumbuhan PMA pernah mencapai puncaknya sebesar 31,03% pada tahun 2012.
Meningkatnya ketidakpastian kondisi ekonomi global agaknya punya pengaruh yang cukup besar pada gairah investasi asing. Karena memang pada tahun 2018, gejolak politik dan ekonomi dunia cukup panas.
Salah satu penyebab utamanya adalah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Pada bulan Maret 2018, atas perintah Presiden, Donald Trump AS mulai memberlakukan bea impor baja dan aluminium dari semua negara, termasuk China.
Mulai saat itu, aliran perdagangan dunia menjadi terganggu. Akibatnya, aktivitas ekonomi dunia pun melambat.
Kala kondisi global diliputi ketidakpastian, investor akan berpikir ulang untuk menanamkan modalnya, terlebih di negara-negara emerging market. Wajar karena risiko akan meningkat.
Polanya agak sedikit berbeda dengan tren Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang ternyata sejak tahun 2015 pertumbuhannya terus meningkat.
Hal ini disebabkan karena investor lokal sudah tentu lebih mengetahui kondisi perekonomian di Indonesia, ketimbang investor asing yang sebagian besar hanya mengandalkan data-data makro.
Dengan pembangunan yang gencar dikebut dalam beberapa tahun terakhir, nampaknya tidak heran optimisme investor dalam negeri meningkat. Pasalnya bila infrastruktur telah selesai terbangun beberapa tahun lalu, kegiatan perekonomian juga bisa terdorong. Keuntungan pun berpotensi berlipat ganda.
Namun, mengingat tahun 2019 merupakan puncak dari pemilihan presiden dan wakil presiden, maka aura-aura ketidakpastian pun membuncah.
Bahkan kali ini investor dalam negeri juga akan merasakan langsung gonjang-ganjing politik yang ditimbulkan karena adanya pemilihan umum (pemilu).
Melihat ke belakang, pada tahun 2014 yang mana pemilu diselenggarakan, pertumbuhan PMA dan PMDN, juga tercatat lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Bila polanya berulang, maka pertumbuhan investasi tahun ini diprediksi tak akan sebesar tahun lalu.
Akan tetapi, pandangan yang berbeda dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam acara CNBC Indonesia Outlook 2019 hari ini.
Menurut dirinya, investasi justru akan lebih menguntungkan saat kondisi sedang serba tak pasti. Sebab biaya yang dibutuhkan akan lebih rendah dibanding dilakukan saat kondisi kondusif.
"Bahwa justru orang pengusaha untung kalau dalam ketidakpastian. Kita investasi lebih murah. Kalo suasana baik, harga naik, [harga] bahan-bahan naik. Mumpung murah, [harga] tanah tidak tidak menjulang seperti 3 tahun lalu," tutur Jusuf Kalla.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Kabar Gembira, Investasi Kuartal III Sudah Tumbuh Positif!
Artinya, investor masih kurang gairah untuk mempercayakan pertumbuhan asetnya kepada Indonesia.
Bahkan bila melihat perkembangan PMA sejak tahun 2011, pertumbuhan PMA pernah mencapai puncaknya sebesar 31,03% pada tahun 2012.
Meningkatnya ketidakpastian kondisi ekonomi global agaknya punya pengaruh yang cukup besar pada gairah investasi asing. Karena memang pada tahun 2018, gejolak politik dan ekonomi dunia cukup panas.
Salah satu penyebab utamanya adalah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Pada bulan Maret 2018, atas perintah Presiden, Donald Trump AS mulai memberlakukan bea impor baja dan aluminium dari semua negara, termasuk China.
Mulai saat itu, aliran perdagangan dunia menjadi terganggu. Akibatnya, aktivitas ekonomi dunia pun melambat.
Kala kondisi global diliputi ketidakpastian, investor akan berpikir ulang untuk menanamkan modalnya, terlebih di negara-negara emerging market. Wajar karena risiko akan meningkat.
Polanya agak sedikit berbeda dengan tren Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang ternyata sejak tahun 2015 pertumbuhannya terus meningkat.
Hal ini disebabkan karena investor lokal sudah tentu lebih mengetahui kondisi perekonomian di Indonesia, ketimbang investor asing yang sebagian besar hanya mengandalkan data-data makro.
Dengan pembangunan yang gencar dikebut dalam beberapa tahun terakhir, nampaknya tidak heran optimisme investor dalam negeri meningkat. Pasalnya bila infrastruktur telah selesai terbangun beberapa tahun lalu, kegiatan perekonomian juga bisa terdorong. Keuntungan pun berpotensi berlipat ganda.
Namun, mengingat tahun 2019 merupakan puncak dari pemilihan presiden dan wakil presiden, maka aura-aura ketidakpastian pun membuncah.
Bahkan kali ini investor dalam negeri juga akan merasakan langsung gonjang-ganjing politik yang ditimbulkan karena adanya pemilihan umum (pemilu).
Melihat ke belakang, pada tahun 2014 yang mana pemilu diselenggarakan, pertumbuhan PMA dan PMDN, juga tercatat lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Bila polanya berulang, maka pertumbuhan investasi tahun ini diprediksi tak akan sebesar tahun lalu.
Akan tetapi, pandangan yang berbeda dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam acara CNBC Indonesia Outlook 2019 hari ini.
Menurut dirinya, investasi justru akan lebih menguntungkan saat kondisi sedang serba tak pasti. Sebab biaya yang dibutuhkan akan lebih rendah dibanding dilakukan saat kondisi kondusif.
"Bahwa justru orang pengusaha untung kalau dalam ketidakpastian. Kita investasi lebih murah. Kalo suasana baik, harga naik, [harga] bahan-bahan naik. Mumpung murah, [harga] tanah tidak tidak menjulang seperti 3 tahun lalu," tutur Jusuf Kalla.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Kabar Gembira, Investasi Kuartal III Sudah Tumbuh Positif!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular